BerandaPasar Kreatif
Minggu, 11 Nov 2017 18:40

Keramik Klampok Terus Bersolek dan Mematut Diri

Guci-guci hasil karya pengrajin keramik dari Desa Klampok ditampilkan di sepanjang jalan raya Banjarnegara-Klampok. Dari semula menjual poci dan keramik kecil, industri keramik di Klampok berubah menjual karya bernilai seni tinggi. (Connection23.blog

Guci, poci, dan kerajinan keramik lain berderet di sepanjang jalan Desa Klampok, menandakan sentra industri itu mulai bangkit lagi.

Inibaru.id – Klampok hanyalah wilayah kecil di pinggiran Banjarnegara. Desa itu merupakan bagian dari Kecamatan Purworeja-Klampok yang berbatasan langsung dengan Purbalingga. Keberadaannya tak banyak diketahui orang, berkebalikan dengan produk keramiknya yang dikenal sejak lama. Bagi pencinta perabot keramik, nama keramik Klampok tentu familiar di telinga. Keramik ini bercirikan corak warna yang cenderung gelap dengan ornamen yang khas.

Nah, kendati banyak yang gulung tikar dan beralih profesi, sentra keramik di Klampok tetap teguh berdiri hingga kini.

Yang namanya usaha tentu mengalami pasang-surut. Pun demikian dengan kerajinan paling legendaris masyarakat Banjarnegara ini. Namun begitu, potensi ekonomi yang cukup besar tetap ada di sana.

Baca juga:
Jenang Mubarok: Sang Pelopor yang Terus Populer
Sejahterakan Masyarakat Setempat dengan Bisnis Camilan

Dilansir dari Kompas.com (21/12/2010), membuat keramik sudah menjadi keahlian masyarakat Klampok sejak zaman Kolonial Belanda atau sekitar 1930-an. Keramik Klampok mulai menjadi industri rakyat setempat pada 1957.

Usaha pertama didirikan Kandar Admowinoto, eks-pegawai pabrik keramik kepunyaan orang Belanda di Klampok. Kandar mendirikan usaha dengan nama Maendalai,“mendidik anak dalam lapangan industri”.

Selain mendirikan usaha, Kadar yang pernah berprofesi sebagai guru juga Maendalai sebagai “sekolah” teknik kerajinan keramik. Usaha itu berhasil memicu industri serupa tumbuh di Klampok.

Menurut Kabid Perindustrian Disperindakop Banjarnegara Imam Purwadi, keramik Klampok mencapai puncak kejayaan antara 1980-1990-an. Dari hanya tiga perusahaan pada 1960-an, industri kramik di Klampok bertumbuh menjadi 60.

”Sejak itu keramik menjadi ikon kerajinan utama di Banjarnegara. Banyak tenaga kerja yang terserap,” kata Imam.

Namun, pada pertengahan 1990-an, industri keramik Klampok menurun lantaran tak ada regenerasi. Para pendiri perusahaan menua, sedangkan keturunannya tidak mahir. Sementara, tenaga terampil banyak yang memilih kerja di kota atau luar negeri yang bergaji tinggi. Perusahaan pun terpaksa mandek.

Hingga 2010, hanya 24 perusahaan yang tersisa, tapi hanya 11 yang mampu memproduksi hingga akhir karena sisanya tak bisa membakar sendiri. Kendati demikian, secara kualitas dan jangkauan bisnis, industri keramik di Klampok justru meningkat.

Baca juga: 
Gurihnya Bisnis Kacang Macadamia
Hoki Rosie pada Tahu Jeletot

Supriyanti adalah salah satu yang bertahan dan membalikkan keadaan. Mewarisi “Keramik Usaha Karya” dari orang tua pada 1994, ia membenahi manajemen, kualitas produk, dan sasaran pasar. Alih-alih memproduksi poci dan keramik kecil sebagaimana ayahnya, ia berinovasi dengan membuat keramik bercitarasa seni tinggi.

“Saya belajar dari teman seniman di Yogya dan Kasongan,” ujarnya.

Upayanya berhasil. Sejak 1998, Yanti berhasil menembus pasar ekspor. Keramik-keramik cantik dari Klampok berhasil dikirim hingga Korsel, AS, bahkan Eropa. Hal serupa pun diikuti pelaku usaha keramik lain.

Sentuhan seni juga membuat mereka semakin percaya diri mematut karya mereka di etalase-etalase yang didirikan di sepanjang jalan utama Banjarnegara-Klampok. Mereka juga aktif mengikuti pameran di berbagai kesempatan, baik lokal maupun internasional. (GIL/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: