BerandaHits
Senin, 21 Sep 2025 09:01

Asal-usul Nama Laweyan, Sentra Batik Solo yang Kaya Sejarah

Salah satu sudut di Kampung Batik Laweyan, Solo. (Hoteldana)

Setidaknya, ada 3 versi penamaan Laweyan yang kini dikenal sebagai sentra batik di Kota Solo. Seperti apa sih kisah sejarahnya?

Inibaru.id - Kalau kamu sedang jalan-jalan ke Solo, mampirlah ke Kampung Batik Laweyan. Kawasan ini bukan cuma terkenal sebagai sentra batik legendaris, tapi juga menyimpan sejarah panjang yang menarik untuk ditelusuri. Salah satunya adalah tentang asal-usul namanya yang ternyata punya banyak versi.

Secara administratif, Laweyan adalah salah satu kecamatan di sisi barat Kota Solo. Sejak ratusan tahun lalu, daerah ini sudah dikenal sebagai pusat kerajinan dan perdagangan batik. Bahkan, Laweyan sempat jadi rumah bagi kalangan elite pengusaha batik pada masa kejayaannya. Nggak heran kalau orang Laweyan dulu dikenal dengan sebutan “wong Nglawiyan”, simbol kelompok masyarakat makmur yang punya pengaruh besar secara ekonomi maupun sosial.

Tapi, dari mana sebenarnya nama "Laweyan" berasal?

Menurut catatan sejarah, Desa Laweyan sudah ada bahkan sebelum berdirinya Kerajaan Pajang. Tapi, popularitasnya baru menanjak saat Kyai Ageng Henis, seorang tokoh spiritual dan bangsawan keturunan Brawijaya V, memilih untuk menetap di sana pada 1546 M.

Dia kala itu tinggal di kawasan yang kini dikenal sebagai Kampung Lor Pasar Mati. Kyai Ageng Henis merupakan tokoh sentral dalam sejarah Islam Jawa dan juga menjadi cikal bakal Dinasti Mataram melalui cucunya, Sutawijaya alias Panembahan Senopati.

Terdapat beberapa versi penamaan Laweyan di Solo. (Batikputrabengawan)

Balik lagi soal nama Laweyan. Setidaknya ada tiga versi yang berkembang di masyarakat. Versi pertama menyebut “Laweyan” berasal dari kata "lawe" yang bermakna benang untuk bahan kain. Hal ini masuk akal karena sejak dulu, Laweyan memang menjadi pusat perdagangan lawe dan kain tenun. Pasar Laweyan bahkan menjadi titik pertemuan para pedagang kapas dari wilayah-wilayah sekitar seperti Pedan, Juwiring, dan Gawok.

Versi kedua penamaannya lebih kelam. Dalam Bahasa Sanskerta, kata "laway" berarti jenazah tanpa kepala. Konon, pada masa lampau pernah terjadi hukuman mati kepada sepasang kekasih yang dianggap melanggar norma kerajaan. Setelah dipenggal, jenazah mereka dikubur di Astana Lawiyan. Dari situlah muncul istilah nglawe atau tempat untuk menghukum mati dengan cara pemenggalan kepala. Versi ini memang lebih tragis, tapi tetap jadi bagian dari narasi sejarah Laweyan yang menarik.

Versi ketiga datang dari bahasa lokal. Kata “Lawiyan” diduga berasal dari alih-alihan atau perpindahan. Hal ini merujuk pada migrasi penduduk dari Desa Nusupan, pelabuhan di tepi Bengawan Solo, yang pindah ke Laweyan akibat banjir besar. Kawasan ini kemudian berkembang menjadi hunian nyaman bagi para saudagar dan pengusaha.

O ya, pada awal abad ke-20, Laweyan juga punya peran penting dalam sejarah pergerakan nasional. Di sinilah Sarekat Dagang Islam (SDI) lahir pada 1911, diprakarsai oleh KH Samanhudi. Organisasi ini menjadi cikal bakal gerakan ekonomi rakyat sekaligus simbol kebangkitan kaum pribumi di bidang perdagangan.

Kini, meski zaman terus berubah, Laweyan tetap setia dengan identitasnya sebagai pusat batik Solo. Gang-gang sempit dengan bangunan lawas bergaya kolonial masih berdiri kokoh. Dan di balik setiap motif batik yang dijual, tersimpan kisah panjang tentang budaya, perjuangan, dan perubahan zaman. Makanya, sayang banget kan kalau sudah main ke Solo tapi nggak sempat main ke kawasan ini. Setuju, Gez? (Arie Widodo/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: