BerandaHits
Selasa, 31 Mar 2025 11:01

Merayakan Lebaran sebagai Minoritas di Negeri Kincir Angin Belanda

Merayakan Lebaran sebagai Minoritas di Negeri Kincir Angin Belanda

Amida (nomor dua dari kiri), merayakan Lebaran dengan teman-temannya di asrama kampus. (Amida Yusriana)

Meski Idulfitri nggak dirayakan di Belanda, Amida mampu menghidupkan kemeriahan Lebaran dengan orang-orang terdekatnya. Seperti apa ya keseruan merayakan Hari Raya Idulfitri di sana?

Inibaru.id – Perayaan Idulfitri di Indonesia dirayakan dengan begitu meriah di Indonesia; bahkan menjadi hari libur nasional. Namun, situasi itu berbeda dengan di Belanda. Di sana, lebaran berjalan sebagaimana hari-hari normal pada umumnya. Inilah yang dirasakan Amida Yusriana.

Ami, begitu saya biasa menyapa, saat ini tengah menempuh S3 di University of Amsterdam. Tahun ini untuk kali kedua dia merayakan lebaran di negara yang pernah menjajah Indonesia tersebut. Secara keseluruhan, berarti sudah ketiga kalinya dia merayakan lebaran di tanah rantau.

Pengalaman pertamanya berlebaran di luar negeri adalah di Korea Selatan pada 2009 lalu, kala dia mengikuti kegiatan voluntary di sana. Kesempatan berikutnya adalah saat mulai bersekolah di Belanda pada 2024 lalu. Tahun ini pun dia sepertinya akan kembali berlebaran di Belanda.

“Waktu dulu di Korea, saya dan teman saya Intan salat Idulfitri di KBRI Seoul; jadi masih ada sedikit vibes kemeriahan lebaran ala orang Indonesia," kenangnya via pesan suara, Rabu (5/3/2025). "Tapi, tahun lalu beda, karena setelah salat langsung balik kampus untuk bimbingan sama profesor."

Amida merayakan Lebaran untuk kali kedua di Belanda. (Amida Yusriana)

Tahun lalu Ami sebetulnya punya kesempatan untuk merayakan Idulfitri bersama sesama orang Indonesia di Belanda sebagaimana ketika barada di Korsel. Sayangnya, dia salah membaca pesan di grup Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda yang membuatnya salah masjid untuk salat Id.

Alih-alih datang ke masjid tempat para anggota PPI Belanda berkumpul, dia malah menunaikan salat Id di tempat masyarakat dari negara-negara di Timur Tengah.

“Jadinya nggak ada halal-bihalal. Mungkin kalau di KBRI Den Haag ada ya. Tapi, Den Haag ke Amsterdam lumayan jauh. Karena setelah salat juga harus balik ke kampus, aku memilih masjid yang dekat-dekat sini saja untuk salat id,” lanjutnya.

Biar nggak sedih-sedih banget karena nggak bisa merasakan kemeriahan lebaran di sana, Ami sampai effort memasak opor ayam sendiri di asrama. Berbekal bumbu instan, dia berhasil melakukannya dan mengundang sejumlah teman di asramanya untuk melakukan perayaan kecil-kecilan dan makan bersama. Yap, setidaknya di hari Lebaran masih bisa berkumpul dan saling berbagi, ya?

Nggak lupa, setelah itu Ami juga melakukan videocall dengan keluarganya di rumah; meski ujung-ujungnya panggilan telepon itu justru membuatnya makin kangen rumah dan suasana lebarannya.

Sejumlah makanan khas Lebaran yang dimasak Ami saat Hari Raya Idulfitri. (Amida Yusriana)

Makanya, pada Lebaran 2025 ini, Ami bertekad untuk salat id di KBRI Den Haag. Informasi yang dia dapat, di sana dia bisa berkumpul dan sharing dengan sesama orang Indonesia sekaligus menikmati kemeriahan lebaran lengkap dengan masakan khas Tanah Air yang biasanya tersaji di sana.

“Rencananya begitu. Mau menginap di rumah teman di Den Haag dulu biar nggak repot dan nggak boros,” pungkas Ami.

Wajar jika Lebaran nggak dirayakan secara meriah di Belanda. Muslim di sana memang minoritas; yang sebagian adalah imigran serta para diaspora yang sedang ada urusan di Belanda seperti Ami.

Tapi, di balik sepinya Lebaran di sana, saya senang mengetahui Ami berusaha merayakannya dengan sebaik-baiknya dengan orang-orang terdekatnya. Yap, selamat Hari Raya Idulfitri untuk Amida, dan kalian semua yang merayakannya, Millens! (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT