Inibaru.id – Belakangan ini, banyak orang di berbagai daerah Indonesia mengeluhkan suhu udara yang terasa sangat panas, terutama pada siang hari. Nggak sedikit yang mengira kalau ini disebabkan oleh global warming atau anomali cuaca.
Salah satunya adalah Tari, warga Sampangan yang bekerja di kawasan Jalan Pemuda Kota, Semarang. Dia keheranan karena suhu udara di luar ruangan sangat menyengat, tapi terkadang bisa tiba-tiba turun hujan meski sebentar.
"Ini tanda global warming atau memang cuaca belakangan memang sudah nggak jelas, ya? Sudah Semarang ini aslinya memang panas, belakangan terasa sangat menyengat," keluhnya pada Senin (13/10/2025).
Buat kamu yang juga penasaran seperti Tari, fenomena udara terik akhir-akhir ini punya penjelasan ilmiah yang menarik, lo. Salah satunya adalah karena kulminasi matahari. Apaan sih itu?
Matahari Sedang “Tepat di Atas Kepala”
Kulminasi matahari adalah kondisi saat posisi matahari berada tepat di atas kepala pengamat atau di titik zenith. Fenomena ini terjadi dua kali dalam setahun di wilayah tropis seperti Indonesia. Nah, belakangan ini, kulminasi matahari dimulai di wilayah utara Indonesia sekitar 9 September dan akan berakhir di bagian selatan sekitar 18 Oktober 2025.
Ketika fenomena ini berlangsung, radiasi sinar matahari yang diterima permukaan bumi berada pada titik maksimal. Artinya, panas yang dirasakan tubuh kita pun meningkat, terutama di siang hari. Nggak heran kalau akhir-akhir ini jalanan terasa menyengat, dinding rumah cepat panas, dan banyak orang jadi lebih sering ngadem di ruangan ber-AC.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan bahwa panas yang kita rasakan juga dipengaruhi oleh posisi matahari yang kini bergeser ke arah selatan. Akibatnya, pertumbuhan awan hujan di wilayah selatan Indonesia mulai berkurang. “Jadi, tidak ada awan yang menutupi sinar matahari langsung. Inilah yang membuat udara terasa lebih panas,” jelasnya sebagaimana dinukil dari Detik, Senin (13/10).
Puncak Panas Tahunan
Kalau kamu pikir ini hal yang nggak biasa, tenang saja. Menurut BMKG, suhu udara rata-rata di Indonesia memang selalu mencapai puncaknya pada periode Oktober hingga November. Berdasarkan data suhu rata-rata dari 1991–2020 yang dicatat lembaga ini, suhu pada dua bulan ini berada di kisaran 27,0 derajat Celsius alias tertinggi sepanjang tahun. Sementara suhu terendah biasanya terjadi pada Juli–Agustus, yaitu sekitar 26,1–26,2 derajat Celsius.
Menariknya, setelah melewati puncak panas ini, posisi matahari akan semakin condong ke selatan dan mulai memanaskan wilayah Samudra Hindia. Fase ini juga berperan dalam mengatur pergeseran sabuk hujan (ITCZ) dan pola angin muson, yang secara nggak langsung menjadi tanda datangnya pancaroba atau masa peralihan menuju musim hujan.
Masih Normal, Tapi Tetap Waspada
Meski terasa menyengat, BMKG menegaskan suhu panas saat ini masih dalam kategori normal, yaitu di kisaran 31–34 derajat Celsius. Jadi, belum perlu panik apalagi mengira sedang ada gelombang panas, ya!
Yang pasti, penting buat kita menjaga kondisi tubuh agar nggak dehidrasi. Perbanyak minum air putih, hindari terlalu lama beraktivitas di bawah sinar matahari, dan gunakan pakaian yang nyaman serta berwarna terang saat berada di luar ruangan, Gez!
Jadi, kalau kamu ngerasa gerah akhir-akhir ini, itu bukan sekadar perasaan, kok. Memang mataharinya lagi “tepat nongkrong” di atas kepala! Bertahan sebentar lagi saja, karena setelah November berakhir, biasanya udara bakal mulai lebih bersahabat dan hujan lebih sering turun. (Arie Widodo/E07)
