BerandaTradisinesia
Jumat, 4 Agu 2022 17:12

Solo, Desa Terpencil di Tepi Bengawan yang Jadi Pusat Pemerintahan

Keraton Surakarta yang ada di Solo. (Wikipedia)

Solo dikenal sebagai salah satu pusat pemerintahan Kesultanan Mataram. Tapi, kamu tahu nggak kalau dulu awalnya Solo hanyalah sebuah desa terpencil? Kondisi ini bahkan tetap bertahan meski Kerajaan Mataram sudah cukup besar, lo.

Inibaru.id – Mana yang lebih tepat, Solo atau Surakarta? Banyak orang bingung membedakan dua nama ini. Maklum, keduanya sama-sama merujuk pada satu wilayah yang sama.

Tapi, kalau menilik sejarah, Solo punya cerita yang lebih panjang dari Surakarta. Dulunya, Solo hanyalah sebuah desa perdikan yang terpencil. Pemimpin desa tersebut adalah Ki Gede Sala atau juga dikenal dengan Kiai Sala. Dari namanya itulah, desa tersebut dikenal dengan sebutan Sala.

Orang Belanda yang kesulitan menyebut 'Sala' kemudian menyebutnya dengan 'Solo'. Sejak saat itulah, penyebutan wilayah ini bertahan menjadi Solo hingga sekarang.

Geger Pecinan dan Sumpah Pakubuwana II

Status Solo sebenarnya tetap sebuah desa terpencil meski Mataram sudah dianggap sebagai kesultanan yang cukup disegani di Jawa, termasuk oleh penjajah Belanda. Tapi, sebuah peristiwa mengawali perubahan kondisi desa tersebut.

Semua dimulai pada 1740. Kala itu, orang-orang Tionghoa di Batavia dibantai habis-habisan oleh VOC dalam peristiwa Geger Pecinan. Banyak dari mereka yang kemudian lari ke Jawa Tengah. Sultan Mataram kala itu, Sunan Pakubuwana II bersumpah ingin mengusir VOC dari Tanah Jawa. Orang-orang Tionghoa pun punya keinginan yang sama. Keduanya kemudian memilih untuk menggabungkan kekuatan.

Ilustrasi Geger Pecinan di Surakarta. (Kompas)

Perang terbuka kemudian berlangsung di wilayah Mataram, termasuk di pusat pemerintahan saat itu, Kartasura. Tapi, di tengah-tengah masa perang, Pakubuwana II yang khawatir dilengserkan dari jabatannya saat mengetahui banyak pasukannya kalah justru berbalik memihak Belanda.

Raden Mas Garendi yang memimpin tiga brigade pasukan Jawa dan tiga brigade pasukan Tionghoa sangat kecewa dengan keputusan sang Sultan Mataram. Dia pun menyusun kekuatan untuk menyerang Keraton Kartasura dari Grobogan. Mereka kemudian melakukan penyerangan hingga berhasil menguasai Kartasura pada 30 Juni 1742. Akibat hal ini, Pakubuwana II dan jajarannya sampai kabur ke Magetan dan Ponorogo untuk menyelamatkan diri.

Pindahnya Pusat Pemerintahan

Kekacauan Mataram baru berakhir saat Pangeran Cakraningrat dari Madura dan Raden Mas Sahid bersatu untuk memulihkan keadaan. Selain itu, dengan bantuan VOC, Pakubuwono II juga bisa kembali naik tahta.

Sayangnya, saat kembali memerintah, Keraton Kartasura sudah hancur berkeping-keping dan nggak layak lagi ditinggali. Sesuai dengan kepercayaan Jawa bahwa keraton yang hancur nggak lagi memiliki wahyu keprabon, Pakubuwono II pun memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan Mataram.

Ada tiga opsi pilihan lokasi keraton yang baru yakni Desa Kadipolo (Taman Sriwedari), Desa Solo, dan Desa Sasewu (sebelah barat Kecamatan Bekonang). Setelah mempertimbangkan banyak hal, termasuk mempertimbangkan lokasinya yang ada di dekat dengan Sungai Bengawan yang merupakan pusat perdagangan Mataram kala itu, Desa Solo kemudian dipilih.

Sejak saat itu pula, Solo punya nama resmi sebagai pusat pemerintahan Mataram. Namanya adalah Surakarta Hadiningrat. Wilayah ini pun kemudian bisa disebut sebagai Solo ataupun Surakarta, hingga sekarang.

Kalau kamu, lebih suka menyebut kota ini sebagai Solo atau Surakarta, Millens? (Kom, Mer/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: