Inibaru.id – Presiden Joko Widodo telah mengesahkan dokumen Strategi Kebudayaan melalui Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2022 pada 14 September 2022. Meski butuh empat tahun untuk mengesahkannya, Koalisi Seni tetap mengapresiasi penerbitan Perpres ini.
Dengan demikian, Indonesia telah menyelesaikan penyusunan tiga dari empat dokumen pedoman Pemajuan Kebudayaan, yaitu: Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten/Kota, PPKD Provinsi, serta Strategi Kebudayaan.
“Pekerjaan rumah pemerintah selanjutnya adalah menyusun Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) berdasarkan Strategi Kebudayaan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 UU Pemajuan Kebudayaan,” kata Manajer Advokasi Koalisi Seni Hafez Gumay di Jakarta, Kamis (22/9/2022).
Ketua Koalisi Seni Kusen Alipah Hadi menambahkan, pemerintah harus memastikan visi pemajuan kebudayaan yang sudah dirumuskan dalam Strategi Kebudayaan mampu diterjemahkan dengan baik. “Agar nantinya RIPK dapat diimplementasikan menjadi program nyata,” ujarnya.
Perpres Strategi Kebudayaan ini merupakan bab vital karena menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah, serta setiap orang dalam melaksanakan pemajuan kebudayaan. Di dalamnya memuat tujuh masalah pokok pemajuan kebudayaan yang perlu dijawab sebagai isu strategis.
Adapun lima pasal di dalamnya secara umum mengatur peran dokumen Strategi Kebudayaan serta mekanisme peninjauan kembali. Sementara, cetak biru Indonesia dalam menjalankan pemajuan kebudayaan dijabarkan lebih komprehensif dalam tujuh lampiran yang merupakan bagian nggak terpisahkan dari Perpres ini.
Bentuk Strategi Kebudayaan Indonesia
Dalam lampiran satu Perpres Strategi Kebudayaan dijelaskan, visi pemajuan kebudayaan Indonesia untuk 20 tahun ke depan adalah mewujudkan “Indonesia bahagia berlandaskan keanekaragaman budaya yang mencerdaskan, mendamaikan, dan menyejahterakan”.
Visi tersebut diturunkan dalam tujuh isu strategis yang merupakan resolusi Kongres Kebudayaan Indonesia 2018. Ketujuh isu membahas pengerasan identitas primordial, meredupnya khazanah tradisi dalam gelombang modernitas, perkembangan teknologi informatika yang tidak dipimpin kepentingan nasional, pertukaran budaya yang timpang dalam tatanan global, pembangunan yang merusak lingkungan hidup dan berpengaruh negatif terhadap kebudayaan lokal, tata kelola dan struktur kelembagaan bidang kebudayaan yang belum optimal, dan desain kebijakan budaya yang belum menempatkan masyarakat sebagai ujung tombak Pemajuan Kebudayaan.
Nah, karena Strategi Kebudayaan sudah disahkan, kata Hafez, pemerintah mesti bergegas menyiapkan RIPK. Nantinya dokumen tersebut akan memuat penjabaran aspirasi masyarakat yang terkandung dalam Strategi Kebudayaan menjadi rencana program kerja Pemerintah. Penyusunan RIPK ini sebenarnya telah dimulai sejak 2019 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
“Sayangnya, proses penyusunannya tidak berlanjut karena tertahan oleh Strategi Kebudayaan yang tidak kunjung disahkan sejak 2018,” ujarnya.
Karena itu, Hafez berharap penyusunan RIPK ini segera dirampungkan sebaik mungkin mengingat dokumen ini penting untuk mengejar proses penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045.
Dalam Pasal 10 UU Pemajuan Kebudayaan, RIPK merupakan dasar penyusunan dari rencana pembangunan jangka panjang serta menengah. “Para pegiat kebudayaan tentu tidak ingin aspirasi mereka yang tertuang dalam Strategi Kebudayaan gagal menjadi bagian dari RPJPN 2025-2045 hanya karena pemerintah lagi-lagi terlampau lamban dalam menyusun kebijakan,” kata Hafez.
Agar nggak lagi molor, dia mengajak para pegiat seni untuk mengawal penyusunan RIPK serta RPJP.
Semoga Indonesia bisa menjadikan kebudayaan sebagai haluan pembangunan nasional sebagaimana termaktub dalam UU Pemajuan Kebudayaan, ya, Millens! (Siti Zumrokhatun/E03)