BerandaHits
Kamis, 10 Mar 2021 13:19

Jatuh Cinta dan Patah Hati Thomas Stamford Raffles pada Pulau Jawa

Thomas Stamford Raffles, jatuh cinta sekaligus patah hati pada Pulau Jawa selama menjadi Gubernur Hindia Belanda. (Lofficielsingapore.com)

'History of Jawa' menjadi bukti kecintaan Gubernur Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles pada Pulau Jawa. Namun, impiannya mengelola Jawa kandas saat Belanda kembali berkuasa.

Inibaru.id – Salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam masa kolonialisme di Indonesia adalah Thomas Stamford Raffles. Berkali-kali lelaki berkebangsaan Inggris itu menunjukkan kecintaannya pada Pulau Jawa. Sebagai wujudnya, dia bahkan menuliskannya dalam buku History of Java pada 1817.

Dalam buku ini, Raffles menyebut orang Jawa sebagai orang-orang yang menakjubkan. Asalkan nggak diganggu atau ditindas, orang Jawa sangatlah ramah, lembut, penuh perhatian, dan dermawan. Meski menderita karena penjajahan Belanda, dia menyebut karakter sejati orang Jawa nggak selalu lemah.

Selama menjadi Gubernur Hindia Belanda, Raffles memang memberikan banyak sekali pengaruh bagi sejarah Nusantara. Kendati hanya menjabat selama lima tahun (1811-1816), karya-karyanya lekang, salah satunya Kebun Raya Bogor yang dibangun bersama Profesor Reindwart dari Belanda.

Namanya juga diabadikan sebagai nama bunga terbesar di dunia yang kali pertama ditemukan di Bengkulu pada 1818, Rafflesia Arnoldii. Selain itu, atas pengaruh Raffles pula, Candi Borobudur akhirnya dipugar dan kini bisa berdiri menjadi salah satu bangunan termegah di dunia.

Menyibak Bukit Berisi Candi

Pembersihan bukit tempat reruntuhan Borobudur diinisiasi oleh Raffles pada 1814. (Intisari-Grid)

Syahdan, sebuah laporan mampir ke Thomas Stamford Raffles pada 1814, mengisahkan tentang bukit berisikan reruntuhan candi yang dipenuhi belukar, ilalang, dan pepohonan di Magelang. Dia pun segera meminta seorang Belanda bernama Cornelius untuk membersihkan situs tersebut.

Bersama warga setempat, Cornelius kemudian justru mendapati sebentuk candi raksasa terkubur di dalam bukit. Sayang, sebelum urusannya dengan Boro Bodo (begitu Raffles menyebut Borobudur) selesai, lelaki kelahiran Jamaika, 6 Juli 1781, ini harus meninggalkan Jawa.

Ada yang mengatakan Raffles di hingga 1816. Namun, sejarah mencatat dia kembali ke Inggris nggak lama setelah Jawa dikembalikan ke Belanda pada 1815 atau pasca-Perang Napoleon.

Sosok yang mengenalkan sistem keresidenan dengan membagi Jawa menjadi 18 keresidenan tersebut sejatinya kurang suka dengan kehadiran Belanda di Jawa. Dia enggan pindah karena kadung mencintai pulau ini. Bahkan, sang istri, Olivia Mariamne, dimakamkan di Batavia (Jakarta).

Raffles terlajur mencintai alam, kultur, tradisi, dan warganya yang dia anggap berbudaya. Wujud kecintaan itu dituangkannya dalam History of Java, buku dua jilid yang dibuat di London pada 1817, ditulis berdasarkan riset bersama dua asistennya, John Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.

Merintis Singapura Modern

Dua Rafflesia Arnoldii ditemukan di Desa Tebat Monok Kabupaten Kepahiang, Bengkulu, 21 April 2015. Nama padma raksasa ini diambil dari sang penemu, Thomas Stamford Raffles, saat menjadi Gubernur Bengkulu. (Wikimedia/SofianRafflesia)

Pada 1818, Raffles kembali ke Nusantara dan ditugaskan di Bengkulu. Dia menjadi Gubernur Bencoolen (Bengkulu). Di situlah Raffles menemukan Rafflesia Arnoldi. Kemudian, pada 29 Januari 1819 dia mendirikan pos perdagangan bebas di sebuah pulau di ujung selatan Semenanjung Malaka.

Raffles melakukan kerja sama dengan penguasa setempat, yakni Tumenggung Sri Maharaja. Orang-orang Inggris diperbolehkan mendirikan koloni di pulau kecil tersebut dengan syarat melindungi pedagang lokal dari para pedagang Belanda serta Bugis.

Langkah ini terbilang berani karena saat itu wilayah tersebut berada di bawah pengaruh Belanda. Lokasi yang sangat strategis ini pun membuatnya cepat menjadi pusat perdagangan yang sangat ramai. Nggak lama berselang, beberapa ratus pedagang bermunculan untuk mengambil keuntungan dari kebijakan bebas pajak di pos tersebut.

Raffles menetapkan 6 Februari 1819 sebagai Hari Jadi Singapura. Pada 1823, dia kembali ke Inggris untuk selamanya. Saat itu, Singapura telah menjelma menjadi pusat perdagangan dengan pajak rendah serta pelabuhan terbesar di dunia.

Sosok yang patah hati karena nggak mampu mengelola Jawa itu akhirnya mewujudkan mimpinya di Singapura. Dia menjadikan Tumasik, sebutan untuk Singapura pada zaman dulu, sebagai tempat yang maju.

Ah, nggak usah berandai-andai akan seperti apa Pulau Jawa kalau nggak dikuasai Belanda. Yang pasti, jika Singapura bisa sebesar itu, seharusnya Indonesia juga setali tiga uang, bahkan melebihi itu. Yeah, tentu saja itu tergantung kita semua. Sepakat, Millens? (Oke/IB09/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024