Inibaru.id – Stigma bahwa laki-laki lebih tangguh dan tahan banting ketimbang perempuan masih kuat hingga sekarang. Bahkan, ada yang menyebut laki-laki nggak mudah sedih atau menangis daripada perempuan. Tapi, di balik stigma macho ini, nyatanya lebih banyak laki-laki bunuh diri daripada perempuan. Apakah berarti stigma ini nggak sesuai?
Nova Riyanti Yusuf, Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi di sebuah webinar yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Senin (11/12/2023) mengungkap bahwa ide untuk melakukan bunuh diri memang lebih banyak dipikirkan oleh perempuan. Tapi, angka eksekusi untuk melakukannya justru lebih tinggi laki-laki.
Nova nggak asal cuap. Dia menilik Hasil Survei Nasional Kesehatan Berbasis Sekolah di Indonesia 2015. Dari data itu, ide untuk melakukan bunuh diri perempuan mencapai 5,9 persen, lebih banyak dari laki-laki yang hanya 4,33 persen. Tapi, percobaan bunuh diri laki-laki mencapai angka 2,59 persen, sedikit lebih banyak dari perempuan yang hanya 2,2 persen.
“Kok bisa begitu? Kalau dari riset saya, perempuan cenderung tiga kali lebih besar punya masalah emosional dari laki-laki sehingga punya ide bunuh diri lebih besar. Tapi, soal determinasi untuk melakukannya, masih kalah dari laki-laki,” terang Nova.
Hal serupa diungkap Ketua Komunitas Setitik Cahaya Genz Bony Haning. Dia menyebut perempuan punya tingkat depresi lebih besar. Tapi, laki-laki lebih nekat untuk melakukan percobaan bunuh diri.
“Sepertinya hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa laki-laki harus terlihat tangguh dan tegar. Mereka pun jadi nggak bisa membicarakan perasaaannya. Makanya, depresi pada laki-laki terkadang nggak terlihat. Ada yang larinya ke workaholic, kerja terus nggak kenal waktu padahal di hatinya sedang terluka. Kalau di satu titik sudah nggak bisa lagi menata perasaannya, mereka bisa bunuh diri begitu saja,” ungkap Bony sebagaimana ditulis Rri, (11/1/2024).
Setali tiga uang dengan Bony, Nova juga menyayangkan budaya patriarki di Indonesia yang ternyata juga membuat laki-laki menjadi korban. Mereka sejak kecil dididik nggak boleh sedih, nggak boleh menangis. Kalau mengungkapkan perasaannya, dianggap sebagai laki-laki yang lemah. Padahal, layaknya perempuan, laki-laki juga kerap didera masalah dan pasti membutuhkan orang untuk setidaknya mendengarkan keluhannya.
“Sayangnya memang laki-laki lebih jarang mencari bantuan untuk kesehatan mental dari perempuan. Kalau mereka nggak sadar sedang membutuhkan kesulitan, bisa saja mereka akhirnya melakukan hal-hal buruk seperti narkoba atau alkohol, yang justru membuat mereka semakin meningkatkan risiko melakukan bunuh diri,” ungkap psikolog Jill Harkav-Friedman dari American Foundation for Suicide Prevention.
Setidaknya kita sudah tahu ya salah satu akar permasalahan yang membuat laki-laki cenderung lebih mudah melakukan bunuh diri dari perempuan. Semoga saja semakin banyak orang yang menyadari hal ini dan memberikan kesempatan bagi siapa saja, baik itu laki-laki atau perempuan mengungkapkan perasaannya, menjelaskan masalah yang mereka alami, atau setidaknya ditemani agar mereka nggak merasa sendirian di dunia. Hal ini tentu bisa menekan angka bunuh diri. (Arie Widodo/E10)