BerandaInspirasi Indonesia
Sabtu, 22 Des 2023 19:27

Selisik Kampung Tobat Santrendelik; Bermula dari Mengaji di Kedai Kopi

Pengajian mingguan 'Nongkrong Tobat' di Kampung Tobat Santrendelik Semarang hampir selalu dihadiri ratusan bahkan ribuan anak muda pelbagai kalangan yang berasal dari Semarang dan sekitarnya. (Dok Santrendelik)

Forum mengaji kecil-kecilan yang semula digelar di sebuah kedai kopi KnK di Semarang terpaksa dipindahkan ke tempat yang lebih luas karena banyak diminati anak muda, hingga terciptalah Kampung Tobat Santrendelik.

Inibaru.id – Bangku-bangku panjang telah tertata rapi di dalam pendopo joglo yang berada tepat di depan gerbang area Kampung Tobat “Santrendelik” saat saya menyambangi tempat tersebut belum lama ini. Beberapa bangku bahkan diletakkan di luar joglo, baik di sisi kanan, kiri, serta depan.

Kedatangan saya sore itu memang bertepatan dengan kegiatan rutin “tempat ngaji” yang berlokasi di bilangan Kalialang Lama, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang tersebut, yakni pengajian bertajuk Nongkrong Tobat yang biasa digelar saban Kamis malam.

Ikhwan Syaefulloh, satu dari dua pendiri Santrendelik mengatakan, situasi ini jauh berbeda sekitar sedekade lalu, waktu awal-awal tempat yang sejujurnya lebih mirip kafe atau tempat makan bernuansa Jawa alih-alih tempat untuk mengaji agama pada umumnya tersebut pindah ke Kalialang.

“Waktu itu (awal pindah), karena finansial mepet, segalanya berdiri dengan seluruh kesederhanaan. Akses jalan belum ada, jadi kami harus bikin jalan setapak menuju tempat ini,” terangnya mengawali obrolan tentang ihwal mula pendirian Santrendelik.

Berawal dari Kedai Kopi

Kampung Tobat Santrendelik didesain sangat cozy untuk membuat orang-orang merasa nyaman mendengarkan kajian. (Dok Santrendelik)

Sebelumnya, lanjut Ikhwan, pengajian digelar di KnK, sebuah kedai kopi di Jalan Dewi Sartika, Kelurahan Sukorejo, Kota Semarang, yang dimiliki Agung Kurniawan, pendiri Santrendelik yang lain. Berawal dari forum kecil pada 2013, sirkel itu rupanya terus membesar, hingga kafe nggak mampu lagi menampungnya.

“Kami tidak menyangka, peminatnya ternyata banyak, hingga lebih dari 50 orang. Kafe tidak cukup, maka kami pun memilih pindah dan mencoba membuatnya dengan lebih serius,” jelasnya.

Menurut Ikhwan, sesuatu yang nggak dimanifestasi dalam bentuk fisik akan sirna suatu saat. Dari situlah mereka merencanakan untuk mencari tempat yang lebih luas, yang kemudian berjodoh dengan sebidang tanah di Kalialang.

“Ketika tanah itu akhirnya diwakafkan, mau tak mau kami berusaha sekuat tenaga, meski masih dengan seluruh kesederhanaan, untuk menginisiasi forum yang lebih besar,” akunya. “Yang semula hanya untuk memenuhi kebutuhan spiritual pribadi pun jadi meluas, lalu berdirilah Santrendelik.”

Dianggap Aliran Sesat

Salah satu acara di Kampung Tobat Santrendelik yang dihadiri Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (dua dari kiri) beberapa waktu lalu. (Dok Santrendelik)

Awal pindah, imbuhnya, selain masalah finansial, pertentangan dari masyarakat sekitar juga sungguh luar biasa. Nama “Kampung Tobat” yang dipakai Santrendelik pernah dipermasalahkan warga setempat karena dianggap aliran sesat.

“Karena secara fisik belum kelihatan, keberadaan kami dianggap mencoreng nama mereka. Akses jalan menuju Santrendelik bahkan pernah ditutup. Namun, alhamdulillah, perlahan situasi semakin membaik setelah mereka mengenal kami, bahkan hingga men-trigger warga untuk bikin sesuatu, misalnya objek wisata di dekat sini,” kata pengusaha yang bergerak di bidang creative consultant tersebut.

Secara garis besar, Ikhwan mengungkapkan, Santrendelik merupakan tempat mengaji yang inklusif dan cair, dengan sasaran utama anak muda. Kenapa anak muda? Menurutnya, anak muda jarang memiliki ruang untuk belajar agama dengan konsep yang sesuai untuk mereka. Untuk itulah Santrendelik memberi stimulan tersebut.

“Biasanya, anak-anak ngaji karena disuruh orang tua,sedangkan orang tua ngaji karena sudah waktunya, misalnya sebelum menjemput kematian. Lalu, bagaimana dengan anak muda?” ujarnya. “Dari situlah muncul ide ‘kampung tobat’. Tobat adalah perbaikan diri, perlahan, tidak harus serta-merta berhenti. Inilah yang paling dibutuhkan anak muda.”

Mengaji dengan Penuh Kesenangan

Berawal dari kedai kopi, Kampung Tobat Santrendelik dipindahkan ke bilangan Kalialang karena kian diminati anak muda. (Dok Santrendelik)

Ikhwan menuturkan, alasannya mendirikan Santrendelik sejatinya sangatlah sederhana, yakni ingin kembali mengulang masa kecil saat mengaji dalam keriuhan dan penuh kesenangan, yang mana sempat terlupakan karena tergerus tuntutan memenuhi kebutuhan hidup.

“Maka, kebutuhan mengaji di Santrendelik tidak hanya untuk belajar agama, tapi juga belajar bergaul, sains, dan lain-lain. Bahkan, diskusi remeh-temeh juga nggak apa-apa, karena yang penting menyenangkan serta berimbas positif,” tukasnya.

Dari segi penamaan, Ikhwan juga merasa nggak harus mengikuti kebanyakan komunitas bercita rasa Islam yang mengadopsi nama bergaya arabik, tapi justru memunculkan ke-Indonesia-an yang kuat dan berkarakter. Maka, tercetuslah nama Santrendelik.

“(Penamaan) ini spontan saja. Santrendelik, yang memunculkan karakter yang kuat dan bernuansa kontemporer,” tandasnya, yang sekaligus mengakhiri obrolan kami sore itu.

Menurut saya, konsep kontemporer itu nggak hanya terbatas dalam penamaan Santrendelik, tapi juga konsep pengajiannya yang edgy. Tempatnya pun cozy, yang sejujurnya lebih mirip kafe atau tempat makan bernuansa Jawa yang bikin betah tinggal berlama-lama. (Siti Khatijah/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024