BerandaTradisinesia
Rabu, 13 Sep 2022 17:05

Jalan Malioboro, Untaian Bunga, dan Daur Hidup Manusia

Suasana Malioboro di malam hari. (Hipwee)

Malioboro, sebuah kawasan di jantung Kota Yogyakarta yang bisa dibilang nggak pernah sepi dari pelancong. Tapi sebenarnya apa sih arti Jalan Malioboro itu?

Inibaru.id – Bisa dikatakan, p­­usat nadi wisata dan perniagaan Kota Yogyakarta adalah Jalan Malioboro. Hal ini bisa dibuktikan dengan ramainya tempat ini sepanjang waktu. Pelancong nggak hanya ke sana untuk berfoto. Ada yang pengin melakukan wisata kuliner, berburu fesyen, atau sekadar mencari cendera mata.

Asal-Usul Nama

Tapi, di balik kepopuleran nama jalan ini, banyak orang yang nggak tahu sejarah penamaan Malioboro. Hal ini mungkin disebabkan oleh versinya yang cukup banyak. Versi pertama adalah nama jalan ini diambil dari kata "Marlborough" yang berasal dari gelar "1st Duke of Marlborough", gelar seorang jenderal dari Inggris, John Churchill.

Namun, versi ini disanggah oleh Dr. O. W. Tichelaar lewat tulisannya "The Derivation from Sanskrit of the Streetname Malioboro in Yogyakarta". Dikutip dari jurnal "Dari Jalan Kerajaan Menjadi Jalan Pertokoan Kolonial: Malioboro 1756-1941" karya Siti Mahmudah Nur Fauziah, Tichelaar mengemukakan bahwa Jalan Malioboro tidak mungkin dinamai dari gelar seorang jenderal Inggris yang notabene adalah orang asing di mata masyarakat Jawa.

Suasana Malioboro setelah dipindahnya PKL ke Teras Malioboro pada akhir Februari lalu. (Sindonews)

Versi sejarawan Peter Carey mungkin lebih masuk akal. Dia menyebut Malioboro dengan istilah The Garland Bearing Street atau jalan yang penuh dengan untaian bunga. Hal ini karena dulunya ruas jalan tersebut dipenuhi pohon bunga. Dari bunga-bunga itulah, nama Malioboro berasal.

Frasa tersebut berasal dari Bahasa Sansekerta, yakni malya yang berarti karangan bunga dan bhara yang berarti menyajikan. Beberapa sejarawan meyakini kata “Malyabhara” jadi yang dipilih Sultan Hamengku Buwono I sebagai nama jalan tersebut karena sesuai dengan kondisi jalan pada masa itu.

Malioboro dan Makna Filosofis

Sejak dibangun pada 1756, Jalan Malioboro lansung memegang peran penting bagi perkembangan Yogyakarta. Maklum, jalan tersebut adalah jalur utama menuju pusat kota dan Keraton Yogyakarta. Menariknya, jalan tersebut dulunya adalah penghubung menuju Pesanggarahan Gerjitawati atau disebut juga Ayogya/Ayodhya. Pesanggrahan itu yang diperkirakan menjadi lokasi Keraton Yogyakarta saat ini.

Jalan ini juga menjadi jalan utama rombongan Mataram Islam dari Kartasura yang membawa jenazah raja atau keluarga kerajaan ke kompleks Permakaman Imogiri. ­Di tengah-tengah perjalanan, mereka biasanya akan singgah sebentar di Pesanggrahan Gerjitawati. Konon, tradisi inilah yang membuat Jalan Malioboro masuk dalam Sumbu Filosofi Jogja, tepatnya dalam hal simbol daur hidup manusia.

Bahkan, sejumlah pakar menyebut jalur dari Panggung Krapyak - Keraton - sampai Tugu Golong-Gilig (Tugu Pal Putih) yang melewati Jalan Malioboro bermakna "sangkan paraning dumadi" yang berarti asal dan tujuan hidup. Dari jalur itulah, perjalanan manusia yang dimulai dari dalam kandungan, setelah lahir, beranjak dewasa, menikah, hingga memiliki anak (sangkaning dumadi) dijabarkan.

Sementara itu, jalur dari Tugu Golong Gilig ke arah selatan menggambarkan perjalanan manusia ketika hendak menghadap Sang Khalik (paraning dumadi), meninggalkan duniawi menuju alam yang kekal.

Duh, nggak nyangka ya, Millens, jika Jalan Malioboro ternyata punya makna yang mendalam. (Kom, Har/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024