BerandaInspirasi Indonesia
Minggu, 1 Jul 2023 14:00

Kunci Bertahan Jadi Perajin Tempe: Harus Telanten!

Potret tempe milik Pak Jumadi. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Seorang perajin tempe legendaris di Kota Semarang, Jumadi, menyebut kunci usahanya bisa bertahan puluhan tahun karena telaten dan sabar.

Inibaru.id - Tempe menjadi sumber kehidupan bagi keluarga Jumadi. Sudah puluhan tahun dia memproduksi olahan kedelai di rumahnya yang terletak di Jalan Medoho, Kelurahan Pandean Lamper, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang.

Usaha tempe milik lelaki yang akrab disapa Pak Jum tersebut bisa dibilang salah satu usaha tempe legendaris di Kota Atlas. Bagaimana tidak, Pak Jum sudah menjajakan panganan favorit orang Indonesia itu sejak tahun 1960.

"Bisa dibilang warisan keluarga, saya dipercaya meneruskan usaha tempe milik bapak saya dari tahun 1975," ucap Pak Jum pada Inibaru.id belum lama ini.

Sejak remaja, Pak Jum mengaku sudah sering membantu ayahnya. Dari pagi buta, dia sudah bangun untuk pergi memilah kedelai dari tengkulak, hingga proses pembuatan tempe yang memakan waktu sampai dua hari.

Dari zaman Orde Baru hingga Reformasi, Pak Jum sudah kenyang dengan manis pahitnya jadi pengrajin tempe. Untuk tantangan pada zaman sekarang ini, tentu saja soal harga kedelai yang tidak stabil.

"Pasar kedelai dikuasai importir, harga kedelai impor sering naik-turun. Dalam sehari kadang bisa dua kali naik. Ini sering menyusahkan pengrajin kecil seperti saya," keluh Pak Jum.

Harus Telaten

Jumadi sedang mengadu-aduk kedelai yang digodok. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Menurut Pak Jum, kunci menjadi pengrajin tempe agar bisa bertahan puluhan tahun adalah harus pandai mengakali produksi ketika harga kedelai impor sedang naik.

"Tempe kan bikinnya susah, tapi rezekinya manis. Saya bilang apa adanya. Tapi harus sabar dan telaten juga," beber Pak Jum.

Kendati sering dibuat pusing dengan kenaikan harga kedelai impor yang tidak menentu. Pak Jum tidak pernah berhenti memproduksi tempe.

"Tergantung produksinya. Misal saya produksi 100 kilogram, maka saya bisa dapat keuntungan bersih kisaran Rp500-600 ribu," kata Pak Jum.

Lantaran saat ini seorang diri dalam membuat tempe, Pak Jum tidak bisa memproduksi tempe dalam jumlah besar seperti dulu. Pandemi Covid-19 dua tahun lalu turut menjatuhkan usahanya.

"Sebelum Covid-19 saya dibantu empat pegawai. Karena pendapatan terus anjlok, saya dengan terpaksa memberhentikan semua pegawai," kenang Pak Jum.

Mencari Penerus

Jumadi sedang mengecek tempe-tempe sebelum diedarkan ke pasar setempat. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Pak Jum yang kini berusia 66 tahun ingin segera melimpahkan usahanya pada anaknya. Namun ketiga anak Pak Jum belum ada yang tertarik melanjutkan usahanya tersebut.

"Sebenarnya saya sudah lama pengin istirahat. Hidup saya dan istri sudah cukup. Sekarang pengin momong cucu saja," tuturnya.

Tapi, sama dengan usaha legendaris pada umumnya, mencari generasi penerus agar usaha tetap tegak berdiri bukanlah sesuatu yang mudah. Yang bisa dilakukan Pak Jum hingga saat ini adalah tetap memproduksi tempe setiap hari, memenuhi kebutuhan pasar agar pasokan tempe di Semarang dan sekitarnya nggak berkurang. Semoga usaha tempe legendaris milik Pak Jum tetap bertahan dalam waktu yang lama ya, Millens! (Fitroh Nurikhsan/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

KPU Jateng Fasilitasi Debat Cagub-Cawagub Tiga Kali di Semarang

4 Okt 2024

Masih Berdiri, Begini Keindahan Bekas Kantor Onderdistrict Rongkop Peninggalan Zaman Belanda

4 Okt 2024

Gen Z Cantumkan Tagar DESPERATE di LinkedIn, Ekspresikan Keputusasaan

4 Okt 2024

Sekarang, Video Call di WhatsApp Bisa Pakai Filter dan Latar Belakang!

4 Okt 2024

Mengapa Banyak Anak Muda Indonesia Terjerat Pinjol?

4 Okt 2024

Ini Waktu Terbaik untuk Memakai Parfum

4 Okt 2024

Wisata Alam di Pati, Hutan Pinus Gunungsari: Fasilitas dan Rencana Pengembangan

4 Okt 2024

KAI Daop 4 Semarang Pastikan Petugas Operasional Bebas Narkoba Lewat Tes Urine

4 Okt 2024

Indahnya Pemandangan Atas Awan Kabupaten Semarang di Goa Rong View

5 Okt 2024

Gelar HC Raffi Ahmad Terancam Nggak Diakui, Dirjen Dikti: Kampusnya Ilegal

5 Okt 2024

Kisah Pagar Perumahan di London yang Dulunya adalah Tandu Masa Perang Dunia

5 Okt 2024

Penghargaan Gelar Doktor Honoris Causa, Pengakuan atas Kontribusi Luar Biasa

5 Okt 2024

Ekonom Beberkan Tanda-Tanda Kondisi Ekonomi Indonesia Sedang Nggak Baik

5 Okt 2024

Tembakau Kambangan dan Tingwe Gambang Sutra di Kudus

5 Okt 2024

Peparnas XVII Solo Raya Dibuka Besok, Tiket Sudah Habis Diserbu dalam 24 Jam

5 Okt 2024

Pantura Masih Pancaroba, Akhir Oktober Hujan, Masyarakat Diminta Jaga Kesehatan

6 Okt 2024

Pasrah Melihat Masa Depan, Gen Z dan Milenial Lebih Memilih Doom Spending

6 Okt 2024

Menikmati Keseruan Susur Gua Pancur Pati

6 Okt 2024

Menilik Tempat Produksi Blangkon di Gunungkidul

6 Okt 2024

Hanya Menerima 10 Pengunjung Per Hari, Begini Uniknya Warung Tepi Kota Sleman

6 Okt 2024