BerandaIslampedia
Sabtu, 9 Feb 2018 06:48

Masjid Agung Keraton Surakarta dan Pusat Kegiatan Tradisi Keislaman

Masjid Agung Surakarta, dengan menara ala Qutub Minar di India. (jayakartanews.com/Resti Handini)

Menjadi pusat pelaksanaan dalam penyebaran islam di Solo, Masjid Agung Keraton Surakarta direnovasi tiap berganti pemerintahan. Kini, bangunan bersejarah itu menjadi masjid paling besar di Solo.

Inibaru.id –  Sebagai salah satu daerah yang penyebaran Islam di Tanah Jawa, Solo mewarisi banyak tradisi islam. Salah satunya Masjid Agung Keraton Surakarta.

Masjid ini berada di Jalan Alun-alun Utara, Kedung Lumbu, Pasar Kliwon, Kauman, Kota Surakarta, Jawa Tengah, tepatnya di sebelah barat Alun-alun Utara Keraton Kesunanan Surakarta dan bersebelahan dengan Pasar Klewer Surakarta.

Dibangun oleh Pakubuwono III sekitar 1749, masjid ini nggak hanya berfungsi sebagai masjid jami’, tetapi juga berfungsi untuk mendukung segala keperluan kasunanan yang terkait dengan keagamaan seperti acara Garebeg dan Sekaten. Jika Raja Surakarta sebagai panatagama atau pengatur urusan agama, masjid ini berperan sebagai pusat pelaksanaannya.

Masjid yang mempunyai nama asli Masjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat ini mendapat pengaruh gaya arsitektur Jawa dan Belanda lo, Millens. Penggunaan bahan kayu mendominasi beberapa bagian masjid. Secara keseluruhan, bangunan berbentuk tajug dengan atap tumpang tiga dan berpuncak kubah. Makna tajug bertumpang tiga tersebut adalah pokok-pokok tuntunan Islam, yakni iman, Islam, dan ihsan.

Baca juga:
Melongok Penyebaran Islam di Solo dari Masjid-Masjid Bersejarah
Sunan Bonang dan Dakwah yang Akrab dengan Tradisi

Tahu nggak Millens, kubah Masjid Agung Keraton Surakarta dibangun semasa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IV (1788- 1820), sekaligus peresmian nama aslinya.

Awalnya kubah dibuat dari lapisan emas murni seberat 7,68 kg seharga 192 ringgit lo. Tetapi pada 1843 Saka atau 1921 M, lapisan emas itu diganti dengan bahan metal yang kuat. Berbeda dengan masjid pada umumnya yang berhiaskan bulan sabit atau bintang, kubah masjid ini berbentuk paku yang menancap ke bumi. Itulah simbol dari Pakubuwono yang berarti “penguasa bumi”.

Ciri khas dari masjid terbesar di Kota Solo ini adalah adanya ukiran bermotif bunga bersepuh warna keemasan menghiasi mimbar, mihrab, dan pagar tembok masjid. Daun pintu, jendela, kosen, dan reng, semuanya terbuat dari kayu jati pilihan.

Masjid Agung ini beberapa kali direnovasi, Sobat Millens. Renovasi juga dilakukan oleh Pakubuwono X. Dia membangun sebuah menara di sekitar masjid serta sebuah jam matahari untuk menentukan waktu salat. Pintu masuk masjid pun mengalami perubahan. Pintu bercorak gapuran bangunan Jawa beratap limasan diganti menjadi bercorak Timur Tengah yang terdiri atas tiga pintu. Pintu yang berada di tengah lebih luas dari kedua pintu yang mengapitnya.

Renovasi selanjutnya dilakukan Pakubuwono XIII. Dia membangun kolam yang mengitari bangunan utama masjid. Pembangunan kolam ini dimaksudkan agar setiap orang yang akan masuk ke dalam masjid dalam keadaan bersih. Tapi, karena berbagai alasan, kolam ini tidak lagi difungsikan. Selain itu, Pakubuwono XIII juga membangun ruang keputren dan serambi di bagian depan.

Baca juga:
Al-Mashun, Masjid “Tiga Benua” di Medan
Masjid Menara Kudus, Simbol Toleransi dari Masa Lampau

Renovasi terakhir dilakukan oleh Pemerintah Surakarta. Masih di area masjid, ditambahkan beberapa bangunan dengan fungsi berbeda. Ada perpustakaan, kantor pengelola, dan poliklinik.

Jadi tambah bermanfaat ya, Millens. Asalkan nggak mengubah ciri khas peninggalan kerajaan sih nggak apa-apa ya.

Seperti ditulis laman indonesiakaya.com, sampai saat ini, Masjid Agung Surakarta masih menjadi pusat tradisi Islam di Keraton Surakarta. Masjid ini masih menjadi tempat penyelenggaraan berbagai ritual yang terkait dengan agama seperti Sekaten dan Maulud Nabi, yang salah satu rangkaian acaranya adalah pembagian 1.000 serabi dari raja kepada masyarakat. Kalau Sobat Millens mau, datang aja ya ke Masjid Agung Keraton sewaktu Maulud Nabi. (SR/SA)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: