Inibaru.id - Wasit adalah unsur penting dalam permainan sepak bola. Sebagai pengadil, sosok yang sudah dikenal sejak abad ke-19 itu merupakan representasi keadilan di lapangan hijau. Sayangnya, sangat jarang dijumpai seorang cewek menjadi wasit, kecuali untuk sepak bola perempuan.
Perlu diketahui, sepak bola bukanlah olahraga khusus laki-laki. Kendati maskulinitas begitu kentara dalam permainan si kulit bundar, sejatinya sepak bola adalah permainan yang nggak memandang gender. Artinya, pengadil lapangan pun nggak harus laki-laki.
Lalu, kenapa wasit perempuan jarang kita jumpai? Alenne Thresia Laloan, salah seorang wasit asal Magelang, Jawa Tengah mengatakan, alasannya adalah karena sepak bola kaum hawa belum terlalu familiar. Alasan lain, banyak orang masih memandang wasit perempuan sebelah mata.
"Aku sering diremehin sama orang. Emang bisa, cewek jadi wasit kayak cowok?" geram perempuan yang akrab disapa Alen tersebut kepada Inibaru.id di salah satu coffee shop di bilangan Pedurungan, Kota Semarang, belum lama ini.
Alen bukanlah nama baru di dunia sepak bola Indonesia. Perempuan berperawakan tinggi itu sudah menekuni profesi wasit sejak 2017. Dia bahkan telah mengantongi lisensi wasit C1, yang berarti punya kapasitas untuk memimpin pertandingan level nasional.
Mematahkan Anggapan Orang
Lebih dari lima tahun menjalani pekerjaan sebagai wasit, Alen sudah kebal dengan segala ejekan dan cemoohan yang mampir ke telinganya. Dia memilih nggak memedulikannya dan membalas dengan belajar sebaik mungkin untuk mematahkan anggapan tersebut.
"Jika dikasih wadah dan kesempatan untuk menunjukkan kemampuan, perempuan bisa kok jadi wasit. Kalau orang belum lihat secara langsung, mereka nggak akan percaya," cetusnya.
Dia menyayangkan pandangan orang yang menyangsikan kapasitas perempuan sebagai wasit. Kendati mengawali profesi tersebut dari keisengan semata, perempuan berambut sebahu itu saat ini begitu menikmati pekerjaan tersebut.
Hidup Alen memang nggak bisa dipisahkan dari dunia sepak bola. Sejak remaja, dia telah menyukai si kulit bundar, termasuk profesi wasit. Dia bahkan pernah bertanya kepada seorang wasit, mungkinkah profesi pengadil lapangan digeluti seorang perempuan sepertinya?
"Wasit itu bilang, cewek juga bisa, kok. Singkat cerita, aku dapat info pendaftaran wasit dari dia, terus aku coba-coba daftar," bebernya. "Padahal waktu itu masih awam banget!"
Bisa Memimpin Laga Nasional
Saking awamnya, awal-awal mengikuti kursus, Alen nggak tahu apa yang harus dilakukannya. Berbeda dengan teman-teman seangkatannya yang terlihat sudah biasa menjadi wasit, dia sama sekali nggak punya pengalaman.
"Aku baru belajar niup peluit juga pas ambil lisensi," kenang Alen diikuti gelak tawa. "Kalau sekarang sudah menikmati; sudah punya C1, jadi bisa memimpin pertandiangan skala nasional di sepak bola perempuan."
Secara pribadi, Alen mengaku sangat menikmati profesi sebagai wasit sepak bola. Dia bahkan berani mengatakan, menjalani pekerjaan sebagai pengadil di lapangan lebih banyak sukanya ketimbang dukanya. Bayaran yang dia dapatkan pun setimpal.
Namun begitu, bukan berarti Alen nggak pernah mengalami kesulitan selama menjalani profesi tersebut sejak 2017. Perempuan murah senyum itu menegaskan, menjadi pengadil adalah perkara sulit, terlebih saat mengadili laga sepak bola perempuan.
"Menurutku, sepak bola perempuan itu keras, lo! Boleh tanya ke wasit cowok yang pernah memimpin sepak bola perempuan. Mereka pasti bilang, lebih susah memimpin mereka ketimbang sepak bola cowok," kata dia.
Sepak Bola Perempuan Lebih Sulit
Alen mengatakan, belakangan dirinya lebih sering memimpin pertandingan sepak bola perempuan. Ini jauh lebih sulit. Alasannya, kebanyakan pemain bola perempuan lebih sulit mengontrol emosi, yang berpotensi lebih banyak memunculkan drama di atas lapangan.
"Sisi emosional cewek juga lebih tinggi. Misal, ada pemain yang dilanggar, kadang ada yang langsung melakukan hal nggak terduga. Aku kadang kaget, tapi ada lucunya juga," akunya, lalu tertawa. "Jadi, yang remehin sepak bola perempuan, coba wasitin deh biar tahu!"
Kendati sulit, Alen mengaku nggak terbebani dengan posisinya saat ini. Menurut alumnus Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (IISIP) Jakarta itu, menjadi seorang wasit butuh dedikasi. Profesi tersebut, lanjutnya, bahkan nggak bisa dijadikan sebagai pekerjaan sampingan.
"Selain memimpin pertandingan, kami harus berlatih fisik dan evaluasi," papar Alen. "Misal, aku mau memimpin pertandingan akhir pekan, Senin sampai Jumat aku latihan fisik seperti lari, gym, renang dan olahraga ringan lainnya."
Keren, Mbak Alen! Sembari merayakan Hari Perempuan Internasional, mari beri apresiasi tertinggi untuk para perempuan yang penuh dedikasi ini, jangan malah meledek atau memandang sebelah mata profesinya! (Fitroh Nurikhsan/E03)