inibaru indonesia logo
Beranda
Hits
Sulitnya Menjadi Pesepak Bola Perempuan di Indonesia
Senin, 20 Feb 2023 15:00
Penulis:
Fitroh Nurikhsan
Fitroh Nurikhsan
Bagikan:
Potret pemain klub Ratanika Putri Semarang sedang berlatih menyundul bola di lapangan Wonolopo, Mijen. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Potret pemain klub Ratanika Putri Semarang sedang berlatih menyundul bola di lapangan Wonolopo, Mijen. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Di Indonesia, sepak bola perempuan masih dianaktirikan. Belum banyak klub maupun SSB yang mau mewadahi mereka untuk berlatih sepak bola.

Inibaru.id - Sepak bola lebih dari sekadar olahraga biasa. Pada masa sekarang, olah bola kaki ini telah berubah menjadi industri yang menggiurkan bagi para pelakunya.

Cristiano Ronaldo jadi salah satu bukti kalau profesi sepak bola sangat menjanjikan. Pada akhir kariernya, mantan pemain Manchester United itu menjadi pesepak bola dengan bayaran tertinggi di klub terbarunya, Al Nassr, sebesar Rp3,3 triliun per tahun.

Nggak kalah dengan klub luar negeri, tim yang berlaga di kompetisi dalam negeri seperti Liga 1 juga sudah berani jor-joran mengontrak pemain kelas dunia. Persija Jakarta, misalnya, berani membayar mahal Michael Krmencik, pemain Republik Ceko yang dikontrak sekitar Rp 24 milliar untuk setahun.

Selain pemain, klub elit Tanah Air pun mulai berani mengontrak pelatih kelas dunia macam Thomas Doll (Persija Jakarta), Luis Milla (Persib Bandung), dan Bernardo Tavares (PSM Makassar). Bayaran pelatih sekliber mereka pun nggak sedikit, Millens.

Geliat klub-klub lokal yang berani membayar mahal pemain maupun pelatih kelas dunia menandakan bahwa dari segi finansial, sepak bola Indonesia telah mengalami banyak kemajuan. Sayangnya, kemajuan ini agaknya hanya dirasakan para pesepak bole laki-laki.

Kita tahu bahwa si kulit bundar masih identik dengan kaum adam di Indonesia dan dianggap kurang bersahabat untuk postur tubuh perempuan, meski sejatinya olahraga yang mengandalkan kemampuan kaki ini sudah menjadi permainan yang digeluti semua gender di pelbagai penjuru dunia.

Kondisi ini turut menjadi sorotan pembina klub sepak bola perempuan Ratanika Putri Semarang, Aji Irawan. Dia mengaku, selama ini sepak bola kaum hawa di Indonesia masih dianaktirikan.

"Lebih setengah abad merdeka, nggak ada pembinaan serius maupun kompetisi yang jelas untuk perempuan," keluh Aji saat ditemui Inibaru.id di Lapangan Wonolopo Kecamatan Mijen, Kota Semarang, belum lama ini. "Federasi terlalu fokus pada sepak bola untuk laki-laki."

Kesulitan Mencari Ruang

Pemain Ratanika Putri Semarang sedang melakukan pemanasan sebelum berlatih sepak bola. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)
Pemain Ratanika Putri Semarang sedang melakukan pemanasan sebelum berlatih sepak bola. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Sepak bola perempuan di Indonesia memang jauh berbeda dengan banyak negara lain. Nggak hanya sistem pembinaannya yang bagus, mereka bahkan punya kompetisi bergengsinya sendiri. Alexia Putelass, Viviane Miedema, Sam Kerr, dan Pernille Harder adalah nama beken yang mengikutinya.

Sementara, di negeri ini, para perempuan yang memiliki cita-cita menjadi pesepak bola masih kesulitan mencari ruang untuk berlatih. Dwi Nur Wijayanti misalnya, merasakan betul betapa sulitnya mewujudkan cita-cita menjadi pemain sepak bola di Indonesia.

"Di kampung saya, pembinaan sepak bola perempuan masih kurang," kata perempuan asal Kabupaten Pemalang yang akrab disapa Becca tersebut.

Takingin menyerah dengan keadaan, Becca memutuskan untuk bergabung dengan Ratanika Putri Semarang. Dia bergabung seusai mengikuti turnamen Bupati Cup di Tegal.

"Saya melihat Ratanika mainnya bagus. Setelah saya telusuri, Ratanika punya program pembinaan yang cukup oke. Saya pun memutuskan hijrah ke sini," ujar perempuan berusia 18 tahun tersebut.

Bergabung tiga bulan, Becca telah merasakan banyak perubahan.

"Yang tadinya saya nggak bisa shooting dengan baik, alhamdulillah sekarang sudah bisa," tuturnya.

Berharap Main di Luar Negeri

Pemain Ratanika Putri Semarang sedang berlatih mengontrol dan menendang bola. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)
Pemain Ratanika Putri Semarang sedang berlatih mengontrol dan menendang bola. (Inibaru.id/ Fitroh Nurikhsan)

Becca mengaku masih menyimpan asa untuk bisa terus memainkan si bola kulit hingga seterusnya. Kendati masa depan sepak bola perempuan di Indonesia masih abu-abu, dia mencoba berpikir positif dan terus berusaha bekerja keras agar bisa menjadi pesepak bola profesional.

"Yang penting optimistis dulu dan terus berlatih. Saya pengin suatu hari nanti bisa memperkuat klub yang lebih besar," harap Becca.

Marcelina Nurul Khusna, rekan setim dengan Becca, bahkan punya impian yang lebih besar dari sejawatnya tersebut. Cita-citanya adalah bisa seperti seniornya, yakni Zahra Muzdalifah, yang bermain untuk klub Inggris South Shields FC.

Marcelina mengungkapkan, ihwal ketertarikannya pada dunia sepak bola terjadi saat masih duduk di bangku SD. Saat itu, dia sering diajak main bola bersama teman-temannya, yang semuanya laki-laki. "Kok seru, ya? Dari situ, akhirnya keterusan," kenang Marcelina.

Perjalanan Marcelina menjadi pesepak bola nggak mudah lantaran dia sempat nggak mendapatkan restu dari orang tua. Namun, seiring prestasi yang diraih Marcelina, orang tua akhirnya memberikan izin dan mendukung cita-cita buah hatinya tersebut.

"Bagi saya, main sepak bola itu menyenangkan dan asyik. Semoga nanti bisa jadi pemain profesional dan mampu membela klub sepak bola di luar negeri," celetuk Marcelina.

Semoga federasi mau melihat semangat Becca, Marcelina, dan perempuan-perempuan lain sehingga lebih serius membina dan membuat kompetisi sepak bola perempuan di Indonesia, ya, Millens? (Fitroh Nurikhsan/E07)

Komentar

inibaru indonesia logo

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

Social Media

A Group Partner of:

medcom.idmetrotvnews.commediaindonesia.comlampost.co
Copyright © 2024 Inibaru Media - Media Group. All Right Reserved