BerandaHits
Rabu, 20 Feb 2018 12:10

Wayang Potehi Dulu dan Kini

Herdian Chandra Irawan menunjukkan wayang potehi miliknya. (Inibaru.id/Luthfi)

Selalu ada perubahan seiring perkembangan zaman, termasuk Wayang Potehi. Nah, beginilah gambaran wayang potehi dari dulu hingga sekarang.

Inibaru.id – Menjadi salah satu kesenian “adopsi” membuat wayang potehi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Diperkirakan sudah ada sejak Dinasti Jin di Tiongkok dan telah berusia sekitar 3.000 tahun, potehi terus mengalami perubahan, termasuk ketika masuk Indonesia dan menjadi tontonan khas di pecinan saat ini.

Wayang potehi merupakan pertunjukan opera dari Tiongkok yang menggunakan boneka berbahan kain. Ini merujuk pada akar kata potehi yang berasal dari bahasa Mandarin, yakni pou (kain), te (kantong), dan hi (boneka). Diperkirakan, kesenian tua ini berkembang di Indonesia melalui pedagang Tiongkok yang datang ke Indonesia sekitar abad ke-16.

Namun, sumber dari mulut ke mulut mengatakan, wayang yang dimainkan di dalam kotak yang diberi penerangan ini justru dipopulerkan oleh lima pesakitan yang mendapat hukuman mati semasa penjajahan Jepang. Berkat permainan wayang potehi yang apik, mereka dibebaskan dan diberi tugas baru untuk menghibur banyak orang.

Baca juga:
Mengulik Wayang Potehi dari Sejarah hingga Ceritanya
Akulturasi Fesyen Tionghoa-Indonesia dalam Kebaya dan Batik

Umumnya, wayang potehi mengisahkan cerita-cerita legenda dan kisah klasik Tiongkok. Pada awal perkembangannya di Indonesia, wayang potehi diceritakan dengan bahasa Mandarin logat Hokkian. Namun, kini para dalang mulai menggunakan bahasa yang dicampur dengan bahasa Indonesia.

Dalang wayang potehi asal Semarang, Herdian Chandra Irawan (48), mengatakan, pencampuran bahasa ini bertujuan agar orang Indonesia pun tahu apa yang diceritakan dalang. Kendati begitu, lanjutnya, mendiang ayahnya yang merupakan salah seorang dalang potehi legendaris Kota Lunpia, Thio Tiong Gie, masih menggunakan bahasa Hokkian.

“Kalau papa dulu masih bisa fasih pakai bahasa Hokkian. Kalau saya cuma di awal dan akhir aja yang pakai Hokkian. Selebihnya ya bahasa Indonesia,” ungkap pria bersahaja tersebut.

Herdian mengungkapkan, cerita wayang potehi yang dimainkannya selama ini biasanya diambil dari legenda Tiongkok. Menurutnya, pernah ada satu masa ketika Semarang menjadi salah satu kota yang terkenal dengan kesenian wayang tersebut. Namun, kini pamor itu mulai meredup karena ketiadaan regenerasi.

Dalam penilaiannya, dalang dan kru wayang potehi zaman dahulu terbilang galak. Anak kecil waktu itu nggak boleh menyaksikan wayang dari dalam panggung. Itu membuat anak-anak zaman dahulu susah belajar potehi, pun demikian halnya dengan Herdian.

Herdian mengaku nggak pernah belajar langsung wayang potehi dari ayahnya yang merupakan dalang potehi kondang di Semarang. Pemimpin Tek Gie Hien ini mengatakan, dia belajar secara autodidak lewat pelbagai referensi, mulai dari kerabat hingga berselancar ke internet.

Situasi ini, imbuhnya, jauh berbeda dengan di Gudo, Jombang. Regenerasi wayang potehi di sana, kata dia, cukup subur. Terbukti, banyak komunitas wayang potehi yang berdiri di Gudo. Pegiat potehi pun sudah nggak lagi didominasi warga keturunan Tionghoa. Banyak pula yang merupakan penduduk "pribumi".

Baca juga:
Go International, "Pengabdi Setan" Bakal Tayang di 42 Negara
"Black Panther", Menjelajahi Wakanda bersama Sang Superhero

 “Ya, di Gudo banyak dalang potehi yang beragama Islam lo,” ujar laki-laki yang juga dikenal sebagai pegiat barongsai tersebut.

Yeah, begitu banyak perubahan dan perkembangan wayang potehi di negeri ini. Millens, satu hal yang kudu kamu ingat, kendati berasal dari Tiongkok, wayang potehi, sebagaimana wayang kulit yang banyak mengadopsi cerita Ramayana dan Mahabarata dari India, juga termasuk kesenian Indonesia lo. Yuk, bareng-bareng kita lestarikan! (IF/GIL)

 

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: