BerandaPasar Kreatif
Jumat, 19 Mei 2022 14:46

Jenama 'Babah Kacamata', Pemberian Pelanggan yang Berumur Panjang

Kemasan Kopi Babah Kacamata masih terlihat konvensional dengan menggunakan plastik bersablon. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Konon, jenama terbaik bukanlah yang kita bikin, tapi pemberian pelanggan yang dipastikan bakal berumur panjang, seperti Kopi Babah Kacamata asal Salatiga ini.

Inibaru.id – Astana, pemilik produsen kopi kenamaan di Kota Salatiga "Babah Kacamata" agaknya nggak bakal lupa gimana usaha warisan orang tuanya ini bermula. Dia mengenang, kopi bubuk dalam kemasan tersebut semula hanya dipasarkan dengan dititipkan ke warung-warung.

Ayahnya, yakni mendiang Warsono, kala itu bahkan nggak memberi merek pada produk kopi bikinannya ini. Dibuntal plastik polosan. Astana mengungkapkan, ayahnya biasa memproduksi sekitar 20 kilogram kopi, lalu dititipkan ke warung-warung di sekitar desanya.

Jenama "Babah Kacamata", lanjutnya, justru muncul dari para pelanggan. Alasannya sederhana, karena Warsono mengenakan kacamata berbingkai tebal. Oya, perlu kamu tahu, babah atau baba adalah sapaan untuk laki-laki.

"Jadi, 'babah kacamata' adalah lelaki berkacamata," terang si bungsu yang sepeninggal Warsono dengan sukarela memutuskan untuk meneruskan usaha kopi sang ayah itu, lalu tersenyum.

Dua Keturunan Warsono

Mendiang Warsono (Babah Kacamata) dan sang istri. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Saat ini, usaha kopi Babah Kacamata dipegang dua dari lima keturunan Warsono, termasuk Astana. Bersama sang kakak, Astana mencoba bertahan sekaligus mempertahankan pelbagai "tradisi" bisnis yang berdiri pada 1965 tersebut. Salah satunya, dia pengin Babah Kacamata menjadi usaha untuk semua orang.

"Saya pengin usaha tetap jalan untuk banyak orang, bukan semata bisnis keluarga,” tegas Astana.

Agar bermanfaat bagi banyak orang, Astana sengaja nggak berjualan secara daring. Produk Babah Kacamata hanya dipasarkan melalui para sales dan reseller yang bebas menentukan patokan harga sendiri-sendiri. Menurut Astana, kedekatan sales dan reseller ini sudah seperti keluarga.

"Kami merasa seperti punya keluarga yang bekerja bersama," ujar lelaki yang mengaku bukanlah pencandu kopi tersebut. "Bakal beda kalau kami monopoli; nggak ada untungnya kalau cuma keluar dari satu lubang."

Aturan yang Tegas

Seorang pelanggan memborong Kopi Babah Kacamata. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Astana dan kakaknya membebaskan harga jual bagi para reseller dan sales mereka. Namun, ada aturan tegas dalam batas minimal pembelian kopi. Untuk jenis roasted bean (biji kopi panggang), pembelian paling sedikit adalah satu kilogram.

Perlu kamu tahu, Babah Kacamata hanya menjual jenis kopi robusta yang disajikan dengan dua bentuk, yakni grounded atau kopi bubuk yang digiling halus dan roasted bean atau biji kopi panggang. Sedari semula mereka memang hanya menyediakan dua produk ini.

Astana mengatakan, salah satu alasan dia menjual minimal satu kilogram roasted bean adalah untuk mencegah para pembeli mengolah kopi Babah Kacamata untuk keperluan lain selain sebagai bahan minuman.

"Kami takut kopi itu dipakai untuk hal lain, misalnya untuk pengharum ruangan atau penghilang bau pada sepatu," ujar Astana.

Bagian dari Masyarakat

Kopi dan berbagai kletikan dan minuman kemasan yang dijual di Kopi Babah Kacamata. (Inibaru.id/ Kharisma Ghana Tawakal)

Toko Kopi Babah Kacamata mudah ditemukan siapa pun lantaran berada di dekat Pasar Raya Salatiga. Di depan toko juga ada spanduk besar sebagai penanda. Namun, kamu mungkin akan sedikit terkecoh saat masuk ke dalamnya, karena tempat itu sejatinya lebih mirip toko kelontong ketimbang pabrik kopi.

Selain menyediakan kopi, toko yang beralamat di Jalan Kalinyamat, Kecamatan Tingkir, ini juga menyediakan pelbagai kletikan dan minuman kemasan, bahkan gula dan sirup berbagai ukuran. Astana mengungkapkan, jualan lain itu sifatnya pendamping, sedangkan produk utamanya tetaplah kopi.

"Masyarakat sekitar sudah tahu kalau jualan utama kami adalah kopi, yang lainnya ini pelengkap," aku Astana.

Hal ini dibenarkan Sugiarti, salah seorang pelanggan setia Babah Kacamata yang mengaku sudah membeli kopi di situ sejak Warsono masih sugeng (hidup). Dia biasa datang ke toko tiap 2-3 minggu sekali untuk menyetok kopi di rumah.

“Saya dan suami suka ngopi sejak lama. Ini selera ya, tapi kopi di sini memang pas di mulut kami,” ujar Sugiarti sembari menenteng beberapa kilogram kopi dalam kantong plastik hitam.

Hal serupa juga diungkapkan Sandima, pemilik angkringan yang terbilang laris di Salatiga. Dia yang membuka angkringan menjelang malam hingga dini hari itu mengungkapkan, salah satu produk yang selalu dicari pembeli adalah kopi panas.

"Untuk mencukupi kebutuhan kopi, saya selalu kulakan di Babah Kacamata," ujarnya, lalu tersenyum riang.

Hm, bikin penasaran, bukan? Kalau kamu ke Salatiga, nggak ada salahnya bawa oleh-oleh kopi merek Babah Kacamata ini ya, Millens! (Kharisma Ghana Tawakal/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024