Inibaru.id – Rani Mardiana dikenal sebagai pengepul sampah plastik di kalangan tetangganya. Dia memiliki bank sampah di rumahnya. Namun, jangan membayangkan bank sampah yang berlokasi di Perum Bukit Diponegoro, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, itu jadi bikin rumahnya kumuh, ya!
Rani, begitu dia biasa disapa, tampak mengelola usaha sosial bernama Bank Sampah Tembalang (BST) ini dengan cukup rapi. Berkarung-karung plastik dan barang bekas yang diletakkan di depan rumah Rani biasanya sudah disortir dan dikepak dengan baik sebelum diolah menjadi barang-barang kerajinan.
Sampah plastik yang sebagian di antaranya dihimpun dari warga sekitar dan ratusan donatur dari seluruh Semarang itu memang selalu segera dipilah begitu tiba di BST. Sampah ini dipisahkan berdasarkan jenis, warna, dan mereknya.
Barang-barang yang mereka tampung di antaranya botol bekas minuman, potongan kayu, perca, dan kulit telur. Botol bekas biasanya dipisahkan berdasarkan warna dan merek. Sampah ini biasanya dipakai untuk bahan dasar tas atau keranjang daur ulang bernilai jual.
Sementara, kulit telur yang terkumpul nantinya bakal digunakan untuk memproduksi lulur kesehatan kulit, sedangkan kain perca untuk disulap menjadi pakaian atau kerajinan tangan lainnya. Bersama empat anggota lain, Rini mengerjakan usaha tersebut hampir tiap hari.
Kelola 4-5 Kwintal Sampah Tiap Minggu
Rani mengatakan, selain dari warga sekitar, BST mendapatkan sampah dan barang bekas yang berasal dari 150 donatur sampah yang tersebar di Kota Semarang. Dalam seminggu, pihaknya mengaku mendapat pemasukan sekitar 4-5 kwintal sampah yang harus dikelola. Jenisnya macam-macam.
“Sampah yang kami dapat jenisnya macam-macam; yang datang dari penyumbang dari berbagai tempat di Semarang," terang Rani di rumah sekaligus base camp BST di Perum Bukit Diponegoro Blok B 207, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Rabu (8/12/2021).
Begitu tiba, Rani dkk biasanya bakal langsung menyortir dan memproses barang bekas tersebut, yang nantinya dikreasi menjadi berbagai produk, seperti topi, tas kayu, karpet, masker, hingga tas belanja. Untuk pemasarannya, selain membuat showroom di rumah, mereka mengandalkan pelbagai platform digital.
“Alhamdulilah. Lewat media daring, yang beli jadi lebih luas; yang paling banyak dari Sulawesi dan Yogyakarta, sih,” ungkap perempuan berjilbab tersebut sembari menunjukkan beberapa produk daur ulang BST.
Dikelola Bersama
Dalam mengelola Bank Sampah Tembalang, Rani nggak sendirian. Sejak awal, perempuan yang hobi membuat kerajinan tangan itu memang berniat memberdayakan perempuan di sekitar rumahnya. Saat ini, dia didukung oleh empat anggota lain, salah satunya adalah Ratri Bintari Ekowati.
Ratri juga berdomisili di Tembalang. Lantaran pintar menjahit, sehari-hari dia kebagian mengelola kain perca untuk dijadikan pelbagai produk fesyen di BST. Beberapa produk fesyen yang dihasilkannya antara lain tas, topi, dan masker.
“Dulu, banyak yang meragukan bank sampah ini, tapi saya dan Bu Rani percaya sampah-sampah ini pasti bisa dijadikan produk bernilai jual," ujar Ratri di BST. Semangatnya menggebu-gebu. "Nah, dari situ saya terpacu untuk belajar menjahit secara otodidak."
Produk-produk fesyen yang dibikin Ratri cukup menarik dan meriah. Harganya juga terjangkau. Misalnya, topi ukuran dewasa dibanderol sekitar Rp 45 ribu, sedangkan masker dihargai Rp 15 ribu. Sementara, tas dari kain perca bisa ditebus dengan mahar Rp 35 ribu saja. Hm, murah, bukan?
Nggak sekadar menjual, Ratri mengaku tertarik bergabung dengan Rani untuk membesarkan BST karena usaha daur ulang sampah ini bisa mengurangi pencemaran lingkungan. Jadi, nggak cuma roda ekonomi berputar, sampah pun bisa dikurangi.
Wah, salut dengan semangat mereka, ya, Millens? Semoga semakin banyak orang yang mendukung langkah positif para penggawa Bank Sampah Tembalang ini, ya! (Triawanda Tirta Aditya/E03)