BerandaTradisinesia
Sabtu, 2 Feb 2018 04:00

Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral dari Keraton Surakarta

Tari Bedhaya Ketawang (oknusantara.com)

Tari ini hanya disajikan saat penobatan atau peringatan penobatan Raja Surakarta. Sangat sakral dan sembilan penarinya harus dalam keadaan suci.

Inibaru.id –  Ini bukan sembarang tarian: nggak bisa setiap saat disajikan, penuh persayaratan khusus, para penari harus selalu sembilan perempuan, dan yang pasti sarat simbol dan makna filosofis. Namanya Tari Bedhaya Ketawang dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Jawa Tengah.

Ya, tarian ini menjadi bagian upacara sakral di keraton tersebut. Tepatnya saat penobatan raja atau peringatan kenaikan takhta. Karena sakral itulah nggak sembarang orang bisa menyaksikannya.

Dikutip dari laman negerikuindonesia.com, Nama Tari Bedhaya Ketawang diambil dari kata “bedhaya” (penari wanita di istana) dan “ketawang” (langit) yang bermakna sesuatu yang tinggi, kemuliaan, dan keluhuran.

Berdasarkan sejarah, tarian ini berasalpada masa Sultan Agung memerintah Kesultanan Mataram (1613-1645). Suatu ketika Sultan Agung bersamadi dia mendengar suara senandung dari langit. Karena terkesima, dia memanggil para pengawalnya dan mengutarakan apa yang terjadi. Dari kejadian itulah Sultan Agung menciptakan tarian yang diberi nama Bedhaya Ketawang.

Tapi ada versi cerita lain mengenai asal-usul tarian sakral ini, Millens. Cerita itu menyebutkan bahwa pertapaannya Panembahan Senapati (pendiri Kerajaan Mataram Islam) bertemu dan memadu kasih dengan Ratu Kencanasari atau Kanjeng Ratu Kidul. Pertemuan itu yang menjadi cikal bakal tarian Bedhaya Ketawang.

Baca juga:
Tanam Tembakau Petani Itu Diawali dengan Ritual Among Tebal
Menyayat Bambu, Menciptakan Bunyi Melung-melung, Jadilah Calung Banyumasan

Warisan

Lalu mengapa Bedhaya Ketawang hanya disajikan di Keraton Surakarta sementara di Keraton Yogyakarta nggak ada padahal keduanya berasal dari Kerajaan Mataram Islam? Ini berkaitan dengan Perjanjian Giyanti pada 1755 yang membagi kerajaan menjadi dua. Ya, selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga tercantum pembagian warisan budaya. Tari Bedhaya Ketawang ini termasuk yang diberikan kepada Keraton Surakarta. Jelas, bukan?

Nah, meski ada dua versi cerita mengenai kisah penciptaan Tari Bedhaya Ketawang, yang paling populer adalah tentang pertemuan Panembahan Senapati dan Kanjeng Ratu Kidul. Semua gerakan tari dan tembang pengiringnya menggambarkan curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja. Cerita itu semakin berkembang dengan kepercayaan yang mengatakan bahwa di antara sembilan penari perempuan, ada Kanjeng Ratu Kidul yang ikut menari sebagai penari kesepuluh.

Mitoskah itu? Bisa jadi. Lagi-lagi terhadap mitos, kamu punya hak untuk nggak percaya itu tetapi kamu juga perlu menghargai hak orang lain yang memercayainya.

Yap, karena ini tarian sakral, ada beberapa syarat yang harus dimiliki setiap penarinya. Yang paling utama yaitu para penari harus seorang gadis suci dan tidak sedang menstruasi. Jika sedang haid maka penari harus meminta izin kepada Kangjeng Ratu Kidul lebih dahulu dengan melakukan caos dhahar (mempersembahkan sesajian) di Panggung Sangabuwana yang ada di Keraton Surakarta. Hal ini di lakukan dengan berpuasa selama beberapa hari menjelang pertunjukan.  Kesucian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung, Kanjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah.

Pada pertunjukannya, Tari Bedhaya Ketawang diiringi gending Ketawang Gedhe dengan nada pelog. Instrumen yang digunakan antara lain adalah kethuk, kenong, gong, kendhang, dan kemanak. Instrumen itu mengiri tarian yang terbagi ke dalam tiga babak. Selain gending, tarian juga diiringi tembang yang menggambarkan curahan hati Kanjeng Ratu Kidul kepada sang raja.

Baca juga:
Jangan Masuk ke Wilayah Baduy Dalam selama Kawalu!
Tari Angguk Masih Menarik Disajikan

Bagaimana busana para penari? Mereka memakai busana pengantin perempuan yang disebut Dodot Ageng atau biasa di sebut Basahan. Pada bagian rambut ada Gelung Bokor Mengkurep, yaitu gelungan yang ukurannya lebih besar dari gelungan gaya Yogyakarta. Untuk aksesori, ada centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, cundhuk mentul, dan tiba dhadha (rangkaian bunga di gelungan yang memanjang hingga dada bagian kanan).

Berapa lama sajian tiga babak tarian Bedhaya Ketawang? Pada awalnya tari itu dipertunjukkan selama 2,5 jam. Tetapi sejak zaman Pakubuwana X dikurangi durasinya hanya 1,5 jam.

Karena nggak setiap saat disajikan, kamu yang pernah menyaksikan langsung sajiannya, bolehlah mengucap syukur. Kamu menjadi saksi betapa suatu tradisi dilestarikan. (EBC/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024