BerandaTradisinesia
Selasa, 31 Okt 2022 18:39

Sejarah Kemunculan Kalender Jawa, Dibuat Demi Persatuan

Sejarah kalender Jawa dan isi yang ada di dalamnya. (Pixabay/geralt)

Meski zaman semakin maju, masyarakat Jawa nggak meninggalkan tradisi dan kebudayaan mereka begitu saja. Mereka tetap saja menggunakan ‘fungsi’ kalender Jawa di acara-acara tertentu.


Inibaru.id – Untuk memudahkan komunikasi antar negara, seluruh dunia menggunakan kalender Masehi sebagai penanggalan internasional. Meski begitu, sebenarnya ada beberapa negara yang masih memakai kalendernya sendiri. Hal serupa berlaku di Indonesia. Di sebagian wilayah Jawa, masih ada masyarakat yang tetap memegang teguh sistem kalendernya sendiri.

Penggunaan kalender Jawa cukup berbeda dengan kalender Masehi. Kalender ini biasanya dipakai untuk menentukan tanggal hajatan, keputusan dalam dunia pertanian, dan lain-lain. Meski penggunaannya nggak sesering kalender Masehi, tetap saja kalender Jawa dianggap penting.

Sejarah Kalender Jawa

Dilansir dalam Kumparan (01/03/21), kalender ini kali pertama dibuat oleh Mpu Hubayun pada 911 sebelum Masehi. Kalender tersebut kemudian sempat dimodifikasi oleh Prabu Sri Mahapunggung I pada tahun 50 sebelum Masehi. ­

Meski begitu, kalender Jawa baru benar-benar digunakan secara resmi semenjak 1633 saat Mataram dipimpin oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo. Nggak hanya Kesultanan Mataram yang memakainya, sejumlah kerajaan lain yang juga masih berada di bawah kesultanan ini juga menggunakannya, Millens.

Kalender Jawa dibuat berdasarkan sangkan paraning bawa yang berarti asal usul semesta dan sangkan paraning dumadi yang berarti asal usul kehidupan. Berbeda dengan penanggalan Islam, kalender ini mengikuti peredaran matahari.

Dari Tiga Kalender Berbeda

<i>Ilustrasi kalender Jawa bukti akulturasi budaya dan zaman. (Kraton Jogja)</i>

Dikutip dari Good News From Indonesia (27/08/21), pembuatan kalender Jawa ternyata terinspirasi dari tiga jenis kalender sekaligus, yaitu penanggalan Islam (Hijriah), penanggalan Hindu (Saka), dan Masehi.

Ketiga sistem kalender tersebut digabung atas usulan Sultan Agung guna memperkuat persatuan wilayah Mataram yang kala itu masih berperang melawan bangsa asing. Alasannya, saat itu banyak masyarakat yang masih menganut kalender Saka, sementara para santri sudah berpatokan pada kalender Hijriah.

Isi Kalender Jawa

Kalender Jawa memiliki keunikan, yaitu jumlah harinya yang sebanyak 30 untuk bulan ganjil dan 29 untuk bulan genap. Hal ini berbeda dengan sistem kalender Hijriah yang masih memegang teguh fenomena hilal atau penampakan bulan hari untuk menentukan jumlah hari dalam satu bulan.

Kalender Jawa juga memiliki hal unik lain, yaitu memiliki tiga tahu kabisat di tiap windunya (setiap delapan tahun). Hal ini tentu sangat kontras dengan kalender Hijriah yang memiliki sebelas tahun kabisat setiap tiga puluh tahun.

Omong-omong, kamu tahu nggak kapan kalender Jawa dimulai? Ternyata, ada sejarahnya, lo. Pada 78 Masehi, Prabu Ajisaka mengadopsi angka nol (0) dari India dan memulai perhitungan kalender Jawa dari angka nol pada tahun tersebut.

Saat itulah, kalender Jawa baru bermula dan dikenal sebagai tanggal 1 Badrawana, tahun Sri Harsa Windu Kuntara (tanggal 1 bulan 1 tahun 1 windu 1), hari Radite Kasih (Minggu Kliwon) yang bertepatan dengan tanggal 21 Juni 78 Masehi.

Semenjak kalender Jawa muncul, hadir pula turunannya, yaitu weton yang juga sering dipakai orang Jawa untuk menentukan hari-hari penting. (Kharisma Ghana Tawakal/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: