BerandaTradisinesia
Sabtu, 11 Mei 2018 09:10

Warga Pelemsari Berperang dengan Senjata Kepalan Nasi

Perang nasi di Desa Pelemsari, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. (minutespost.com)

Para pemuda saling kejar sambil melempar kepalan nasi. “Perang” di Desa Jleper, Rembang, Jawa Tengah ini nggak bikin dendam, justru membuat guyub mereka yang terlibat.

Inibaru.id – Keberlimpahan panen warga Desa Pelemsari Kecamatan Sumber, Rembang, Jawa Tengah disyukuri dengan menggelar tradisi sedekah bumi. Salah satu bagian ritus tradisi itu sebuah peperangan.

Wuih, kok syereeem….

Tunggu dulu, Sobat Millens. Ini bukan perang yang dipenuhi nafsu ingin saling membunuh. Ini perang yang dilakukan dengan penuh kegembiraan dan canda tawa. Senjata andalannya pun hanya berupa kepalan nasi yang sudah didoakan pemuka agama setempat.

Ya, seperti dikutip dari Detik.com (16/8/2017), tawur sega atau perang nasi yang dilakukan para pemuda Desa Pelemsari adalah ekspresi rasa syukur atas keberlimpahan panen warga desa itu. Tujuan lain perang nasi itu juga sebagai simbol penolakan terhadap segala bahaya alias tolak bala.

Perlu Millens tahu, tradisi itu sudah berlangsung lama. Tolak bala yang dimaksud adalah hama yang kerap menyerang tanaman petani. Maklum, sebagian besar penduduk Pelemsari adalah petani. Musuh utama petani salah satunya adalah tikus-tikus.

"Dulu ada serangan hama tikus yang menimpa persawahan warga Desa Pelemsari. Setelah adanya tawur nasi, seketika serangan hama tikus hilang. Hingga saat ini, kami percaya tradisi ini untuk tolak bala menghindarkan desa dari segala macam musibah," ungkap Kepala Desa Pelemsari, Surinto, seperti dikutip dari Detik.com (16/8/2017).

Sebelum digunakan dalam prosesi tawuran, nasi sebelumnya diarak mengelilingi desa. Kemudian para sesepuh desa berkumpul untuk membacakan doa terhadap nasi tersebut.

Oya, ada hal khusus yang diperhatikan untuk pelaksanaan tawur nasi ini. Apa? Penentuan hari yang  menurut Surinto perlu perhitungan khusus. Tahun lalu (2017), ritus dilaksanakan pada Rabu Pon, berdasarkan hitungan hari kelahiran Kepala Desa yang sedang menjabat, digabung dengan penghitungan weton kelahiran desa.

"Hari rabu adalah hari kelahiran saya selaku kepala desa, sedangkan pasaran pon itu merupakan weton kelahiran desa," katanya.

Menurutnya bila nanti kepala desanya berganti, pasti pelaksanaan tradisi ini juga akan berganti sesuai dengan hari kelahiran kepala desa. Dia mencontohkan kalau seorang kades lahir pada hari Senin, berarti pelaksanaannya hari Senin Pon.

Sebenarnya, sakitkah saat dilempar kepalan nasi?  "Pas tawur ya pasti sakit kalau kena lemparan. Tapi setelah nasinya habis, prosesi selesai, tidak ada dendam atau apa. Justru kami senang," tutur Makruf, salah seorang peserta “perang”.

Sebagai tradisi turun-temurun, warga Pelemsari berusaha menyelenggarakannya setiap tahun. Mereka percaya, ritus itu sebagai ungkapan syukur dan harapan akan hasil panen yang selalu baik. Bila tak melakukannya, mereka khawatir bakal mengalami gagal panen seperti pada 1995. Pada tahun itu, warga pelemsari nggak mengadakan tawur nasi.

Bagaimana nasib nasi yang dilempar-lempar? Bukankah nasi yang berserakan itu mubazir.

Tidak, Millens. Seusai tawur nasi, nasi yang berserakan itu dikumpulkan. Sebagian untuk pakan ternak yang dipercaya bakal menghindarkan ternak dari penyakit. Sebagian lainnya bakal disebar di area persawahan yang dipercaya sebagai pengusir tikus.

Perlu kamu tahu juga, tradisi tawur nasi juga dijumpai di masyarakat Desa Jleper, kecamatan Mijen, Demak dan Desa Mlilir, Kecamatan Gubug, Kabupaten Gronogan.

Boleh jadi ada dari Sobat Millens kurang setuju ketika nasi dijadikan alat lempar-lemparan. Tapi kita perlu menghargai bahwa itu tradisi suatu masyarakat. Mengkritik tradisi orang bukanlah sikap bijak. Setuju? (IB02/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: