Inibaru.id – Lasem merupakan sebuah kecamatan di Rembang, Jawa Tengah yang memiliki julukan “Tiongkok Kecil”. Julukan ini muncul karena Lasem dipercaya sebagai tempat bersandar pertama orang-orang Tionghoa di Tanah Jawa. Oleh karena itulah, wajar jika kamu menemukan peninggalan khas Tionghoa di Lasem. Sebagai contoh, kamu bisa menemukan tiga klenteng megah di Lasem, yaitu Klenteng Gie Yong Bio, Klenteng Cu An Kiong, dan Klenteng Po An Bio.
Omong-omong, di dalam Klenteng Gie Yong Bio kamu bisa menemukan seuatu yang unik, yaitu sebuah altar dengan patung seorang laki-laki berpakaian khas Jawa. Oleh masyarakat Lasem, patung tersebut dikenal dengan nama Raden Mas Panji Margono. Kok bisa ya, seorang pribumi memiliki altar khusus di sebuah klenteng? Yuk simak kisahnya.
Nama Raden Panji Margono cukup harum di Lasem karena dianggap sebagai pahlawan. Dialah pemimpin pemberontakan masyarakat lokal melawan VOC yang kemudian dicatat dalam sejarah sebagai Perang Kuning.
Raden Mas Panji Margono merupakan seorang keturunan trah Panji Lasem. Ia adalah putra dari seorang Adipati Lasem bernama Tejakusuma V (Raden Panji Sasongko).
Dalam jurnal Sejarah Perkembangan Klenteng Gie Yong Bio di Lasem dan Pengaruhnya Masyarakat 1967-1998, di jelaskan bahwa meski punya hak, Raden Panji Margono nggak berkeinginan menjadi Adipati Lasem saat ayahnya pensiun. Dia justru memilih menjadi rakyat biasa yang berprofesi sebagai petani dan berdagang dengan orang-orang Tionghoa di Lasem dan sekitarnya. Hal ini membuat kepemimpinan Lasem diserahkan kepada Oei Ing Kiat, rekan Raden Mas Panji Margono pada 1727.
Memimpin Pemberontakan Melawan VOC
Meskipun enggan menjadi seorang Adipati, namun Raden Mas Panji Margono tetap punya pengaruh di Lasem. Dia ikut membantu masyarakat Tionghoa yang selamat dari pembantaian di Batavia dan melarikan diri ke Lasem pada 1741.
Bersama dengan Tumenggung Widyaningrat, nama resmi dari Oei Ing Kiat usai menjadi adipati, Raden Mas Panji Margono mengakomodir kebutuhan para pengungsi. Mereka bahkan diberi lahan di tepi sungai Kemandung Karangturi untuk membangun desa baru.
Saat kekuatan VOC semakin membahayakan Lasem, Raden Mas Panji Margono bersama dengan Oei Ing Kiat dan pendekar kung fu Tan Kee Wie pun menghimpun kekuatan. Mereka nggak pengin Lasem dikuasai penjajah. Tanpa ragu, pada 1750, mereka menyerang tangsi militer VOC di Rembang dan Juwana dari laut dan daratan.
Tewas dalam Peperangan
Menurut sesepuh masyarakat Lasem Sigit Witjaksono sebagaimana dilansir dari Merdeka (13/3) setelah menyerang Semarang, pasukan gabungan Jawa-Tionghoa dari Lasem dipukul mundur oleh VOC. Sayangnya, pada Perang Kuning itulah, Raden Mas Panji Margono meregang nyawa.
Meski gagal mengusir penjajah, jasa Raden Mas Panji Margono dan pemimpin Perang Kuning lain seperti Oei Ing Kiat dan Kiai Ali Badawi tetap diingat masyarakat Lasem. Oleh karena itulah, jangan heran kalau kamu menemukan mereka dijadikan 'Khongco' atau orang-orang yang dimuliakan. Kiem sin atau patung dari pemimpin Perang Kuning tersebut pun ditempatkan di dalam altar klenteng yang ada di Lasem. (Fatkha Karinda Putri/E07)