BerandaTradisinesia
Sabtu, 25 Feb 2022 12:45

Rokok Kretek, Simbol Perlawanan Diponegoro di Jawa

Ilustrasi: Pangeran Diponegoro yang suka mengisap rokok kretek. (NU Online)

Kebiasaan mengisap rokok kretek ternyata sudah ada sejak masa perlawanan Pangeran Diponegoro, lo. Kala itu, merokok kretek juga dianggap sebagai simbol perlawanan melawan penjajahan Belanda.

Inibaru.id – Rokok nggak hanya ada dalam beberapa puluh tahun belakangan, lo, Millens. Masyarakat Indonesia bahkan sudah mengenal rokok sejak masa kerajaan. Kabarnya, rokok kretek bahkan jadi isapan favorit Pangeran Diponegoro.

Ada banyak jenis varian rokok yang bisa kamu temui di pasaran. Namun, yang cukup populer adalah rokok filter dan kretek. Khusus untuk rokok filter, seringkali dianggap rokok lebih 'sehat' karena jumlah tar dan nikotin di dalamnya lebih rendah dari rokok kretek. Tapi, kalau sering diisap, ya sama saja nggak sehat, Millens.

Omong-omong ya, rokok cukup populer karena sering diisap oleh sejumlah tokoh di masa kemerdekan. Sebagai contoh, Ir. Soekarno, Haji Agus Salim, dan Jenderal Soedirman, dikenal sebagai perokok aktif. Hanya, jauh sebelum itu, Pangeran Diponegoro sudah terbiasa mengisap rokok dan menjadikan tembakau sebagai teman perjuangannya.

Biografi Singkat Pangeran Diponegoro

Lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785, Pangeran Diponegoro adalah anak dari Sultan Hamengkubuwono III. Ibunya adalah salah seorang selir dari sang sultan. Karena alasan inilah, dia menolak jadi penerus pemegang kekuasaan Kesultanan Yogyakarta kala itu.

Penjajahan Belanda di Jawa yang membuat rakyat menderita membuat Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terbuka. Sejarah pun mencatat Perang Diponegoro yang berlangsung dari 1825 sampai 1830 sebagai salah satu perang tersengit melawan kompeni.

ilustrasi rokok kretek. (Bea Cukai)

Rokok Kretek Simbol Perlawanan

Pangeran Diponegoro punya kebiasaan unik, yakni merokok kretek dengan klobot bersama kunyahan sirih di mulut. Kali aja kamu belum tahu, rokok klobot adalah rokok yang terbuat dari rajangan tembakau dan gulungannya nggak menggunakan kertas papir, melainkan daun jagung yang dikeringkan.

Bersamaan tembakau, berbagai rempah lain seperti cengkeh biasa ditambahkan pada rokok kretek tersebut. Menariknya, kebiasaan mengisap rokok Pangeran Diponegoro yang unik ini dianggap sebagai simbol perlawanan melawan penjajah.

Di zaman itu, orang-orang Belanda terbiasa merokok dengan pipa. Bahkan, para penjajah mengangap kebiasaan merokok kretek atau mengunyah sirih sebagai hal yang kuno dan jorok. Bagi mereka, kebiasaan tersebut merusak visualisasi merokok yang seharusnya tenang dan nikmat. Masalahnya, mereka bahkan sampai melakukan kampanye besar-besaran untuk meninggalkan kebiasaan merokok kretek atau mengunyah sirih, Millens.

Karena sudah kadung jadi tradisi, orang Nusantara pun jengkel dengan anggapan tersebut dan akhirnya justru menjadikan aktivitas ini sebagai simbol perlawanan. Contohlah, di Bali sana, I Gusti Ketut Jelantik sampai meludahkan sirih ke surat izin berlayar Belanda. Hal ini tentu bikin Belanda marah besar.

Pangeran Diponegoro yang tahu akan hal ini akhirnya juga melakukan perlawanan dengan cara yang mirip. Selama melakukan perang, dia nggak bakal lupa dengan kebiasaan mengisap rokok klobot dan mengunyah sirih seperti ingin menunjukkan kalau tradisi ini nggak bakal bisa hilang.

Kebiasaan Pangeran Diponegoro ini ternyata jadi warisan hingga sekarang. Masyarakat Indonesia terbiasa merokok tanpa memakai pipa. Sayangnya, kebiasaan mengunyah sirih sudah hampir punah karena semakin sedikit orang yang melakukannya.

Kalau kamu, apakah juga suka mengisap rokok kretek sebagaimana Pangeran Diponegoro, Millens?(BOL/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024