Inibaru.id – Kendati acap kali disebut sebagai etnis “pendatang”, masyarakat Tionghoa sejatinya sudah lama menjadi bagian dari negeri ini. Sejumlah budaya Tionghoa juga mengalami akulturasi dengan dunia “lokal”. Salah satunya adalah dalam bidang fesyen, misalnya Kebaya Encim dan Batik Lasem.
Kebaya encim menjadi salah satu kebaya yang cukup diminati perempuan Indonesia belakangan ini. Encim berasal dari bahasa Betawi “enci” yang berarti perempuan yang sudah menikah. Namun, ada pula yang berpendapat kata encim berasal dari bahasa Mandarin “cici” yang berarti perempuan.
Kebaya ini mulai dikenal di Jakarta pada masa penjajahan Belanda. Kala itu, sejumlah nyonya Belanda memakai kebaya saat hadir pada acara pernikahan. Melihat hal tersebut, warga Tionghoa yang ada di Jakarta pun berinisiatif membuat kebaya encim.
Baca juga:
Mengulik Wayang Potehi dari Sejarah hingga Ceritanya
Wayang Potehi Dulu dan Kini
Saat itu, kebaya encim hanya digunakan nyonya atau nyai yang kaya karena harganya kurang pas di kantong masyarakat biasa.
Desainer kebaya Lenny Agustin, seperti dikutip dari Cnnindonesia.com (28/1/2017) mengatakan, ciri khas kebaya encim terletak pada model kebayanya. Bagian leher kebaya encim, ungkapnya, menyerupai huruf V dan berenda, sedangkan bagian bawah kebayanya berbentuk kerucut.
Selain itu, kebaya encim juga cenderung memiliki warna cerah dan kontras seperti kuning dan merah. Motif yang ada pada kebaya encim pun sangat bercitarasa Tiongkok, yakni dengan ornamen bunga peony.
Saat ini, kebaya encim sudah dipakai masyarakat umum di seluruh Indonesia. Sejumlah kontes dan fashion show pun digelar khusus untuk menyajikan kebaya hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia ini, misalnya fashion show pada Pasar Imlek Semawis 2018 yang digelar menjelang Tahun baru Imlek beberapa waktu lalu.
Serupa dengan kebaya encim, akulturasi fesyen juga terlihat dalam pembuatan batik, salah satunya pada Batik Lasem. Mahligai-Indonesia.com (19/2/2017) menulis, motif yang ada pada batik lasem merupakan percampuran antara motif Jawa seperti parang, lereng, kawung, atau udan liris dengan motif Tiongkok.
Baca juga:
Lasem, Kota Pusaka yang Lambangkan Persatuan
Lika-Liku Imlek Nusantara
Konon, akulturasi ini tercipta saat anak buah Laksamana Cheng Ho, Bi Nang Un dan istrinya, menetap dan membuat batik di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Karya tersebut terus dikenal hingga kini dan terus dirawat sebagai warisan budaya setempat.
Hm, betapa indahnya akulturasi ya, Millens! (IF/GIL)