BerandaPasar Kreatif
Rabu, 9 Mei 2023 08:00

Dibilang Pakan Ternak, Roti Bekatul Ismiyati Justru Tembus Pasar Internasional

Proses pemberian toping roti bekatul di rumah produksi Super Roti Semarang. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Awal-awal penjualan, roti bekatul Ismiyati sering dibilang pakan ternak. Namun, produk keluaran Super Roti Semarang itu kini justru berhasil tembus pasar internasional.

Inibaru.id - Hujatan dan cemoohan telah mengakrabi Ismiyati sejak awal-awal memperkenalkan roti bekatul bikinannya ke masyarakat. Nggak hanya datang dari orang luar, dia bahkan mengaku sempat diremehkan suaminya. Namun, menurutnya, tanggapan negatif itu justru bak pelecut baginya.

"Aku nggak pernah terpancing," ujarnya saat disambangi Inibaru.id di kediamannya yang berlokasi di bilangan Sawah Besar, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, baru-baru ini.

Ya, ketimbang meladeni orang yang meremehkan, Ismiyati lebih memilih untuk mengedukasi mereka tentang manfaat roti bekatul dan fokus pada berjualan kepada target marketnya.

"Aku lebih memilih fokus penjualan di sosial media dan ikut kompetisi bisnis. Kalau juara itu menguntungkan karena sering diliput media. Jadi untuk branding sekaligus edukasi," paparnya.

Diminati Pasar Internasional

Proses pembuatan adonan roti bekatul di rumah produksi Super Roti Semarang. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Semenjak peluncuran kali pertama tahun 2015 silam roti bekatul yang bernama Super Roti ini telah menguasai swalayan dan retail-retail modern terkemuka di Indonesia. Bahkan produk ini sampai menarik minat pasar Internasional.

"Sekarang, roti bekatul telah nangkring di retail-retail modern yang tersebar di Semarang, Bandung, Makassar, Tangerang. Kami juga punya reseller di tiga negara luar negeri diantaranya Singapura, Belgia, dan Belanda," terangnya.

Kesuksesan Mbak Tul, panggilan akrab Ismiyati, dalam membesarkan Super Roti turut berdampak bagi lingkungan sekitar. Banyak warga di lingkungan dia tinggal khususnya ibu-ibu yang bekerja di rumah produksinya.

Nggak hanya menyerap SDM, Mbak Tul juga nggak mau membiarkan saja limbah dari produksi rotinya. Cangkang telur yang melimpah dikumpulkannya. Oleh RW setempat, limbah itu dijadikan pupuk cair. Sedang limbah retur roti bisa dijadikan pakan ikan.

"Jadi nggak ada limbah yang dibuang sisa-sisa," jelasnya.

Sebarkan Resep Roti Bekatul

Adonan roti bekatul yang diproduksi Super Roti Semarang. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Mbak Tul menyadari di Indonesia yang memproduksi roti bekatul secara massal baru dirinya. Dia bertekad untuk menyebarkan resep roti bekatul buatannya agar bisa dimanfaatkan masyarakat secara umum.

"Saya juga membina 40 UMKM di Jawa Tengah. Kadang kita saling berbagi ilmu melalui grup WhatsAap atau sesekali ketemu langsung. Dan saya juga sering diundang jadi narasumber ke luar daerah untuk memberikan pelatihan bagaimana membuat roti bekatul sampai cara memasarkannya," ucap Mbak Tul.

Dengan menebarkan resep roti bekatul, Mbak Tul sama sekali nggak khawatir jika nantinya bermunculan kompetitor. Dirinya justru senang kalau orang binaannya bisa sukses seperti dirinya.

"Termasuk karyawanku kalau ada yang berhasil mengembangkan roti bekatul sendiri aku senang. Karena mereka tau resepnya. Tapi roh dan nyawanya aku yang pegang. Jadi nggak takut kalau warga binaan dan karyawan saya bikin usaha sejenis," kata Mbak Tul.

Saat ini Mbak Tul memproduksi banyak varian roti bekatul. Nggak hanya itu, dia juga masih memproduksi roti berbahan dasar terigu.

"Untuk harga roti bekatul dijual mulai dari Rp8.000-250.000; sedangkan aneka roti terigu mulai dari Rp2.500-135.000," pungkasnya.

Baik roti bekatul maupun terigu bikinan Ismiyati ini harganya masih terjangkau, kan? Jadi, selain dimakan sendiri, Super Roti juga cocok dijadikan oleh-oleh dari Semarang, nih. (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024