Inibaru.id - Ada masa ketika mendaki gunung identik dengan menggendong tas carrier berukuran puluhan liter, lalu nge-camp di puncak sembari masak-masak dan menghabiskan waktu cukup lama bersama teman-teman di alam terbuka. Namun, tren itu mulai berubah saat ini.
Waktu libur yang nggak banyak membuat sebagian pendaki memilih naik-turun gunung sekali jalan tanpa berhenti terlalu lama di puncak, yang dikenal dengan istilah tektok. Hal itulah yang juga dlakukan Andika Usman.
Karena nggak suka dengan kerumitan menggendong carrier dengan berbagai isinya yang memberatkan tubuh, pendaki asal Magelang itu kini lebih suka naik gunung model tektok. Naik hingga tiba di puncak, lalu turun pada hari yang sama.
Nggak semua gunung cocok untuk tektokan. Usman, demikian dia biasa disapa, menjadikan Gunung Andong sebagai salah satu destinasi favoritnya. Selain jaraknya dekat dari rumah, waktu tempuhnya juga tergolong singkat.
“Kalau tektok Andong via Pendem estimasi waktuku kemarin 2–3 jam sampai atas. Itu terhitung santai banget,” ujar pemuda yang mengaku sudah beberapa kali menaklukkan gunung berketinggian 1.726 mdpl itu.
Tetap Butuh Persiapan
Gunung Andong yang berlokasi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini memang jadi favorit banyak pendaki, apalagi buat warga sekitar Magelang kayak Usman. Selain aksesnya yang gampang, jalurnya juga cukup bersahabat untuk tektok, termasuk untuk pendaki pemula.
Meski disebut bersahabat, bukan berarti tektokan ke Gunung Andong nggak membutuhkan persiapan. Menurut Usman, yang namanya mendaki tetap memerlukan persiapan yang matang, apalagi jika mau tektok dalam sehari.
"Justru kalau mau tektok, kondisi fisik harus lebih siap, Mbak!" lontar lelaki 25 tahun tersebut. "Olah fisik rutin (sebelum naik) itu wajib, semisal jogging, walking, squat jump, push up, atau olahraga ringan yang bisa dilakukan di rumah begitu.”
Dia merasa perlu menekankan pentingnya persiapan lantaran banyak pendaki pemula yang meremehkan bagian ini. Menurutnya, mendaki itu butuh stamina, apalagi kalau niatnya mau naik cepat. Peralatan pendakian yang proper juga nggak bisa dikesampingkan.
“Konsep tektok nggak banyak bawa barang. Bawa air minum, snack ringan, obat-obatan, dan uang tunai. Namun, alat mendaki seperti alas kaki (sepatu atau sandal gunung) harus yang proper buat pendakian,” kata dia. "Kalau punya trekking pole juga bisa dibawa karena akan sangat membantu di jalur licin atau nanjak."
Jangan Hanya untuk Konten
Yang bikin Usman agak miris, saat ini makin banyak orang yang naik gunung cuma demi konten. Mereka hanya mikirin template CapCut, outfit ala-ala, ide pose foto, tapi sangat minim persiapan fisik dan peralatan mendaki.
“Mending nggak usah mendaki saja kalau kayak begitu. Ya, memang cari template CapCut itu nggak salah, tapi harus dibarengi dengan persiapan fisik yang matang. Ingat ya, mendaki itu nggak sama kayak mau pergi ke CFD (Car Free Day) dekat rumah,” tegasnya, lalu tertawa.
Menurutnya, mendaki tanpa persiapan fisik dan perlengkapan yang memadai hanya akan merepotkan pendaki lain. Kemungkinan terburuknya, terjadi hal-hal yang nggak diinginkan seperti kecelakaan atau sakit selama pendakian.
"Lebih baik antisipasi dari awal,” ucap Usman. "Selain fisik dan perlengkapan, antisipasi bisa dilakukan dengan riset sebelum berangkat. Nggak harus tanya senior atau gabung komunitas mendaki, bisa lihat konten pendaki di medsos yang valid yang share jalur, estimasi waktu, atau spot yang bagus untuk rehat."
Untuk pendaki pemula, lebih baik tektok dengan ditemani oleh yang sudah berpengalaman dulu saja kali ya? Jangan pernah anggap sepele pendakian, karena di alam liar segalanya bisa terjadi. Kamu punya pengalaman naik gunun juga nggak, Gez! (Rizki Arganingsih/E10)
