Inibaru.id - Perundungan adalah permasalahan serius di dunia pendidikan Indonesia. Aksi kejahatan ini bisa terjadi di setiap satuan pendidikan, bahkan di lingkungan pendidikan dokter. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, seorang peserta didik Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) melakukan aksi bunuh diri diduga karena mengalami perundungan.
Dalam penyelidikannya, polisi menemukan sejumlah petunjuk. Salah satunya adalah suntikan berisi obat penenang. Dokter muda tersebut diduga mengakhiri hidupnya karena nggak kuat menjadi korban perundungan selama mengikuti PPDS.
Karena peristiwa itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan Program Anestesi Undip yang ada di RSUP Dr Kariadi, Semarang. Keputusan itu tertuang dalam surat nomor: TK.02.02/D/44137/2024 yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Azhar Jaya pada 14 Agustus 2024. Surat ditujukan kepada Direktur Utama RSUP Dr. Kariadi.
"Sehubungan dengan dugaan terjadinya perundungan di Program Studi Anestesi Universitas Diponegoro yang ada di RSUP dr. Kariadi yang menyebabkan terjadinya bunuh diri pada salah satu peserta didik program studi anestesi Universitas Diponegoro, maka disampaikan kepada saudara untuk menghentikan sementara program studi anestesi di RSUP Dr. Kariadi sampai dengan dilakukannya investigasi dan langkah-langkah yang dapat dipertanggungkan oleh jajaran Direksi Rumah Sakit Dr. Kariadi dan FK Undip," demikian isi surat tersebut.
Perundungan Terjadi Sejak Lama
Perundungan di Fakultas Kedokteran nggak hanya terjadi di Undip. Faktanya praktik perundungan dokter muda sudah berlangsung puluhan tahun di seluruh Indonesia. Menurut pengamatan Menkes Budi Gunadi Sadikin tingkat perundungan jumlahnya hampir mendekati 100 persen.
“Ada dokter yang memberikan layanan sangat buruk dan kasar kepada pasien. Sesudah kami cek, ternyata yang bersangkutan adalah peserta didik dokter spesialis yang kemudian stres karena memang mendapatkan perlakuan dan juga jam kerja yang sangat jauh di luar norma,” ujar Budi Gunadi Sadikin saat konferensi pers pada 17 Agustus 2023.
Kala itu sebagai Menkes, Budi pun mengaku terkejut karena banyak bukti terkait tindakan perundungan.
“Kata-kata yang sangat kasar, ngomong mengenai binatang ke anak-anak. Ada kata-kata yang sangat rasialis. Malah juga ada buku panduan yang harus diikuti, apa yang di situ menurut kami tidak pantas dan tidak ada hubungannya sama sekali dengan pendidikan,” sambungnya.
Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa praktik ini kerap dilakukan dengan dalih sebagai salah satu cara untuk membentuk karakter dokter yang tangguh baik secara fisik maupun mental. Padahal, hal itu bisa dibentuk tanpa harus dengan cara kekerasan.
Selain itu, seharusnnya dalam institusi pendidikan dokter juga harus diutamakan untuk menanamkan rasa empati agar bisa diaplikasikan kepada pasien, bukan malah melakukan kekerasan.
“Perundungan ini biasanya digunakan dengan alasan bahwa kita mesti membentuk karakter dokter-dokter mudanya. Saya setuju karakter dokter-dokter itu harus dibentuk tapi bukan hanya dengan kekerasan,” kata Budi Gunadi, Kamis (15/8/2024).
“Untuk bisa mencapai atau membentuk ketangguhan yang bersangkutan, tapi juga harus dibentuk rasa empatinya kepada pasien, cara komunikasinya. Bukan dengan kekerasan,” sambung Budi.
Turut prihatin dengan kejadian yang menimpa salah seorang mahasiswa FK Undip ini. Semoga perundungan di dunia kedokteran nggak ada lagi setelah peristiwa ini! (Siti Khatijah/E07)