BerandaHits
Sabtu, 2 Agu 2024 09:31

Lebih dari 32 Ribu Buruh Jadi Korban PHK, Kenapa Bisa?

Ilustrasi: Lebih dari 32 ribu buruh jadi korban PHK di Indonesia dalam 6 bulan belakangan. (Trenasia/Panji Asmoro)

Dari Januari sampai Juni 2024, Kemenaker mencatat lebih dari 32 ribu buruh jadi korban PHK. Apa penyebab dari banyaknya kasus PHK belakangan ini?

Inibaru.id – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) baru-baru ini mengungkap data yang cukup mengerikan tentang angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Dalam enam bulan pertama 2024, setidaknya 32.064 buruh jadi korban PHK. Mayoritas buruh yang mengalami nasib nggak mengenakkan tersebut berasal dari Jakarta.

Dalam data tersebut, sebanyak 7.469 buruh di Jakarta terpaksa dirumahkan. Angka ini mencapai lebih dari 23 persen dari total jumlah buruh yang kehilangan pekerjaan. Selain mereka, ada lebih dari 6 ribu buruh di Banten, lebih dari 5 ribu buruh di Jawa barat, dan lebih dari 4 ribu buruh di Jawa Tengah yang mengalami nasib serupa.

Kasus ribuan buruh menjadi korban PHK juga terjadi di luar Jawa. Di Sulawesi Tengah misalnya, dari Januari sampai Juni 2024, ada 1.812 orang yang mengalami nasib tersebut.

Kalau menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), salah satu alasan yang bikin begitu banyak buruh jadi korban PHK adalah semakin memburuknya industri manufaktur Indonesia. Buat kamu yang nggak tahu, industri manufaktur adalah industri yang menjalankan proses produksi dari bahan mentah menjadi barang jadi dalam skala besar. Di Indonesia, industri-industri ini bsia kita lihat dalam bentuk pabrik, Millens.

“Iya, kontribusi manufaktur terhadap produk domestic bruto (PDB) Indonesia terus menurun. Ini nggak bagus karena industri manufaktur sangat penting untuk negara berkembang seperti Indonesia,” ucap Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti tatkala berada di acara Annual Conference on Indonesia Economic Development 2024 yang digelar di Kantor BRIN, Jakarta, pada Selasa (30/7/2024).

Nggak hanya banyak kasus PHK, lapangan pekerjaan untuk generasi muda juga semakin sedikit. (Kompas/Joy Andre T)

Di siisi lain, analis dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny Sasmita menyebut penurunan ini disebabkan oleh sejumlah sebab seperti industri manufaktur yang semakin ketinggalan teknologi, kebijakan dagang yang kurang tepat yang bikin produk impor lebih murah membanjiri pasar dalam negeri, dan kurangnya dukungan nyata dari pemerintah seperti insentif untuk pembaruan teknologi.

“Akhirnya produk manufaktur dalam negeri kalah bersaing, khususnya dalam hal harga yang lebih murah, dari produk impor,” terang Ronny sebagaimana dilansir dari Cnn, Rabu (31/7/2024)

Jika produk industri manufaktur nggak laku, tentu industri akan merugi. Dampaknya, bisa bikin industri mengurangi produksi atau bahkan menyebabkan industri tersebut gulung tikar dan akhirnya berimbas pada ribuan orang kehilangan pekerjaan seperti yang dilaporkan Kemenaker. Di sisi lain, hal ini juga bikin generasi lebih muda sulit mendapatkan pekerjaan.

“Ini seperti bencana sosial. Penurunan industri berdampak pada semakin kecilnya lapangan kerja di sektor formal yang tersedia. Akhirnya pengangguran di usia muda juga semakin tinggi,” ucap Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira.

Asal kamu tahu saja, per 2023, jumlah pengangguran di usia muda (15-29 tahun) di Indonesia mencapai 13,9 persen alias tertinggi di Asia Tenggara. Angka ini jauh melebihi Malaysia yang mencapai 12,5 Filipina (6,9 persen), Vietnam (6,2 persen), dan Thailand, (5,3 persen).

Indonesia sedang nggak baik-baik saja di tengah banyaknya badai PHK dan lesunya ekonomi belakangan ini. Semoga saja segera ada solusi konkret untuk mengatasinya ya, Millens! (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Jokowi dalam Jajaran Tokoh Terkorup di Dunia

1 Jan 2025

Menko Pangan Zulhas: 2025, Bulog akan Serap Hasil Pertanian Indonesia

1 Jan 2025

Untuk Perikanan Jateng, Menteri KKP Revitalisasi Tambak di Pantura Jawa

1 Jan 2025

Tahun Baru 2025, Begini Tantangan Berat Pers di Masa Depan Menurut Dewan Pers

1 Jan 2025

Tentang Dua Film 'Last Letter' yang Digarap Seorang Sutradara

1 Jan 2025

Libur Sekolah Selama Ramadan 2025; Mendikdasmen: Belum Jadi Keputusan

1 Jan 2025

AQ, Faktor Penting Penentu Kesuksesan Selain IQ

1 Jan 2025

Pemerintah Revisi Aturan PPN 12 Persen, Apa yang Terjadi?

1 Jan 2025

Kata Guru dan Orang Tua Siswa tentang Rencana UN yang Akan Diadakan Kembali

2 Jan 2025

Ttangkkeut, Tempat Warga Korea Melihat Matahari Terbit Pertama di Awal Tahun

2 Jan 2025

YOLO; Filosofi Hidup Sekali yang Memacu Kebahagiaan Plus Risiko

2 Jan 2025

Ada Sampah di Planet Mars, Arkeolog: Jangan Dibuang tapi Dilestarikan!

2 Jan 2025

Hari Pertama 2025: KAI Daop 4 Semarang Berangkatkan 25 Ribu Penumpang, Paling Banyak di Stasiun Tawang

2 Jan 2025

Memagari Kicau Merdu Burung Pleci di Pegunungan Muria

2 Jan 2025

Waktu Terbaik Mengunjungi Kebun Buah Mangunan Yogyakarta

2 Jan 2025

MK Hapus Presidential Threshold, Apa Dampak bagi Demokrasi Indonesia?

3 Jan 2025

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit bagi Air dan Udara, Baik atau Buruk?

3 Jan 2025

Kemalasan Nobita, Antitesis Masyarakat Jepang dengan Tradisi Tahun Baru

3 Jan 2025

Pastikan Resolusi Tahun Barumu Bebas FOMO!

3 Jan 2025

Seperti Apa Mekanisme Tilang dengan Sistem Poin di SIM yang Berlaku Mulai 2025?

3 Jan 2025