BerandaHits
Selasa, 11 Nov 2024 07:17

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

Sebanyak 50 ribu liter susu dibuang dalam aksi solidaritas. (Antara/Aloysius Jarot Nugroho)

Puluhan ribu liter susu yang dibuang oleh peternak susu Boyolali adalah wujud protes kepada industri pengolahan susu (IPS) dan Pemerintah Indonesia. Mereka berharap pemerintah segera memberikan solusi dari keadaan yang merugikan produsen susu dalam negeri ini.

Inibaru.id - Sejak dulu kita tahu bahwa Boyolali adalah kabupaten penghasil susu sapi. Saking banyaknya peternak susu sapi di sana, Boyolali sampai mendapatkan julukan sebagai Kota Susu. Bukan suatu yang berlebihan karena Berdasarkan data dari Buku Provinsi Jawa Tengah dalam Angka 2024, jumlah sapi perah dan produksi susu sapi di Kabupaten Boyolali ada di peringkat pertama.

Menurut data dari buku Kabupaten Boyolali dalam Angka 2024 tentang Populasi Ternak Menurut Kecamatan dan Jenis Ternak di Kabupaten Boyolali, tahun 2023 lalu, jumlah sapi di Kabupaten Boyolali mencapai 114.899 ekor. Sementara itu, produksi susu sapi di Kabupaten Boyolali sebanyak 37,8 juta liter per tahun.

Sayangnya, hal itu nggak lantas membuat para peternak sapi dan pengepul susu merasa tenang. Susu yang mereka produksi setiap harinya nggak mampu terserap sepenuhnya oleh industri pengolah susu (IPS) karena adanya pembatasan kuota.

Itulah yang menjadi latar belakang ratusan peternak sapi perah, loper, hingga pengepul susu sapi di Boyolali, Jawa Tengah menggelar protes pada Sabtu (9/11/2024) lalu. Aksi mereka diwarnai dengan membuang susu dan mandi susu di Tugu Patung Susu Tumpah, Kota Boyolali.

“Total ada 50 ribu liter susu yang dibuang dalam aksi solidaritas ini. Jika di rupiahkan, uang yang dibuang dalam aksi ini mencapai Rp 400 juta,” ujar koordinator aksi, Sriyono Bonggol.

Alasan Membatasi Pasokan Susu

Tugu Patung Susu Tumpah, lokasi aksi protes para peternak dan pengusaha susu di Boyolalli. (Antara/Aloysius Jarot Nugroho)

Dalam audiensi, Dinas Peternakan dan Perikanan Boyolali menerima audiensi para penampung yang mewakili para peternak sapi perah di wilayahnya yang produksinya dibatasi oleh Industri Pengolahan Susu (IPS).

"Untuk menyelesaikan ini, butuh waktu untuk ketemu dengan IPS. Ada apa IPS tiba-tiba mengurangi penerima pasokan susu. Kami berharap bisa kembali normal seperti sebelumnya," ujar Kepala Dinas Peternakan Boyolali, Lusia Dyah Suciati.

Ia mengutip pernyataan para pengepul bahwa alasan IPS membatasi pasokan susu karena adanya perawatan pabrik, konsumen menurun, dan perbaikan standar kualitas.

Sementara, sejumlah KUD menghadapi masalah kelebihan produksi ini gara-gara IPS mengurangi jumlah yang biasa diterima. KUD Mojosongo, misalnya, setiap hari menerima susu dari peternak rata-rata 23.000 liter. Kalau seluruh koperasi di Boyolali bisa menampung 140.000 liter per hari, tetapi yang mampu terserap di industri baru sekitar 110.000 liter per hari. Artinya ada kelebihan produksi dari peternak yang tidak mampu terserap pabrik 30.000 liter per hari.

“Itu yang kemudian menyebabkan susu yang tak dibeli IPS kembali ditampung di mesin pendingin, sehingga overload. Terjadilah fenomena membuang susu sapi di wilayah Boyolali hingga Pasuruan, Jawa Timur,” kata Lusia.

Menunggu Solusi Pemerintah

Permasalahan seserius ini memang membutuhkan peran pemerintah ya, Millens? Namun, sejauh ini, pemerintah belum bertindak untuk mengatasi kelebihan pasokan susu peternak di Boyolali.

Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pembangunan Saan Mustopa mengatakan, pemerintah seharusnya mendukung para peternak lokal di tengah gempuran suplai susu dari luar negeri.

"Kita berharap petani atau peternak lokal yang terkait terutama peternak sapi perah untuk susu, tetap mendapatkan prioritas perhatian dari pemerintah," katanya, dikutip dari Antara.

Ya, di tengah gempuran susu impor yang menjadi saingan berat susu lokal, pemerintah harus mencari solusi dengan mengeluarkan kebijakan yang strategis demi menyelamatkan para peternak yang memproduksi susu dalam negeri. Semoga kabar baik itu segera datang, ya! (Siti Khatijah/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024