BerandaAdventurial
Rabu, 16 Mei 2023 18:00

Tiga Periode Alun-alun di Kota-Kota Pulau Jawa

Simpang Lima di Kota Semarang, salah satu alun-alun yang cukup populer. (Inibaru.id/Triawanda Tirta Aditya)

Alun-alun di Kota-kota yang ada di Pulau Jawa dikenal sebagai ruang publik, pusat ekonomi, dan pusat pemerintahan. Sebenarnya, seperti apa sih sejarah keberadaan tempat yang sangat khas di kota-kota Pulau Jawa ini?

Inibaru.id – Di Kota Semarang ada Simpang Lima. Yogyakarta juga punya Alun Utara dan Alun-Alun Selatan. Di kota-kota lain, juga ada alun-alun yang menjadi pusat keramaian. Sebenarnya, mengapa hampir selalu ada alun-alun di kota-kota yang ada di Jawa, sih?

Alun-alun di Indonesia biasanya berupa lapangan berbentuk segi empat yang luas dan dikelilingi jalan raya. Lapangan ini ditumbuhi rumput hijau dengan tambahan sejumlah pohon besar. Di sekitar alun-alun, terdapat sejumlah bangunan pemerintahan atau pusat ekonomi. Biasanya, area ini jadi ruang publik yang ramai di akhir pekan.

Jika kita merujuk pada makalah dengan judul Alun-alun Sebagai Identitas Kota Jawa yang dibuat oleh Handinoto dan dipublikasikan dalam jurnal Dimensi, pada 18 September 1992 lalu, perkembangan alun-alun di Indonesia bisa dibagi menjadi 3 periode.

Yang pertama adalah alun-alun pada masa pra-kolonial alias saat Nusantara masih dalam bentuk kerajaan, lalu masa kolonial, dan era pasca-kolonial alias setelah Indonesia merdeka.

Alun-alun pada masa pra-kolonial

Konsep alun-alun sudah dikenal Kerajaan Majapahit pada abad ke-13. Hal ini dibuktikan dengan disebutkannya dua alun-alun di utara komplek kraton dalam kitab Negarakertagama karya Mpu Prapanca. Alun-alun dengan nama Waguntur sering dipakai untuk keperluan kerajaan seperti penobatan atau penerimaan tamu dari kerajaan lain, sementara Alun-alun Bubat lebih sering digunakan sebagai lokasi pesta rakyat.

Alun-alun pada masa kolonial

Alun-alun Utara Yogyakarta. (Kebudayaan.Kemendikbud)

Berdasarkan artikel Kompas.id, (3/1/2023) berjudul Ruang Publik Bernama Alun-alun, terungkap bahwa setelah Majapahit runtuh, Kesultanan Demak berdiri pada 1476. Periode kerajaan Hindu-Buddha pun berganti menjadi periode kerajaan Islam. Menariknya, Kesultanan Demak tetap mengadopsi adanya alun-alun di pusat pemerintahannya.

Di sekitar alun-alun, bangunan-bangunan pemerintahan didirikan. Ada pula pasar dan masjid. Khusus untuk masjid, bangunan ini menggantikan tempat ibadah Hindu-Buddha sebagaimana alun-alun pada periode kerajaan sebelumnya.

Keunikan lain dari alun-alun pada masa Kesultanan Demak adalah adanya dua pohon beringin di tengah-tengah lapangan. Konsep ini kemudian diikuti Kerajaan Mataram Islam. Bahkan, sampai sekarang, masih banyak alun-alun di kota di Pulau Jawa yang memiliki dua pohon beringin.

Kala Belanda menguasai Nusantara, bangunan di sekitar alun-alun bertambah. Ada rumah perangkat seperti bupati, residen, dan lain-lain. Ada juga pendopo, penjara, gereja, bahkan benteng. Di sejumlah kota, ada juga kawasan pecinan dan kauman yang memang diatur agar nggak jauh dari alun-alun tersebut.

Alun-alun pada masa pasca-kemerdekaan

Karena perkembangan kota dan peningkatan jumlah penduduk, banyak kota atau kabupaten yang menambah jumlah alun-alun di wilayahnya. Tujuannya tentu demi menambah ruang publik dan pusat ekonomi bagi masyarakat.

Oleh karena itulah, wajar jika Kota Semarang punya Simpang Lima dan Alun-alun di dekat Pasar Johar. Hal ini terjadi juga di kota-kota lain di Pulau Jawa.

Kalau di kotamu, apakah kondisi alun-alunnya cukup baik sehingga enak untuk dijadikan tempat nongkrong, Millens? (Arie Widodo/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024