BerandaTradisinesia
Sabtu, 16 Feb 2018 04:04

Barongsai di Indonesia, Dulu dan Kini

Barongsai (konfrontasi.com)

Berasal dari Tiongkok, tarian barongsai kini menjadi salah satu tradisi di Indonesia. Sempat dilarang untuk dimainkan, kini kamu bisa melihat kelihaian para penari barongsai nggak hanya dalam perayaan Imlek dan Cap Go Meh saja, tapi juga pada hajatan-hajatan kaum Tionghoa, atau perayaan besar lainnya.

Inibaru.id - Berasal dari Tiongkok, kesenian barongsai sudah bukan hal yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Memiliki sejarah ribuan tahun, barongsai merupakan tarian tradisional yang menggunakan sarung atau kostum yang menyerupai singa. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ketiga SM.

Menurut kepercayaan tradisional masyarakat Tiongkok, barongsai digunakan sebagai simbol pembawa kesuksesan dan keberuntungan. Alhasil, barongsai kerap disajikan pada acara-acara penting seperti perayaan Tahun Baru Imlek atau pembukaan tempat usaha baru. Pertunjukan seni barongsai juga bermakna untuk mengusir segala hal-hal buruk yang akan terjadi.

Memangnya seperti apa sih kesenian barongsai itu?

Perlu kamu tahu nih, tarian singa ini terdiri atas dua jenis utama, yaitu Singa Utara dan Singa Selatan. Mengutip tionghoa.info, Singa Utara yang biasa disebut Peking Sai ini memiliki surai ikal dan berkaki empat dengan penampilan yang terlihat lebih natural dan mirip singa. Bulunya lebat dan panjang berwarna kuning dan merah. Sedangkan Singa Selatan memiliki sisik serta jumlah kaki yang bervariasi, antara dua atau empat. Kepala Singa Selatan juga dilengkapi dengan tanduk sehingga kadangkala mirip dengan binatang Kilin.

Baca juga:
Menyaksikan Aksi Menusuk-nusuk Tubuh dalam Pawai Tatung di Singkawang
Tradisi Samseng, Sajian Beragam Makanan di Altar Abu Leluhur saat Imlek

Perbedaan lainnya juga terlihat pada gerakannya. Bila Singa Selatan terkenal dengan gerakan kepalanya yang keras dan melonjak-lonjak seiring dengan tabuhan gong dan tambur, gerakan Singa Utara cenderung lebih lincah dan penuh dinamika karena memiliki empat kaki.

Memiliki 8 elemen dasar dalam permainannya, satu gerakan utama dari tarian barongsai adalah gerakan singa memakan amplop berisi uang yang disebut dengan istilah lay see. Di atas amplop tersebut biasanya ditempeli dengan sayuran selada air chai chin, yang melambangkan hadiah bagi sang singa. Prosesi itu dipercaya dapat membawa keberuntungan kepada si pemberi angpao. Jadi, mereka yang percaya, selalu berlomba-lomba untuk mengisi angpao dengan jumlah besar supaya bisa dapat untung besar juga.

Di Indonesia

Lalu, bagaimana perkembangan tradisi barongsai di Indonesia?

Barongsai diperkirakan masuk ke Nusantara pada abad 17. Saat itu terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Barongsai di Indonesia mengalami masa marak ketika masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan (THHK). Nah, setiap THHK di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai.

Pada 1965 kesenian barongsai sempat berhenti. Pasalnya situasi politik saat itu menjadi kacau akibat meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Ya, karena itulah, pada masa Presiden Soeharto itu segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia akhirnya dilarang, termasuk barongsai yang nggak boleh untuk dimainkan lagi.

Meski saat itu barongsai nggak diizinkan dimainkan, hanya ada satu tempat yang bisa menampilkan barongsai secara besar-besaran. Di mana itu? Di Kota Semarang, tepatnya di panggung besar Kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Kelenteng Gedong Batu.

Nah, di kelenteng tersebut setiap tahunnya pada tanggal 29-30 bulan enam menurut penanggalan Tionghoa (Imlek), barongsai dari keenam perguruan di Semarang, dipentaskan. Walau yang bermain hanya keenam kelompok tersebut, tapi bukan berarti hanya dimainkan oleh orang-orang Semarang saja. Ya, ini karena keenam perguruan tersebut mempunyai anak-anak cabang yang tersebar di Pulau Jawa bahkan sampai ke Lampung.

Nah, di kelenteng Gedong Batu inilah, biasanya barongsai (atau di Semarang disebut juga dengan istilah sam sie) dimainkan bersama dengan liong (naga) dan say (kepalanya terbentuk dari perisai bulat, dan dihias menyerupai barongsai berikut ekornya).

Seiring berjalannya waktu dan perubahan situasi politik di Indonesia, setelah 1998 kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya bisa mulai bangkit. Perkumpulan barongsai kembali bermunculan di berbagai kota dan dipelajari nggak hanya oleh kaum muda Tionghoa, tapi juga nonTionghoa. Ini tentunya berbeda dengan zaman dulu.

Selain itu, dalam perkembangannya, permainan barongsai juga semakin bervariasi dengan dipadukan kesenian lain seperti beladiri wushu. Ini menjadikan gerakan-gerakan yang dilakukan menjadi indah dan serasi dengan musik yang terdengar dari alat musik.

Baca juga:
Penari Lengger Zaman Old Itu Lelaki
Bedhaya Ketawang, Tarian Sakral dari Keraton Surakarta

Well, pada akhirnya kini barongsai di Indonesia sudah dapat dimainkan secara luas dan sudah diperlombakan. Nggak hanya itu saja, pada 9 Agustus 2012 di Jakarta, telah berdiri FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia) yang menjadi wadah dari olahraga barongsai di Indonesia. FOBI akhirnya resmi masuk KONI pada 11 Juni 2013. Jadi, sekarang para pemain barongsai bisa disebut sebagai atlet barongsai.

Banyak mengikuti berbagai kejuaraan-kejuaraan dunia, barongsai Indonesia juga sudah meraih banyak prestasi, lo. Sst, asal kamu tahu nih, Indonesia juga sudah pernah mengalahkan tim barongsai dari Tiongkok yang sudah ribuan tahun lebih dahulu mempelajari barongsai dan juga sudah dapat mengalahkan tim barongsai dari Malaysia yang memang lebih dulu mempelajari barongsai daripada Indonesia. Hebat, kan? (ALE/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024