Inibaru.id - Suasana penuh semangat memenuhi Balai Kota Semarang saat ratusan anak menyuarakan aspirasinya dalam Konferensi Anak 2025. Dari isu perundungan hingga mimpi menjadi pemimpin masa depan, semuanya mendapat ruang untuk didengar.
Di hadapan mereka, Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti dan Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan dengan khidmat mendengarkan tiap pendapat tersebut.
Kenferensi yang digelar pada Kamis (21/8) sebagai bagian dari Peringatan Hari Anak Nasional itu sekaligus komitmen bersama untuk menjadikan Semarang sebagai kota ramah anak. Dalam sambutannya, Wali Kota Semarang Agustina memberikan apresiasi tertinggi atas aspirasi yang telah dilontarkan anak-anak.
"Saya sangat mengapresiasi setiap aspirasi yang disampaikan. Ini luar biasa! Baru kali pertama anak-anak diajak bicara soal bagaimana membangun Kota Semarang yang ramah anak. Betul nggak?” serunya dengan nada bicara agak bergetar haru, yang segera disambut riuh para peserta.
Berani Bermimpi yang Besar
Agustina juga mengajak anak-anak untuk berani bermimpi yang besar, sebelum kemudian memimpin doa bersama untuk melangitkan harapan anak-anak dengan cita-cita mereka di masa depan untuk menjadi menteri, wali kota, dokter, atau profesi apa pun yang menurut mereka baik.
“Karena kata adalah doa, maka setiap kalimat yang keluar dari mulut kita haruslah baik,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, isu-isu yang disampaikan anak-anak, seperti perundungan, pengakuan prestasi non-akademik, serta perlunya ruang dan dukungan bagi anak-anak disabilitas, langsung ditanggapi oleh Agustin, sapaan akrab Agustina.
"Saya juga sekaligus ingin menyampaikan komitmen Pemkot untuk menyediakan beasiswa bagi anak-anak berprestasi serta membangun pusat kegiatan anak di setiap kecamatan," janjinya.
Komunitas untuk Yang Berkebutuhan Khusus
Apresiasi khusus diberikan kepada Keysha, seorang anak yang menggagas komunitas orang tua dengan anak disabilitas agar bersama mendampingi dan mengembangkan potensi anak-anak mereka.
Agustin mengungkapkan bahwa saat ini Semarang telah memiliki enam dari target 16 Rumah Inspirasi dan Rumah Bersama Indonesia di tingkat kecamatan, yang menjadi ruang khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
“Keysha luar biasa karena tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga teman-temannya. Semangat seperti inilah yang harus kita dukung bersama,” katanya.
Sementara itu, Wakil Menteri PPPA Veronica Tan menegaskan bahwa kehadiran negara melalui pemerintah pusat dan daerah adalah bukti nyata perhatian terhadap hak-hak dan aspirasi anak-anak.
Ruang Publik yang Layak
Dalam pidatonya, Veronica menekankan pentingnya penyediaan ruang publik yang layak dan ramah anak. Dia mengisahkan pengalamannya saat menjadi Ketua PKK Jakarta dalam membangun ruang publik terpadu melalui kerja sama dengan akademisi dan perusahaan lewat dana CSR.
“Anak-anak harus punya ruang olahraga, ruang ekspresi seni, amphitheater kecil, tempat bermain, hingga ruang keluarga. Itu bentuk lingkungan positif yang mampu mengalihkan anak dari paparan negatif, seperti media sosial yang tidak sehat atau konten digital berbahaya,” ungkapnya.
Veronica juga mendorong daerah untuk mengembangkan pusat-pusat kegiatan anak yang inklusif. Menurutnya, ruang-ruang tersebut dapat mendorong anak-anak menunjukkan prestasi di lingkungan sendiri.
Selain pembangunan infrastruktur fisik, Wamen PPPA menyoroti pentingnya program nasional dari pemerintah seperti MBG, cek kesehatan gratis bagi anak-anak, imunisasi HPV untuk anak perempuan, serta program Sekolah Rakyat bagi anak-anak dari keluarga nggak mampu.
“Semua program ini tidak akan bisa berjalan tanpa kolaborasi dari pemerintah daerah dan masyarakat. Maka, kami butuh kalian, adik-adik, sebagai pelapor dan pelopor di lingkungan masing-masing,” tegasnya.
Pentingnya Pendidikan Karakter
Lebih lanjut, Veronica juga menegaskan pentingnya pendidikan karakter. Menurutnya, sepintar apa pun seseorang, tanpa budi pekerti dan empati, semuanya akan sia-sia. Maka, dia menyarankan agar penggunaan teknologi di sekitar kita bisa dikendalikan.
"Gunakan teknologi, tapi jangan diperbudak olehnya. Kendalikan, bukan dikendalikan,” pesannya.
Veronica kemudian menyoroti masih adanya guru atau tenaga pendidik yang menyepelekan isu perundungan. Jika guru melakukan degradasi moral, bagaimana anak-anak akan merasa aman di sekolah? Kepada para pendidik, dia juga berharap kegiatan ekstrakulikuler dan prestasi non-akademik juga diaakui secara adil.
"Akui kegiatan (ekstrakurikuler dan prestasi non-akademik) itu secara adil dalam sistem pendidikan. Pintar menyanyi, misalnya, juga bentuk prestasi yang perlu diperlakukan adil dalam sistem pendidikan.
Pada akhir sambutan, Veronica berharap Konferensi Anak 2025 di Semarang bisa menjadi momentum penting bagi masyarakat untuk menempatkan anak-anak sebagai subjek pembangunan, bukan sekadar objek. Menurutmu, apa yang harus dilakukan agar anak nggak cuma menjadi objek pembangunan, Gez? (Murjangkung/E10)
