BerandaTradisinesia
Sabtu, 3 Jun 2022 17:05

Filosofi Paes Ageng, Rias Tradisional Adat Jogja

Paes Ageng Yogyakarta yang katanya dulu hanya boleh digunakan oleh keluarga kerajaan. (Instagram/Intans Makeup)

Adat Jawa kaya akan tradisi yang kaya akan nilai luhur dari nenek moyang. Upacara adat dalam pernikahan misalnya, busana dan tata riasnya sampai memiliki filosofinya sendiri. Salah satu yang punya makna mendalam adalah Paes Ageng, rias tradisional adat Jogja.

Inibaru.id – Secara umum, ada dua macam adat upacara pernikahan Jawa, yaitu upacara adat tradisional Solo dan Yogyakarta.

Tentu saja, tradisi rias dan busana keduanya memiliki keagungan, keunikan, dan keindahannya sendiri. Nah, kali ini kita akan berbicara tentang rias khas Yogyakarta atau yang biasa disebut sebagai Paes Ageng Yogyakarta. Seperti apa sih makna dan filosofinya?

Tata rias Paes Ageng Yogyakarta ini diawali dengan membentuk cengkorongan yang terdiri atas penunggul, pengapit, penitis, dan godheg pada wajah sang mempelai perempuan. Cengkorongan ini dihitamkan dengan pidih. Pada bagian tepi, cengkorongan diberi payet berwarna emas serta serbuk emas yang disebut prada.

Penunggul

Penunggul adalah bentuk paes yang ada di tengah dahi menyerupai bentuk gunung. Bentuk ini melambangkan gunung yang memberikan kemakmuran serta kebahagiaan terhadap umat manusia. Melalui penunggul ini, pasangan suami istri diharapkan menjadi manusia yang unggul dan saling memberi kemakmuran.

Pengapit

Pengapit adalah bentuk paes yang berada di sebelah kanan dan kiri mengapit penunggul. Ia merupakan pendamping kanan dan kiri. Maknanya, meskipun sudah menjadi orang yang baik, kalau terpengaruh oleh sifat buruk pendamping kiri, seseorang bisa tersesat juga. Karena itu, pendamping kanan berfungsi sebagai pemomong yang setia dan selalu mengingatkan agar pasangannya tetap kuat dan teguh iman.

Penitis

Setiap detail paes ageng punya maknanya tersendiri. (Okezone/Rumahminimalisku)

Paes ini berada di bawah pengapit dan terletak di atas godheg. Bentuk ini mengandung makna kearifan dan merupakan harapan agar kedua pengantin dapat mencapai tujuan yang tepat.

Godheg

Godheg adalah bentuk paes yang memperindah cambang dengan bentuk melengkung ke arah belakang. Ini mempunyai makna bahwa manusia harus mengetahui asal usulnya dari mana dan ke mana harus pergi. Manusia diharapkan dapat kembali ke asalnya dengan sempurna. Syaratnya adalah dengan membelakangi keduniawian.

Wanda Luruh

Bentuk paes ini arahnya melengkung ke bawah. Artinya, sebagai perempuan, pengantin diharapkan mempunyai sifat lembut dan menunduk sehingga menjadi orang yang berbudi luhur.

Prada atau Ketep

Prada atau ketep dipasang pada seluruh pinggiran paesan. Hal ini bermakna keagungan, soalnya warna emas dianggap sebagai warna yang agung.

Cithak

Chitak merupakan hiasan berbentuk belah ketupat yang dipasang ditengah-tengah dahi. Biasanya sih terbuat dari daun sirih. Cithak menjadi simbol bahwa perempuan harus fokus, berpandangan lurus ke depan, dan setia.

Menjangan Ranggah

Bentuk alis tanduk rusa. (IG @ambarpaes_jakarta)

Salah-satu bagian yang khas dan mencolok pada Paes Ageng Jogja adalah bentuk alisnya yang berbentuk seperti tanduk rusa atau menjangan dalam Bahasa Jawa.

Di Jawa, rusa dikenal sebagai hewan yang cerdik, cerdas dan anggun. Hal ini bermakna agar pengantin perempuan memiliki karakter seperti rusa yang cekatan ketika menghadapi persoalan dan selalu waspada.

Sumping

Sumping adalah hiasan yang dipasang di atas telinga kanan dan kiri. Biasanya terbuat dari daun pepaya muda. Nah, daun pepaya muda dikenal memiliki rasa yang pahit. Jadi, sumping menandakan kalau seorang istri harus siap untuk merasakan berbagai kepahitan saat mengarungi rumah tangga.

Menarik ya Millens. Kalau kamu, tertarik menggunakan Paes Ageng Yogyakarta ini saat menikah, nggak? (Wed, Ide/IB32/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: