Inibaru.id - Meski sudah lebih dari 20 tahun berlalu, peristiwa yang terjadi saat saya masih duduk di kelas 2 SD ini masih teringat dengan jelas. Sebuah truk pembawa minuman bersoda dengan rasa lemon lepas kendali dan terjun bebas ke jurang yang ada depan gang kampung saya. Meski pengendaranya selamat dan dilarikan ke rumah sakit, muatannya kemudian dijarah oleh tetangga-tetangga saya sendiri.
Kala itu bulan puasa, namun warga mengambil sebanyak mungkin botol minuman yang ada. Pada keesokan harinya, obrolan di antara mereka bahkan seperti perlombaan tentang siapa yang 'berhasil' mengambil botol minuman bersoda lebih banyak.
Siapa sangka, apa yang dulu saya lihat sebagai kejadian yang sangat aneh dan berlawanan jauh dengan apa yang saya pelajari di sekolah ataupun tempat mengaji ini masih bisa ditemukan di mana-mana. Kasus terkini terjadi pada sebuah truk pembawa telur yang mengalami kecelakaan di Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara pada Minggu (2/3/2025).
Bukan hal aneh melihat orang Indonesia menjarah muatan kendaraan yang alami kecelakaan. Hal ini tentu sangat kontras dengan kecenderungan warga Indonesia yang dikenal agamis. Lantas, apa ya alasan mereka melakukannya?
Sosiolog Drajat Tri Kartono dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah punya pendapatnya sendiri terkait dengan hal ini. Menurutnya, penjarahan terhadap kendaraan yang mengalami kecelakaan adalah bentuk hukuman sosial.
"Truk besar membawa barang-barang namun cuma lewat dan nggak memberikan manfaat apa pun. Padahal jalan juga bisa rusak kalau sering dilewati truk dengan ukuran besar tersebut. Makanya begitu terjadi kecelakaan, muncul social punishment berupa penjarahan," ungkap Drajat sebagaimana dinukil dari Kompas, Selasa (17/5/2022).
Lebih dari itu, hal ini sebenarnya adalah perwujudan dari kecenderungan warga Indonesia yang masih mengedepankan sikap oportunisnya untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri dalam segala situasi. Hm, jadi mirip koruptor gini, ya?
"Ini adalah gambaran perilaku masyarakat baik itu dari kelas atas, menengah, maupun kelas bawah. Mereka lebih mengedepankan oportunistic behaviour alih-alih berempati untuk merasakan penderitaan orang lain atau menolong mereka," lanjut Drajat.
Tapi kok bisa hal ini terjadi di tengah masyarakat yang dikenal agamis? Hal ini ternyata juga bisa disebabkan oleh kesulitan dan kesenjangan ekonomi yang semakin parah.
Tanpa disadari hal ini bikin masyarakat berusaha untuk mengambil kesempatan apa pun demi bertahan hidup, bisa berhemat, atau mendapatkan keuntungan. Mereka pun jadi kehilangan perilaku empatinya terhadap korban kecelakaan dan nggak menyadari kalau tindakan penjarahan ini bikin korban jadi semakin menderita.
Di sisi lain, Koordinator Humas Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jawa Tengah Haryadi Nurwanto menyebut seringnya penjarahan terhadap muatan kendaraan yang mengalami kecelakaan menandakan bahwa norma serta moral masyarakat Indonesia sudah semakin memburuk.
"Banyak yang merasa nggak apa-apa melakukannya karena orang lain juga melakukannya, atau merasa korban nggak membutuhkan barang-barang itu juga. Makanya, kalau bisa pendidikan moral dan empati harus dipupuk sejak usia dini agar kejadian seperti ini nggak terjadi di masa depan," saran Haryadi.
Yap, cukup ironis ya, Millens kalau melihat ada kasus penjarahan muatan kendaraan yang jadi korban kecelakaan. Jangan ditiru deh tindakan yang nggak baik itu. Setuju? (Arie Widodo/E05)