Inibaru.id – Kalau kamu tinggal di perdesaan atau perkampungan di pinggiran kota, pasti menemukan setidaknya satu atau dua rumah adat khas Jawa. Biasanya, pemilik dari rumah tersebut cukup berada atau memiliki jabatan yang cukup penting. Seringkali, bahan dari rumah tradisional tersebut atau setidaknya ada satu ornamen di dalam rumah tersebut berasal dari kayu jati.
Mengapa harus kayu jati? Sampai sekarang, kayu jati masih dianggap sebagai penanda status sosial orang Jawa. Jika memiliki kayu jati sebagai bagian dari rumah, maka pemilik rumah tersebut dianggap memiliki status sosial yang tinggi.
Hal ini terungkap dalam sebuah tulisan berjudul Jati Jawa: Kontribusi Kayu Jati Bagi Masyarakat Jawa karya Muhammad Zamroni yang bisa ditemui dalam Gelar: Jurnal Seni Budaya yang terbit pada 2014 lalu.
“Kayu jati terkenal mahal harganya. Kayunya juga punya keunggulan jika dibandingkan dengan jenis kayu lainnya,” tulis Zamroni dalam jurnal tersebut.
Seorang pengajar bernama Mukhlis Sidiq ikut angkat bicara terkait dengan hal ini. Menurutnya, kayu jati sering dianggap sebagai bagian penting dalam pembangunan rumah orang-orang Jawa.
“Para priyayi Jawa menganggap kayu jati sebagai simbol kejujuran dan keluhuran,” ucapnya sebagaimana dikutip dari National Geographic Indonesia, Kamis (2/2/2023).
Lebih dari itu, dalam Serat Centhini yang dibuat oleh Pakubuwono V, disebutkan bahwa keberadaan kayu jati bisa memengaruhi watak penghuni rumah. Kayu jati dianggap sebagai barang berkualitas tinggi, maka watak penghuninya harus menyesuaikan diri dengan kualitas yang sama pula.
Jadi, jangan heran jika kayu jati bisa dengan mudah ditemui di pendopo-pendopo keraton seperti di Yogyakarta dan Surakarta. Keberadaan kayu jati dianggap bisa membuat kualitas watak para pemimpin di keraton terjaga.
Mengapa harga kayu jati mahal?
Nggak hanya bisa memberikan kesan prestis pada rumah-rumah Jawa, ada alasan lain yang membuat kayu jati bisa berharga mahal. Untuk menumbuhkan pohon jati sampai berukuran cukup besar dan akhirnya bisa dimanfaatkan, butuh waktu yang cukup lama. Selain itu, kayu jati juga harus diolah dengan cermat untuk menghasilkan karya yang indah.
Oleh karena itulah, sejak zaman penjajahan Hindia Belanda, harga kayu jati sudah mahal. Kondisi ini sampai disadari oleh para petinggi pemerintahan pada masa itu. Hutan jati yang ada di kawasan Randublatung, Blora, Jawa Tengah, yang memiliki banyak pohon jati berukuran besar dengan jenis tectona grandis sampai ditetapkan sebagai woud afdeeling (hutan kabupaten) dengan status houtvesterijen atau milik pemerintah Belanda.
Kayu-kayu jati dari daerah tersebut nggak hanya dipakai untuk kebutuhan pembangunan rumah-rumah para priyayi Jawa, melainkan juga diekspor ke Eropa. Di sana, kayu jati bisa dijual dengan harga yang jauh lebih mahal.
Kalau di dekat tempat tinggalmu, apakah masih ada rumah yang memiliki bahan atau ornamen dari kayu jati, Millens? (Arie Widodo/E05)