BerandaTradisinesia
Sabtu, 7 Apr 2023 18:10

Kayu Jati, Simbol Status Sosial Orang Jawa

Kayu jati, simbol status sosial orang Jawa. (gradyindura2014.files.wordpress.com)

Kayu jati bisa kamu temu di rumah-rumah adat khas Jawa. Yang menarik, ornamen-ornamen dari bahan ini biasanya dimiliki oleh mereka yang berada atau punya jabatan tinggi. Apa alasannya, ya?

Inibaru.id – Kalau kamu tinggal di perdesaan atau perkampungan di pinggiran kota, pasti menemukan setidaknya satu atau dua rumah adat khas Jawa. Biasanya, pemilik dari rumah tersebut cukup berada atau memiliki jabatan yang cukup penting. Seringkali, bahan dari rumah tradisional tersebut atau setidaknya ada satu ornamen di dalam rumah tersebut berasal dari kayu jati.

Mengapa harus kayu jati? Sampai sekarang, kayu jati masih dianggap sebagai penanda status sosial orang Jawa. Jika memiliki kayu jati sebagai bagian dari rumah, maka pemilik rumah tersebut dianggap memiliki status sosial yang tinggi.

Hal ini terungkap dalam sebuah tulisan berjudul Jati Jawa: Kontribusi Kayu Jati Bagi Masyarakat Jawa karya Muhammad Zamroni yang bisa ditemui dalam Gelar: Jurnal Seni Budaya yang terbit pada 2014 lalu.

“Kayu jati terkenal mahal harganya. Kayunya juga punya keunggulan jika dibandingkan dengan jenis kayu lainnya,” tulis Zamroni dalam jurnal tersebut.

Seorang pengajar bernama Mukhlis Sidiq ikut angkat bicara terkait dengan hal ini. Menurutnya, kayu jati sering dianggap sebagai bagian penting dalam pembangunan rumah orang-orang Jawa.

“Para priyayi Jawa menganggap kayu jati sebagai simbol kejujuran dan keluhuran,” ucapnya sebagaimana dikutip dari National Geographic Indonesia, Kamis (2/2/2023).

Lebih dari itu, dalam Serat Centhini yang dibuat oleh Pakubuwono V, disebutkan bahwa keberadaan kayu jati bisa memengaruhi watak penghuni rumah. Kayu jati dianggap sebagai barang berkualitas tinggi, maka watak penghuninya harus menyesuaikan diri dengan kualitas yang sama pula.

Jadi, jangan heran jika kayu jati bisa dengan mudah ditemui di pendopo-pendopo keraton seperti di Yogyakarta dan Surakarta. Keberadaan kayu jati dianggap bisa membuat kualitas watak para pemimpin di keraton terjaga.

Mengapa harga kayu jati mahal?

Ilustrasi: Ornamen dari kayu jati. (Solopos)

Nggak hanya bisa memberikan kesan prestis pada rumah-rumah Jawa, ada alasan lain yang membuat kayu jati bisa berharga mahal. Untuk menumbuhkan pohon jati sampai berukuran cukup besar dan akhirnya bisa dimanfaatkan, butuh waktu yang cukup lama. Selain itu, kayu jati juga harus diolah dengan cermat untuk menghasilkan karya yang indah.

Oleh karena itulah, sejak zaman penjajahan Hindia Belanda, harga kayu jati sudah mahal. Kondisi ini sampai disadari oleh para petinggi pemerintahan pada masa itu. Hutan jati yang ada di kawasan Randublatung, Blora, Jawa Tengah, yang memiliki banyak pohon jati berukuran besar dengan jenis tectona grandis sampai ditetapkan sebagai woud afdeeling (hutan kabupaten) dengan status houtvesterijen atau milik pemerintah Belanda.

Kayu-kayu jati dari daerah tersebut nggak hanya dipakai untuk kebutuhan pembangunan rumah-rumah para priyayi Jawa, melainkan juga diekspor ke Eropa. Di sana, kayu jati bisa dijual dengan harga yang jauh lebih mahal.

Kalau di dekat tempat tinggalmu, apakah masih ada rumah yang memiliki bahan atau ornamen dari kayu jati, Millens? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024