Inibaru.id – Trowulan, ibukota Majapahit, sebagaimana tertuang dalam Negarakertagama, memiliki sebuah lapangan luas berbentuk persegi yang disebut tanah sakral. Konon, inilah ihwal mula alun-alun, yang dalam perkembangannya menjadi pusat sosial budaya dengan keraton, masjid, dan sel. Sebagai maskotnya, alun-alun punya pohon beringin.
Salah satu beringin paling terkenal di Jawa adalah Kiai Dewa Ndharu dan Kiai Jana Ndharu. Dulu, pohon ara kembar di Alun-alun Yogyakarta ini jadi tempat untuk memprotes kebijakan raja. Dengan pakaian serba putih, orang yang protes akan pepe, bersila seharian hingga raja melihat dan menyuruhnya menghadap.
Entah apa yang membuat beringin begitu istimewa hingga menjadi "maskot" di alun-alun. Masyarakat Jawa kuno memang kerap menyakralkan pohon besar, nggak terkecuali beringin. Seiring dengan kesakralan tersebut, berbagai mitos tentang pohon yang sering dibikin bonsai ini juga acap muncul.
Bentuknya yang kekar menjulang dengan cabang yang melebar, daun lebat nan rimbun, serta akar gantung yang menjulur hingga hampir menyentuh tanah memang membuat beringin terlihat menakutkan. Maka, satu kesan pun muncul: angker!
Mitos Keangkeran Beringin
Beringin merupakan salah satu pohon berdaun lebat dengan cabang melebar yang cocok menjadi peneduh di taman atau sekitar rumah. Namun, kebanyakan orang nggak berani menanamnya lantaran termakan mitos bahwa pohon bernama latin Ficus benjamina ini menjadi sarang mahluk halus.
Yang lebih menakutkan, akar gantung pada pohon beringin ini dipercaya jadi sarana bermain sekaligus tempat bersembunyi sejumlah hantu, misalnya kuntilanak atau genderuwo, yang sangat identik dengan masyarakat Jawa.
Alasan lain mengapa banyak orang takut dengan pohon beringin adalah permukaan batangnya yang kasar dan beralur-alur. Beberapa pohon bahkan terlihat seperti manusia dengan kaki dan tangannya yang banyak. Ini membuatnya tampak seram dan seakan-akan sesuai dengan karakternya yang angker.
Saking sakralnya pohon beringin, banyak orang yang nggak berani menebangnya. Apalagi jika lokasinya ada di hutan atau permakaman. Bahkan, ada yang sampai nggak mau buang air kecil di sekitar pohon ini karena nggak ingin mengganggu penunggunya. Ha-ha. Ini bagus sih!
Pohon Penuh Manfaat
Entah sekadar mitos atau memang benar adanya, keengganan orang untuk menebang pohon beringin sejatinya bagus karena pohon yang masih bersaudara dengan pohon ara ini memang kaya manfaat, salah satunya sebagai penyedia oksigen dalam jumlah besar.
Dalam filosofi orang Jawa, beringin memang "dimuliakan". Ini karena pohon tersebut menjadi perlambang dari pengayoman, keadilan, hingga keabadian. Selain itu, ada yang menyebut beringin sebagai simbol manunggaling kawula Gusti.
Manunggaling kawula Gusti adalah bersatunya manusia dengan Yang Maha-esa. Intinya, beringin memang dianggap lebih dari sekadar pohon, tapi juga perwujudan dari hubungan manusia dengan penciptanya.
Selain alasan mistis, alasan kesakralan inilah yang membuat pohon beringin jarang ditebang. Pengeramatan pohon tersebut menjadikan banyak beringin bisa berusia puluhan, bahkan ratusan tahun. Mereka pun jadi tumbuh besar lantaran selalu dirawat masyarakat.
Perlu kamu tahu, beringin termasuk pohon yang memproduksi oksigen dalam jumlah besar. Pohon ini juga dikenal mampu meningkatkan resapan air di dalam tanah. Maka, menanam beringin di dekat sumur atau sumber air sangatlah bagus untuk membuat ketersediaan airnya tetap terjaga.
Jadi, gimana nih, masih menganggap beringin angker atau justru berniat memanfaatkan tanaman asli Asia dan Australia ini sebagai penopang kehidupan sehari-hari kita, nih, Millens? (Min/IB09/E03)