BerandaFoto Esai
Senin, 12 Sep 2021 10:27

Jersey hingga Fotografi; Menjemba Keuntungan dari Tren Sepak Bola Tarkam

Jersey hingga Fotografi; Menjemba Keuntungan dari Tren Sepak Bola Tarkam

Liga sepak bola resmi Indonesia yang dihentikan selama pandemi Covid-19 justru menaikkan pamor kompetisi tarkam. Siapa yang paling untung dari kompetisi lokal ini?

Inibaru.id - Tarkam atau antarkampung bukanlah nama baru di kalangan pencinta sepak bola Tanah Air. Istilah ini biasanya melekat pada kompetisi sepak bola yang digelar antar-desa atau komunitas. Dulu, kompetisi itu hanyalah ajang mencari keringat. Namun, siapa sangka pandemi Covid-19 telah mengubahnya menjadi ladang bisnis yang bikin cuan banyak orang?

Laiknya liga resmi yang melibatkan tim "profesional" dengan pemiliknya, pelatih, sponsor, dan pemain-pemain yang digaji, sejumlah kompetisi tarkam kini juga demikian. Bukan sekadar untuk adu taktik dan kemampuan, kalau beruntung sepak bola tarkam juga bisa menguntungkan.

Keuntungan nggak hanya didapatkan pemilik klub, pemain, atau pelatih, tapi juga pihak luar seperti pembuat jersey, fotografer, sponsor, hingga pengelola stadion. Bahkan, nggak menutup kemungkinan kompetisi akar rumput yang kerap disebut fun football ini juga menarik minat bandar taruhan.

Suryo Putro, salah seorang pemain tarkam mengatakan, euforia sepak bola lokal nggak pernah sebagus sekarang. Sebelum wabah Covid-19 membuat kompetisi sepak bola resmi dihentikan, kompetisi lokal memang sudah ada, tapi nggak labih dari hobi dan semata olahraga.

"Ini benar-benar imbas pandemi, sih. Liga berhenti, stadion sepi. Dari situlah pemain sepakbola lokal mulai mencari jalan lain untuk tetap bisa bermain bola demi mencari kesenangan dan kesehatan," ujar pemilik klub sepak bola Puskas 21 FC itu, Jumat (10/9/2021).

Puskas 21 FC kepunyaan Suryo baru berdiri pada 1 April 2021 lalu. Namun, saat ini klub tersebut sudah memiliki 200 pemain aktif. Dalam sebulan, mereka sekurangnya akan bermain enam kali di lapangan yang berbeda-beda.

Hal ini menunjukkan betapa besarnya minat orang Indonesia pada si kulit bundar. Yang menarik, selain diisi pemain amatir atau pesepak bola "paruh waktu", klub-klub lokal ini juga diisi para profesional yang pernah menjadi skuad yang terlibat di kompetisi liga nasional.

Setiawan Sinaga, misalnya; Sebelum bermain di klub tarkam, dia adalah pemain Persik Kendal, klub sepak bola asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang sebelum pandemi tercatat sebagai kontestan di Liga 3. Setiawan, begitu dia biasa disapa, bergabung dengan klub lokal karena kompetisi nasional dihentikan.

"Tren sepakbola tarkam sekarang luar biasa melejit. Sebelum pandemi, nggak sebesar ini euforianya," ujar Setiawan. "Ini menarik sekali. Nggak hanya laki-laki, pemain perempuan juga banyak yang andil dalam euforia."

Berbagi Keuntungan

Sepak bola tarkam yang semula menjadi ranah yang lebih banyak dihuni kaum adam, kini juga mulai melibatkan kaum hawa. Lebih dari itu, mereka juga melibatkan jasa fotografer saat berlaga di lapangan. Kemudian, agar tampil maksimal, mereka pun mematut diri dengan jersey terbaik yang bisa berganti-ganti tiap kompetisi.

"Sekarang tiap main biasanya ada fotografernya. Tiap tim juga berlomba-lomba untuk pakai jersey yang kece agar kalau difoto hasilnya bagus," ujar Setiawan yang ditemui di Kendal, Jumat (10/9).

Tren baru tersebut rupanya berimbas cukup signifikan pada besarnya permintaan kostum klub dan jasa fotografer. Ini belum termasuk merchandise, pernak-pernik klub, dan hal-hal lain di luar lapangan yang tentu saja menguntungkan lebih banyak pihak. Hm, cara berbagi keuntungan yang menarik!

Saat ini, sebagian besar kota di Indonesia memiliki ratusan, bahkan mungkin ribuan, klub lokal yang aktif berkompetisi. Kamu tentu bisa membayangkan, berapa banyak pihak yang bakal menggunakan jasa pembuatan jersey, pernak-pernik, videografi, dan fotografi ini?

Maykel Rasi, seorang pemilik usaha pembuatan kostum klub alias jersey bernama R1 Sport Apparel di Kendal mengungkapkan, dia nggak memungkiri kalau bisnisnya saat ini tengah naik daun. Lelaki yang mengawali usaha dengan modal 25 juta itu mengaku beruntung.

Mengawali usaha pembuatan jersey di rumahnya pada Januari 2019, saat ini dia yang dibantu 10 karyawan mengaku mampu memproduksi sekitar 1.300 pcs jersey dalam sebulan. Per jersey dibanderol dengan dari Rp 90 ribu sampai Rp 210 ribu, tergantung bahan dan kualitasnya.

"Waktu memberanikan diri bikin usaha, tren bisnis ini memang sedang naik daun. Eh, ternyata sekarang tambah naik," ungkap lelaki yang akrab disapa Rasi ini, Jumat (10/9).

Seperti Rasi, F Ariel Setiaputra juga mengaku mampu merengkuh keuntungan lebih besar di tengah pandemi berkat tren kompetisi sepak bola tarkam yang digelar di mana-mana. Fotografer asal Kabupaten Semarang ini mengatakan, tawaran motret telah didapatkannya sejak 2020 silam.

"Iya, sejak September 2020 mulai dapat tawaran motret sepak bola tarkam. Sekali main, saya pasang tarif sekitar Rp 250 ribu," terangnya di Semarang, Jumat (10/9). "Semoga tren ini terus naik dari hari ke hari."

Ya, semoga tren tarkam ini bertahan dalam waktu yang sangat lama, meski liga sepak bola resmi Tanah Air sudah kembali digulirkan. (Triawanda Tirta Aditya/E03)


Foto udara Stadion Citarum di tengah pandemi Covid-19.
Mantan pemain timnas Indonesia M Ridwan ikut bermain pada pertandingan tarkam di Stadion Citarum Kota Semarang.
Fotografer bola juga kecipratan cuan di tengah tren fun football ini.
Klub-klub lokal mulai bermunculan.
Suasana toko jersey di Kendal yang bernama R1 Sport Apparel.
Deretan custom jersey dengan desain kekinian.
Penjahit juga banjir orderan jersey.
Suasana fun football di stadion Mandala Krida Yogyakarta.
Dua pemain perempuan berebut bola di sebuah lapangan sepak bola kampung.
Proses menjahit jersey.

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Iri dan Dengki, Perasaan Manusiawi yang Harus Dikendalikan

27 Mar 2025

Respons Perubahan Iklim, Ilmuwan Berhasil Hitung Jumlah Pohon di Tiongkok

27 Mar 2025

Memahami Perasaan Robot yang Dikhianati Manusia dalam Film 'Companion'

27 Mar 2025

Roti Jala: Warisan Kuliner yang Mencerminkan Kehidupan Nelayan Melayu

27 Mar 2025

Jelang Lebaran 2025 Harga Mawar Belum Seharum Tahun Lalu, Petani Sumowono: Tetap Alhamdulillah

27 Mar 2025

Lestari Moerdijat: Literasi Masyarakat Meningkat, tapi Masih Perlu Dorongan Lebih

27 Mar 2025

Hitung-Hitung 'Angpao' Lebaran, Berapa Banyak THR Anak dan Keponakan?

28 Mar 2025

Setengah Abad Tahu Campur Pak Min Manjakan Lidah Warga Salatiga

28 Mar 2025

Asal Usul Dewi Sri, Putri Raja Kahyangan yang Diturunkan ke Bumi Menjadi Benih Padi

28 Mar 2025

Cara Menghentikan Notifikasi Pesan WhatsApp dari Nomor Nggak Dikenal

28 Mar 2025

Hindari Ketagihan Gula dengan Tips Berikut Ini!

28 Mar 2025

Cerita Gudang Seng, Lokasi Populer di Wonogiri yang Nggak Masuk Peta Administrasi

28 Mar 2025

Tren Busana Lebaran 2025: Kombinasi Elegan dan Nyaman

29 Mar 2025

AMSI Kecam Ekskalasi Kekerasan terhadap Media dan Jurnalis

29 Mar 2025

Berhubungan dengan Kentongan, Sejarah Nama Kecamatan Tuntang di Semarang

29 Mar 2025

Mengajari Anak Etika Bertamu; Bekal Penting Menjelang Lebaran

29 Mar 2025

Ramadan Tetap Puasa Penuh meski Harus Lakoni Mudik Lebaran

29 Mar 2025

Lebih dari Harum, Aroma Kopi Juga Bermanfaat untuk Kesehatan

29 Mar 2025

Disuguhi Keindahan Sakura, Berikut Jadwal Festival Musim Semi Korea

29 Mar 2025

Fix! Lebaran Jatuh pada Senin, 31 Maret 2025

29 Mar 2025