BerandaTradisinesia
Kamis, 15 Mei 2024 17:00

Selalu Disambut Meriah; Karnaval Sedekah Bumi di Desa Bancak!

Arak-arakan karnaval sedekah bumi di Desa Bancak diikuti kepala desa dan jajarannya. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Karnaval sedekah bumi di Desa Bancak, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, selalu disambut meriah. Selain warga setempat, para penonton juga acap datang dari berbagai desa tetangga.

Inibaru.id - Menghabiskan akhir pekan di rumah saudara menjadi salah satu agenda yang acap saya lakukan. Selain menyambung tali persaudaraan, cara ini menjadi upaya saya untuk mengganti suasana. Kalau beruntung, kadang saya bisa mengikuti event budaya yang tengah berlangsung di desa setempat.

Inilah yang saya alami saat menyambangi rumah saudara di Desa Bancak, Kecamatan Gunungwungkal, Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada Sabtu (12/5/2024) lalu. Tiba pukul 13.30 WIB, kedatangan saya "disambut" karnaval untuk menyambut tradisi sedekah bumi yang dipusatkan di jalan utama desa.

Suasananya begitu ramai. Desa kecil yang sebelumnya saya kenal begitu tenang ini berubah riuh hari itu. Orang-orang berhampuran keluar, berbaris di pinggir jalan desa untuk menonton aksi para peserta pawai yang mengenakan kostum dan aksesori warna-warni.

Saya pun segera nimbrung, ikut berpanas-panasan bersama deretan penonton yang tampak begitu antusias. Nggak sampai sepeminuman kopi, karnaval dimulai, ditandai dengan suara petasan yang berdentum beberapa kali; lalu sirine mobil polisi. Setelahnya, peserta pawai mulai berarak.

Gunungan sedekah bumi diarak dengan dinaikkan di atas mobil pikap. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Karnaval Sedekah Bumi di Desa Bancak digelar setahun sekali. Maka, wajar jika animo masyarakat begitu besar, nggak terkecuali Munfatimah, warga Bancak yang menonton di samping saya. Fatim, begitu dia minta disebut, mengatakan bahwa karnaval ini digelar dengan rute mengelilingi desa.

"Rute dimulai dari perbatasan antara Desa Bancak dengan Jenon, kemudian lanjut ke arah timur. Berkeliling desa," terangnya sembari menonton pawai yang mulai melintas di depannya. "Itu (menunjuk orang-orang yang menaiki kereta kuda) kepala desa dan para perangkatnya."

Mengetahui saya bukan warga setempat, Fatim pun tambah antusias menjelaskan detail dari tradisi tahunan ini. Dia mengatakan, peserta karnaval adalah perwakilan dari tiap RT di Desa Bancak. Mereka yang ikut nggak dibatasi usia, dari anak-anak hingga dewasa.

"Desa Bancak terdiri atas dua RW. Nah, masing-masing RT dari kedua RW tersebut wajib mengirimkan perwakilannya untuk memeriahkan karnaval ini," papar Fatim dengan mimik muka semringah.

Atraksi naga liang liong di sedekah bumi desa Bancak yang sangat memukau para penonton. (Inibaru.id/ Rizki Arganingsih)

Untuk event di desa, karnaval sedekah bumi di Desa Bancak ini menurut saya terbilang meriah. Yang mereka tampilkan juga variatif, mulai dari pertunjukan barongan, barongsai, kesenian tong tek, naga liang liong, hingga drum band. Nggak lupa, mereka juga mengarak gunungan hasil bumi.

Fatim mengungkapkan, tradisi sedekah bumi di desanya nggak hanya dirayakan dengan menggelar karnaval. Mereka juga mengadakan acara panjat pinang dan turnamen bola voli, serta pentas wayang yang nggak boleh ditiadakan.

Karnaval desa ini rupanya memang terkenal. Nggak sedikit warga desa lain yang sengaja datang untuk menontonnya, termasuk Dwi Apriliani. Berasal dari Jrahi yang berjarak sekitar 7 kilometer dari Bancak, dia sengaja datang bersama kedua adiknya untuk menonton arak-arakan yang konon selalu seru itu.

"Yang paling bagus, tadi sempat ada barongan yang kesurupan tepat di depan saya berdiri. Takut sih, tapi penasaran pengin lihat juga!" seru perempuan yang biasa disapa April itu diikuti gelak tawa.

Karnaval masih cukup panjang saat saya terpaksa balik badan untuk urusan lain. Enggan rasanya beranjak. Dari kejauhan, masih terdengar jelas keriuhan orang-orang yang berpadu dengan suara perkusi yang ditabuh bertalu-talu. Tahun depan datang lagi, deh! (Rizki Arganingsih/E03)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024