Inibaru.id - Bagi pendaki pemula, membayangkan tidur di tenda dan menaklukkan puncak gunung bisa terasa seru sekaligus menantang. Namun, pernahkah kamu bertanya, bagaimana mereka buang air besar (BAB) saat melakukan pendakian?
Perlu kamu tahu, nggak semua jalur pendakian memiliki toilet umum untuk BAB. Inilah yang nggak dipahami Suryani pada pendakian perdananya pada medio 2023 lalu. Kala itu, yang bikin gentar bukanlah medan terjal nan curam yang harus ditaklukkannya, tapi "panggilan alam" yang mendadak muncul di tengah perjalanan.
Bagi sebagian orang, BAB adalah kegiatan penting yang terasa memalukan untuk dibicarakan. Inilah yang dilakukan Yani, sapaan akrabnya. Dia memilih diam saja dan tetap melanjutkan perjalanan sembari menahan hasrat BAB.
"Aku bingung dan merasa malu untuk tanya teman seperjalanan, sementara perut sudah nggak bisa diajak kompromi. Beruntung, waktu itu ada temanku yang melihat gerakanku yang melambat; dikiranya aku sakit," kata pendaki asal Kabupaten Pati tersebut, belum lama ini.
Setelah mengetahui bahwa dirinya harus BAB, Yani mengungkapkan, tanpa mengejek salah seorang temannya segera mengeluarkan sekop kecil dan kantung berisi tisu kering, tisu basah, dan plastik klip berukuran agak besar, sementara teman lainnya mencarikan tempat yang aman untuk BAB.
"Untuk pendaki pemula, menurutku pengetahuan tentang cara BAB di hutan atau gunung penting banget, sih. Intinya aku harus menggali lubang agak jauh dari jalur pendakian. Karena waktu itu malam, aku harus ditemani pendaki lain. Malu, tapi ini penting!" ucapnya, memberi saran.
BAB Aman dan Ramah Lingkungan
Berada di alam liar memang mustahil menemukan tempat MCK yang nyaman dengan air yang berlimpah seperti toilet umum di pom bensin. Padahal, seperti makan dan minum, BAB adalah sebuah prioritas yang akan membuat tubuhmu kembali fit untuk melakukan perjalanan.
Berikut adalah sejumlah tips yang bisa kamu terapkan agar kegiatan BAB di tempat seperti hutan, pegunungan, atau tebing terjal di jalur pendakian tetap aman dan ramah lingkungan:
1. Sediakan perlengkapan BAB di ransel
Mengutip tips yang diberikan Tiktoker @pendakilurus, pastikan membawa "poop kit" saat mendaki, yang terdiri atas sekop mini, tisu basah, tisu kering, dan kantung plastik klip. Perlengkapan terakhir sangat penting jika kamu mendaki di wilayah konservasi atau medan yang sulit digali seperti tebing berbatu, atau tanah beku.
Opsional, kamu juga bisa membawa sarung tangan plastik dan handsanitizer untuk alasan kenyamanan. Pastikan semuanya masuk dalam satu tas kering yang mudah diambil jika sewaktu-waktu "alam memanggil".
2. Jangan tunggu hingga situasi mendesak
Kamu nggak akan tahu sedang berada di mana saat kebelet pup, maka lebih baik jangan menunggu hingga situasi mendesak. Kendali dirimu dan kebiasaan tubuhmu. Jika biasa BAB pada pagi hari, lakukanlahlah saat itu. Puncak gunung bisa menunggu, tapi gimana perutmu?
"Untuk pendakian yang memakan waktu lebih dari sehari, aku sekarang membiasakan diri BAB pada pagi hari, saat nge-camp, atau di pos pendakian. Intinya, jangan menahan terlalu lama karena bisa menyebabkan masalah pencernaan saat trekking," tutur Yani.
3. Komunikasi ke teman satu tim
Meski terdengar lucu, memberi tahu teman setim saat kamu mau “izin ke belakang” sangatlah penting. Sesama pendaki biasanya akan paham, jadi kamu nggak bakal ditertawakan. Seperti dijelaskan Yani, hal ini penting untuk keamanan.
"Pastikan tidak terlalu jauh dari tenda atau jalur pendakian, tapi juga tidak terlalu dekat," kata Yani.
4. Kenali spot yang aman dan tersembunyi
Mengharapkan kenyamanan BAB di jalur pendakian jelas mustahil, tapi penting bagimu untuk tetap aman selama melakukannya. Maka, pastikan "toilet" yang kamu pakai landai dan padat, bukan tebing curam atau berisiko longsor, tapi cukup gembur untuk digali.
Berdasarkan pedoman resmi Leave No Trace Center for Outdoor Ethics (LNT), organisasi internasional yang mempromosikan etika pendakian ramah lingkungan, tempat BAB yang ideal adalah sekitar 200 kaki (70 langkah) dari jalur pendakian, tempat berkemah, dan sumber air.
5. Gali lubang kucing (cathole)
Di spot tersebut, LNT menyarankan agar pendaki menggali lubang sedalam 15-20 sentimeter dengan lebar 10-15 sentimeter untuk BAB. Setelah selesai, lubang ditimbun kembali dengan tanah, lalu ditutup daun atau ranting.
Cathole idealnya dibuat di tanah yang terkena sinar matahari langsung agar kotoran bisa terurai lebih cepat. Menurut National Park Service (NPS) AS, teknik cathole adalah cara terbaik dan paling etis untuk membuang limbah manusia di alam liar jika fasilitas toilet nggak tersedia.
6. Gunakan tisu yang bisa terurai
Gunakan tisu toilet biodegradable atau yang mudah terurai. Jika nggak punya, bawalah kembali tisu bekas pakai dalam kantong plastik tertutup (seperti ziplock atau wag bag). Jika memakai daun sebagai pengganti tisu, pastikan nggak beracun atau menyebabkan iritasi seperti daun jelatang.
Sedikit catatan, jangan membuang tisu sembarangan di hutan, meskipun sudah ditimbun karena sebagian tisu di pasaran memerlukan waktu bertahun-tahun untuk terurai. Karena itulah kantung plastik klip diperlukan.
Ingat Etika: Jangan Tinggalkan Jejak
Pendaki yang baik bukan hanya dilihat dari keberhasilannya sampai puncak, tapi juga yang tahu cara menjaga kelestarian alam. Meski terkesan sepele, tapi BAB secara sembarangan bisa mencemari air, menyebarkan penyakit, dan mengganggu ekosistem.
Maka, penting bagimu untuk nggak meninggalkan jejak berupa barang apa pun yang sulit terurai, termasuk tisu bekas BAB. Jejak yang dimaksud juga termasuk feses yang kamu keluarkan; jangan sampai mencemari atau mengganggu kenyamanan pendaki lain.
Buang air besar adalah kebutuhan dasar manusia, nggak peduli seberapa tangguh atau romantisnya petualanganmu. Dengan persiapan dan pengetahuan yang benar, kamu bisa tetap melakukannya tanpa merusak alam; dan tentu saja tanpa merasa malu.
Jadilah pendaki yang bertanggung jawab, agar hanya jejak kaki yang akhirnya tertinggal selama pendakian, bukan pencemaran lingkungan, apalagi masalah kesehatan karena menahan BAB terlalu lama! Ha-ha. Selamat mendaki dengan suka cita! (Siti Khatijah/E10)
