BerandaKulinary
Senin, 18 Sep 2022 10:58

Nasi Plontang, si Gurih yang Dibungkus Daun Pisang Berbentuk ‘Bahtera’

Di Jawa Tengah, nasi plontang salah satunya bisa kamu temukan di Kabupaten Sragen. (Kemendikbud)

Saat datang ke Sragen dan kebetulan ada momentum hajatan, kamu bakal bertemu dengan nasi plontang, nasi gurih dengan topping lauk di dalam bungkus takir.

Inibaru.id – Hajatan, kenduri, atau selamatan di kalangan masyarakat Jawa hampir nggak pernah lepas dari cangkingan berupa nasi putih porsi besar didampingi lauk dan sayur kering. Nasi berkat namanya. Namun, selain nasi berkat, sejumlah wilayah di Jawa juga mengenal nasi atau sego plontang.

Beda dengan nasi berkat yang diwadahi besek bambu atau yang modern memakai kardus, nasi plontang biasa diletakkan dalam takir, wadah dari daun pisang dan janur yang dibentuk menyerupai perahu. Karena keunikan bungkusnya ini, orang juga menamainya nasi takir atau takir plontang.

Di Jawa Tengah, nasi plontang bisa kamu temukan di Kabupaten Sragen. Sementara di Jawa Timur, penganan ini cukup terkenal di Kediri, Tulungagung, dan Trenggalek. Makanan ini menjadi syarat atau hidangan wajib dalam perhelatan penting di desa, misalnya jamuan peringatan malam 1 Suro.

So, jangan menyamakan nasi plontang laiknya nasi rames, megono, atau jamblang yang banyak dijual di warung pinggir jalan ya, Millens! Keberadaan penjual nasi plontang yang semakin langka membuatnya hanya bisa dinikmati saat hajatan desa atau tradisi daur hidup manusia, yakni kelahiran dan kematian.

Nasi Uduk dengan Berbagai Lauk

Nasi plontang adalah nasi uduk yang diberi topping berbagai lauk dan sayur. (Kabartrenggalek)

Dibanding nasi berkat, sego plontang memang lebih jarang ditemukan. Di Sragen, sego plontang hanya akan disajikan pada momen tertentu. Dikutip dari Solopos (21/1/2021), masyarakat Sragen memakai nasi plontang untuk menjamu tamu saat bancaan atau sedekah kelahiran, kematian, dan pernikahan.

Sekretaris Desa Krikilan, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen, Aries Rustioko mengatakan, saat ini sego plontang jarang ditemukan dalam keseharian, meski dia berharap suatu saat bisa menjualnya untuk umum dan dikenal sebagai kuliner khas Sragen.

“Semoga, suatu saat sego plontang bisa jadi kuliner khas Sangiran (Sragen) selain bukur,” jelasnya.

Jika nasi berkat identik dengan nasi putih, agak berbeda dengan nasi plontang. Sajian ini terasa lebih spesial karena menggunakan nasi uduk atau orang Jawa bilang, nasi gurih sebagai salah satu kondimen utamanya.

Untuk membuat nasi uduk, beras dimasak dengan air santan yang sudah diberi bumbu rempah. Nah, sebagai pelengkap nasi plontang, orang-orang umumnya menambahkan ayam suwir, kedelai hitam goreng, ikan wader, rempeyek kacang tanah, dan kerupuk.

Kaya Rasa, Sarat Makna

Nasi plontang adalah bagian dari ritual tradisional di Jawa, termasuk bancakan daur hidup manusia. (Kabartrenggalek)

Bukan tanpa alasan nasi plontang disajikan dengan wadah takir. Oya, sebelumnya, perlu kamu tahu, masyarakat Jawa punya beberapa cara untuk membungkus makanan, di antaranya adalah pincuk, tum, tempelang, sudi, samir, pinjung, sumpil, pasung, dan takir.

Khusus untuk takir yang berbentuk seperti biduk atau perahu, wadah ini merupakan simbol kehidupan yang terus mengalir, seperti kapal yang diombang-ambing nasib. Selama lajunya benar dan menempuh jalur yang baik, isi yang ada di dalam bahtera itu bakal utuh.

Inilah salah satu alasan kenapa takir digunakan sebagai wadah nasi plontang, yang biasa diberikan orang sebagai sarana bersedekah, mempererat hubungan antartetangga, hajat besar berupa syukur kepada Tuhan, dan bagian dari “perayaan” daur hidup manusia.

Gimana, menarik kan nasi plontang asal Sragen ini? Selain rasanya yang dijamin bikin lidah bergoyang, penganan yang biasa disajikan dalam porsi satu orang ini rupanya juga memiliki makna mendalam, ya? Kalau ke Sragen, silakan berburu masakan ini sendiri, ya! (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024