BerandaTradisinesia
Kamis, 4 Sep 2024 11:38

Jejak Tsunami di Pantai Selatan Jawa dan Legenda Kerajaan Laut Selatan

Sudah banyak catatan sejarah tentang gempa dan tsunami di Pantai Selatan Jawa. (Kompas/Heru Sri Kumoro)

Nggak cuma sekali dua kali, Pantai Selatan Jawa sebenarnya sudah berkali-kali diterjang gempa dan tsunami besar. Bahkan, pakar menyebut legenda Kerajaan Laut Selatan sebenarnya muncul dari bencana tsunami, lo.

Inibaru.id – Kehebohan tentang adanya potensi gempa megathrust di Pantai Selatan Jawa memang sedikit mereda. Tapi, bukan berarti kemungkinannya semakin berkurang karena potensinya masih tetap besar meski kita nggak pernah tahu kapan bencana itu datang.

Mengapa bisa begitu? Hal ini disebabkan oleh adanya catatan sejarah tentang terjadinya tsunami di Pantai Selatan Jawa. Di Katalog yang diterbitkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tercatat, bahwa wilayah tersebut diterjang tsunami pada 1840, 1859, 1921, 1994, serta 2006. Tunggu dulu, 1994 dan 2006 nggak terlalu lama dari sekarang, bukan?

Yap, kamu nggak salah baca. Pada 1994, tepatnya pada 3 Juni pukul 01.17 dini hari, gempa dengan kekuatan M 7,2 muncul di Laut Selatan dan menyebabkan tsunami dengan tinggi lebih dari 4 meter. Sebanyak 223 orang dilaporkan tewas di Banyuwangi.

Sementara itu, pada 17 Juli 2006, gempa dengan kekuatan M 7,7 muncul di Samudra Hindia memicu tsunami dengan ketinggian sampai 5-7 meter dan menewaskan lebih dari 600 orang di Pangandaran.

Dari catatan dua gempa dan tsunami ini saja, sudah bisa dipastikan kalau Pantai Selatan Jawa memang rentan terkena bencana serupa pada waktu-waktu mendatang yang nggak bisa kita duga, bukan?

Nah, jauh dari catatan gempa dan tsunami yang diterbitkan dalam Katalog BMKG, sebenarnya ada catatan-catatan gempa dan tsunami yang menerjang Pantai Selatan Jawa sejak abad ke-15. Tapi, kala itu, catatan itu kemudian dikaitkan dengan mitos, termasuk berupa mitos Kerajaan Laut Selatan.

Hal inilah yang diungkap Eko Yulianto dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kalau menurutnya, mitos ini muncul tatkala Panembahan Senopati bersemedi di Pantai Selatan dan muncullah gelombang besar dengan air yang panas.

Ilustrasi pertemuan Panembahan Senopati dan Nyi Roro Kidul. (Wikipedia)

“Kalau dalam mitos, Nyi Roro Kidul datang dengan gelombang tersebut untuk meminta Panembahan Senopati berhenti bersemedi. Mereka kemudian sepakat saling membantu membangun Kerajaan Mataram Islam di Tanah Jawa,” ungkap Eko sebagaimana dinukil dari Nationalgeographic, Rabu (20/3/2019).

Dia pun kemudian merunut waktu di mana Mataram Islam didirikan, yaitu pada 1586 dan mencocokkannya dengan hasil penelitian tsunami di masa lalu yang memang pernah terjadi di waktu yang hampir bersamaan.

“Seolah-olah waktunya jadi sangat sinkron. Gelombang laut besar memang benar-benar terjadi saat itu. Tapi, karena kebutuhan politik dan Panembahan Senopati pengin jadi raja baru sementara dia nggak berdarah biru. Muncul cerita bahwa dia mendapatkan restu dari Ratu Pantai Selatan agar menjadi raja. Dia memanfaatkan peristiwa alam sebaik-baiknya,” ucap Eko.

Baginya, kisah Panembahan Senopati dan pertemuannya dengan Ratu Pantai Selatan justru bukan pembelokan fakta sejarah. Justru, keberadaan cerita ini menjadi bukti bahwa Pantai Selatan Jawa memang rentan diterjang gelombang besar tsunami.

“Kita bisa menggunakan cerita ini untuk membangun kesadaran masyarakat tentang ancaman bencana seperti gempa dan tsunami di Pantai Selatan Jawa,” pungkasnya.

Yap, sudah banyak catatan sejarah yang membuktikan kalau gempa dan tsunami sudah berkali-kali menerjang Pantai Selatan Jawa dan bisa saja kembali datang di masa depan. Jadi, sudah jadi kewajiban kita untuk waspada dan mempersiapkan mitigasi untuk menghadapinya, bukannya menuding pihak yang memberi peringatan menakut-nakuti saja. (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT