BerandaHits
Selasa, 7 Okt 2024 19:13

Ada 10 Juta Batang Bambu di Balik Fondasi Jalan Tol Semarang - Demak

Pembangunan jalan tol Semarang - Demak yang memakai fondasi berupa 10 juta bambu. (Ekon.go.id)

Matras bambu dipakai sebagai fondasi jalan tol Semarang - Demak demi mengatasi masalah tanah sangat lembek di sana.

Inibaru.id – Dari sekian banyak jalan tol yang dibangun pemerintah Indonesia, jalan tol Semarang – Demak yang berlokasi di Pantai Utara (Pantura) Jawa Tengah barangkali adalah yang paling unik. Maklum, fondasi dari jalan tol ini memakai 10 juta bambu! Yap, kamu nggak salah baca, yang dijadikan fondasi adalah pepohonan yang bisa dengan mudah ditemukan di kawasan pedesaan Tanah Air, Millens.

Mengapa memakai fondasi dari bahan batang bambu, bukannya dari semen, bebatuan, atau bahan-bahan keras lain? Hal ini disebabkan oleh tantangan pembangunan jalan tol Semarang – Demak yang sangat rumit. Bahkan, sejumlah pakar menyebut pembangunan jalan tol ini sebagai yang tersulit di Indonesia.

Kok bisa begitu? Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah yang dijadikan lokasi pembangunan jalan Tol Semarang – Demak yang sangat lembek alias masuk kategori very soft soil. Ditambah dengan kedalaman sampai 60 meter dan juga sebagian wilayahnya sudah masuk perairan Laut Jawa, kalau sembarangan memakai fondasi, bisa-bisa proyek pembangunan jalan tol bakal gagal.

Untungnya, salah seorang insinyur yang terlibat dalam pembangunan jalan tol ini, Andi Kurnia Karta Wirya, menemukan solusi untuk mengatasi masalah sulitnya medan pembangunan di proyek tersebut. Lulusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB) itu bersama dengan tim LAPI ITB menemukan solusi untuk mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan memakai batang bambu.

“Struktur timbunan di atas laut diperkuat oleh matras bambu dengan ketebalan 17 lapis. Tujuan dari penggunaan matras bambu ini adalah memperkuat daya dukung tanah dasar di lokasi konstruksi jalan tol Semarang – Demak”, ungkap Kementerian PUPR dalam siaran resmi Badan Pengatur Jalan Tol kementerian tersebut pada Minggu (26/5/2024).

Lantas, bagaimana cara pembuatan matras bambu ini? Jadi begini, yang pertama adalah tujuh batang bambu diikat agar bisa menjadi kesatuan yang kemudian ditancapkan ke dalam tanah. Jarak setiap kesatuan bambu itu adalah 1 meter dan terus ditancapkan sampai kelebaran 150 meter. Batang-batang bambu lain yang sudah dijadikan kesatuan kemudian dihamparkan di atas bambu-bambu yang ditancapkan sebelumnya.

Kontruksi matras bambu untuk fondasi jalan tol Semarang - Demak. (Ekon.go.id)

Setiap empat batang bambu yang ditancapkan, kemudian terbentuk semacam rakit bambu. Jarak setiap rakit adalah 40 sentimeter dan terus dipasang hingga kelebaran 150 meter. Proses ini terus dilakukan berulang hingga lapisan rakit bambu mencapai 17.

Yang pasti, setiap lapisan rakit bambu diberi pasir laut oleh kapal isap pasir laut dengan ketebalan 20 cm pada bagian atasnya sebelum kemudian ditumpuk lagi dengan rakit bambu lainnya. Hal ini terus dilakukan sampai 17 lapis rakit juga tertutup dengan pasir laut.

Meski terbuat dari bahan bambu, Andi memastikan kalau konstruksi ini nggak akan lapuk. Dengan catatan, nggak terjadi perubahan kelembapan ekstrem pada rakit bambu. Dengan adanya matras bambu ini, dia juga memastikan konstruksi jalan tol Semarang – Demak sudah cukup kuat dan nggak lagi membutuhkan tiang pancang.

Meski begitu, ada penahan tiang pancang yang tetap dipasang kok, khususnya yang ada di dekat Sungai Sayung. Adanya penahan ini bakal mampu menahan konstruksi matras bambu agar nggak sampai longsor, deh.

Yang pasti, dengan memakai matras bambu, Kementerian PUPR mengklaim konstruksi jalan tol Semarang – Demak nggak akan merusak ekosistem mangrove yang ada di sana, Millens.

Menarik juga ya penggunaan 10 juta bambu untuk pembangunan jalan tol ini. Semoga saja setelah jadi jalan tolnya bisa benar-benar awet dan bermanfaat ya? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024

Menyusuri Perjuangan Ibu Ruswo yang Diabadikan Menjadi Nama Jalan di Yogyakarta

11 Nov 2024

Aksi Bersih Pantai Kartini dan Bandengan, 717,5 Kg Sampah Terkumpul

12 Nov 2024

Mau Berapa Kecelakaan Lagi Sampai Aturan tentang Muatan Truk di Jalan Tol Dipatuhi?

12 Nov 2024

Mulai Sekarang Masyarakat Bisa Laporkan Segala Keluhan ke Lapor Mas Wapres

12 Nov 2024

Musim Gugur, Banyak Tempat di Korea Diselimuti Rerumputan Berwarna Merah Muda

12 Nov 2024

Indonesia Perkuat Layanan Jantung Nasional, 13 Dokter Spesialis Berguru ke Tiongkok

12 Nov 2024

Saatnya Ayah Ambil Peran Mendidik Anak Tanpa Wariskan Patriarki

12 Nov 2024