Inibaru.id - Pola asuh anak umumnya terbagi dalam tiga tipe utama, yakni otoritatif, otoriter, dan permisif, yang akan memiliki bentuk komunikasi yang berbeda. Hasil penelitian ini cukup terkenal di dunia parenting. Menariknya, penelitian tersebut konon berawal dari sebuah ketidaksengajaan.
Tiga tipe pola asuh utama itu dicetuskan oleh Diana Baumrind, seorang psikolog klinis dan perkembangan, yang dikenal luas berkat penelitiannya itu. Dia mengonfirmasi bahwa fokus riset ini sebetulnya berawal dari sebuah ketidaksengajaan.
Awalnya, Baumrind tertarik mencari tahu faktor-faktor yang memengaruhi anak-anak agar tumbuh mandiri. Da berhipotesis bahwa jika pengaruh tersebut bisa dikenali, anak-anak usia sekolah dasar bisa lebih diarahkan untuk menjadi pribadi yang mandiri.
Dalam penelitiannya, Baumrind mengamati pola komunikasi dan disiplin orang tua. Dari wawancara dengan orang tua anak-anak yang dikenal mandiri, dia menemukan adanya dua elemen utama dalam interaksi mereka, yaitu komunikasi dan standar.
Komunikasi dan Standar
Komunikasi dan standar pun menjadi dua elemen yang dijadikan sebagai dasar untuk kemuculan konsep gaya pengasuhan yang berbeda, yang kemudian dikerucutkan menjadi tiga pola besar. Dalam penelitiannya, Baumrind menyimpulkan bahwa anak mandiri lahir dari orang tua yang standar dan komunikasinya baik.
Mereka dilabeli sebagai orang tua otoritatif (authoritative). Orang tua dengan gaya ini banyak berdialog dengan anak, memberikan arahan dalam mengambil keputusan, dan menetapkan ekspektasi baik di sekolah maupun pergaulan.
Mereka mengekspresikan kasih sayang dengan cara mengkomunikasikan standar serta nilai yang harus dipahami anak. Bersamaan dengan itu, dia juga membuat dua kategori lain. Secara keseluruhan Baumrind mengklasifikasikan tipe pengasuhan menjadi tiga kategori:
1. Authoritative (otoritatif)
Tipe orang tua otoritatif adalah yang tinggi komunikasi dan standar. Anak diarahkan dengan dialog, diberi penjelasan mengapa suatu aturan penting, dan diajak memahami prioritas.
2. Authoritarian (otoriter)
Tipe ini tinggi standar, tapi rendah komunikasi. Disiplin ditegakkan secara tegas dan sering kali sewenang-wenang. Anak bisa kehilangan inisiatif karena merasa takut salah jika nggak ada aturan tertulis yang jelas.
3. Permissive (permisif)
Kebalikan dengan otoriter, orang tua dengan tipe permisif ini tinggi komunikasi, tapi rendah standar. Orang tua mendengarkan anak tanpa banyak memberi arahan atau batasan. Anak biasanya ramah secara sosial, tetapi prestasi akademiknya cenderung nggak menonjol.
Contoh dalam Keseharian
Sebagai contoh, bayangkan anak yang baru pulang sekolah diminta mengerjakan PR sebelum menonton televisi, tapi anak menolak. Orang tua otoriter akan memerintah dengan tegas: segera kerjakan, baru boleh menonton televisi!
Sementara, orang tua permisif akan cenderung luluh dengan mengatakan, “Baiklah, tidak usah sekarang, tapi setelah menonton televisi, ya?” sedangkan orang tua otoritatif memilih untuk menanyakan alasan penolakan anak. Jika alasannya kuat, dia akan memberi kelonggaran sembari mengatakan pentingnya menjadikan PR sebagai prioritas.
Gaya pengasuhan otoriter termasuk yang paling banyak dilakukan orang tua. Dalam penelitiannya, Baumrind menemukan faktor yang membuat mereka lebih memilih gaya otoriter ketimbang otoritatif. Salah satunya karena pengaruh pola asuh masa kecil.
Banyak orang tua meniru cara mereka dibesarkan, termasuk pola asuh otoriter yang banyak dilakukan generasi terdahulu. Selain itu, gaya ini juga dipengaruhi oleh lingkungan. Di daerah dengan tingkat kejahatan tinggi atau kondisi berbahaya, aturan yang ketat dianggap penting demi keselamatan anak.
Tipe Pengasuhan Keempat
Banyak yang bilang, butuh satu kampung untuk mengasuh anak. Pernyataan ini nggak bisa dibantah, karena realitasnya lingkungan memang memegang peran penting. Orang yang hidup di daerah konflik atau "nggak aman", pola asuhnya memang cenderung otoriter.
Dalam situasi darurat, siapa yang punya waktu untuk untuk menjelaskan alasan di balik aturan? Bahkan, meski situasi sudah aman, gaya ini terbawa hingga anak dewasa, lalu diwariskan ke anak-anak mereka. Inilah yang membuat pola asuh otoriter masih acap dilakukan oleh masyarakat modern yang hidup di lingkungan aman.
Sementara itu, tipe pengasuhan permisif biasanya muncul karena rasa bersalah orang tua terhadap anak, misalnya karena dia nggak punya cukup banyak waktu untuk bersama atau merasa kurang kompeten dalam mengasuh anak.
Oya, selain ketiga pola asuh itu, beberapa psikolog sempat menyebutkan ada tipe pola asuh keempat yang rendah standar maupun komunikasi. Namun, Baumrind menegaskan bahwa kondisi ini bukanlah gaya pengasuhan, melainkan bentuk pengabaian (neglect).
"Anak-anak dari orang tua yang abai cenderung kesulitan berkembang menjadi individu produktif, kecuali jika ada sosok dewasa lain yang dapat memberikan dukungan," tandasnya.
Pola pengasuhan otoritatif membuat anak lebih percaya diri. Sementara, pola asuh otoriter dan permisif, meski nggak seimbang, masih memungkinkan anak menjadi produktif. Yang terburuk adalah jika orang tua abai dan merasa anak akan tumbuh baik-baik saja tanpa pendampingan. (Siti Khatijah/E10)
