Inibaru.id – Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini melontarkan ide yang kontroversial, yaitu mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRD, bukannya, lewat pemilihan umum sebagaimana yang dilakukan pada Pilkada Serentak 2024.
Ide ini dia lontarkan saat menghadiri perayaan ulang tahun Partai Golkar yang ke-60 di Bogor. Menurut Prabowo, ide ini muncul karena sistem pemilihan langsung menghabiskan biaya yang sangat mahal.
“Kemungkinan sistem ini terlalu mahal. Dari wajah yang menang pun saya lihat lesu, apalagi yang kalah,” ucapnya pada Kamis (12/12/2024) malam tersebut.
Ide ini sontak memancing pro dan kontra banyak pihak. Apalagi, sebenarnya pemilihan kepala daerah secara langsung baru mulai dilakukan pada Juni 2005 alias setelah era reformasi. Sebelumnya, sejak Indonesia merdeka sampai Orde Baru, kepala daerah selalu dipilih oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Dosen Ilmu Administrasi Negara Universitas Setia Budhi Rangkasbitung Tardi Setiabudi memberikan contoh pada Pilkada Serentak 2020, pemerintah sampai menganggarkan dana sebesar Rp15 triliun. Saat itu pula, muncul 600 kasus politik uang. Meski begitu, menurut Tardi, bukan berarti berbagai masalah jika menyelenggarakan Pilkada Serentak ini menandakan bahwa kepala daerah sebaiknya dipilih DPRD saja.
“Mengembalikan mekanisme ke DPRD berarti meyerahkan kendali itu ke tangan segelintir elit dan meninggalkan rakyat yang seharusnya memiliki proses politik tersebut,” tulis Tardi sebagaimana dilansir dari Detik, Senin (16/12).
Hal sama diungkap Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Iwan Setiawan. Dia dengan tegas menyebut jika sampai sistem pemilihan kepala daerah balik ke era Orde Baru, maka hal ini menandakan kemunduran demokrasi di Indonesia.
“Bagi saya, kalau pemilihan kepala daerah lewat DPRD lagi, artinya kemunduran demokrasi. Nilai demokrasi tertinggi ya saat rakyat bebas memilih atau menentukan langsung siapa pemimpinnya,” ucap Iwan sebagaimana dilansir dari Tempo, Senin (16/12).
Ada juga kekhawatiran bahwa dengan membuat kepala daerah dipilih oleh anggota DPRD, kepala daerah nantinya hanya merasa bertanggung jawab ke anggota DPRD alih-alih ke masyarakat. Artinya, kebijakan yang mereka buat nantinya nggak akan berpihak ke masyarakat, deh. Lebih dari itu, pemilihan kepala daerah lewat DPRD belum tentu bisa mengatasi masalah money politic.
Melihat pendapat dari para pakar ini, sepertinya memang ide untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah lewat DPRD bukan ide yang baik. Alangkah baiknya pemerintah memperbaiki sistem demokrasi kita terlebih dahulu, khususnya dalam hal pengawasan politik uang, pendidikan politik ke masyarakat, hingga pengaturan sistem kampanye agar biaya politik nggak terlalu mahal bagi siapapun kandidatnya. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E05)