Inibaru.id – Menteri Agama (Menag) mengeluarkan Surat Edaran yang isinya mengatur volume pengeras suara masjid dan musala. Jadi, surat tersebut dibuat demi mengatur kualitas suara dari tempat ibadah tersebut. Hal ini mengikuti langkah Arab Saudi yang sudah memberlakukannya beberapa saat sebelumnya.
Dalam Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di masjid dan musala ini, disebutkan bahwa maksimal, volume pengeras suaranya harus 100 desibel. Selain itu, kualitas suaranya juga harus baik dan nggak sumbang. Hal ini tercantum dalam poin 2C.
Selain itu, itu, diatur pula soal pemasangan pengeras suara yang mengarah ke luar serta ke dalam masjid. Pengurus masjid juga diminta untuk lebih memperhatikan kualitas rekaman jika ingin memutar rekaman, kapan waktu pemutaran, bacaan akhir ayat dari rekaman, hingga selawat atau tarhim.
Hal ini sempat memicu kontroversi. Namun, Menag Yaqut Cholil Qoumas memastikan aturan ini dibuat bukan untuk melarang pengeras suara atau TOA masjid.
“Surat edaran yang diterbitkan adalah pedoman penggunaan pengeras suara, bukan pelarangan. Penggunaannya perlu diatur sebagai upaya meningkatkan ketenteraman dan ketertiban serta keharmonisan antar warga masyarakat,” ungkap Yaqut, Senin (21/2/2022).
Arab Saudi Juga Sudah Mengeluarkan Aturan Serupa
Menurut keterangan Gulf News pada Selasa (25/5/2021), Arab Saudi juga sudah mengeluarkan aturan pengeras suara masjid melalui Surat Edaran yang dikeluarkan Menteri Urusan Islam Saudi Arabia Abdul Latif Al Sheikh yang ditujukan ke seluruh masjid yang ada di negara tersebut.
Isi dari surat tersebut adalah membatasi penggunaan pengeras suara masjid hanya untuk azan dan iqamah saja. Bahkan, masjid sampai diimbau untuk memasang pengeras suara di tingkat sepertiga dari volume maksimal saja. Kalau dilanggar, bahkan kementerian bakal mengancam adanya sanksi, lo.
Kalau menurut pemerintah Arab Saudi, aturan ini dibuat agar nggak mengganggu orang yang sedang sakit atau lanjut usia yang berada di sekitar masjid. Selain itu, aturan ini dibuat berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Cendikiawan Senior serta Anggota Komisi Permanen Saudi Dr Saleh Al-Fowzan dan rekan-rekan cendikiawan lainnya.
Dikritik Sejumlah Tokoh
SE Menag Yaqut mendapatkan kritik dari sejumlah tokoh. Contohlah, anggota Komisi VIII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf menyebut seharusnya masyarakat sendiri yang mengaturnya melalui tradisi dan musyawarah. Dia pun menyebut SE Menag sebagai sesuatu yang nggak perlu dikeluarkan.
“Kemenag nggak perlu mengatur hal-hal yang sangat teknis tentang masalah ibadah, utamanya penggunaan speaker untuk azan, pengajian, dan lainnya,”ungkap Bukhori, Senin (21/2).
Sementara itu, Umar Hasibuan atau yang juga dikenal sebagai Gus Umar lewat akun Twitter-nya @UmarHasibuan777 menyebut sejak Indonesia merdeka, baru kali ini urusan pengeras suara masjid diatur oleh pemerintah. Namun, hal ini kemudian dibantah oleh tokoh muda Nahdliyin – Gusdurian Rumail Abbas.
Lewat akun Twitternya @Stakof, Rumail menyebut pada 17 Juli 1978, pemerintah juga sempat mengeluarkan aturan serupa, yakni Instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Nomor KEP.D.101/78 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushalla.
Kalau kamu, setuju nggak dengan SE Menag terkait dengan pengaturan pengeras suara masjid, Millens? (Pik, Jpn, Det, Kom /IB09/E05)