BerandaTradisinesia
Rabu, 14 Mar 2023 08:50

Raden Mas Panji Margono, Pahlawan Perang Kuning yang Enggan Naik Tahta

Altar Raden Mas Panji Margono di Klenteng Gie Yong Bio. (Google Maps/PMQ)

Meskipun keturunan trah Panji Lasem, Raden Mas Panji Margono enggan untuk naik tahta menjadi Adipati. Meski begitu, namanya tetap harum dan bahkan dianggap sebagai pahlawan di Lasem, Rembang, Jawa Tengah.

Inibaru.id – Lasem merupakan sebuah kecamatan di Rembang, Jawa Tengah yang memiliki julukan “Tiongkok Kecil”. Julukan ini muncul karena Lasem dipercaya sebagai tempat bersandar pertama orang-orang Tionghoa di Tanah Jawa. Oleh karena itulah, wajar jika kamu menemukan peninggalan khas Tionghoa di Lasem. Sebagai contoh, kamu bisa menemukan tiga klenteng megah di Lasem, yaitu Klenteng Gie Yong Bio, Klenteng Cu An Kiong, dan Klenteng Po An Bio.

Omong-omong, di dalam Klenteng Gie Yong Bio kamu bisa menemukan seuatu yang unik, yaitu sebuah altar dengan patung seorang laki-laki berpakaian khas Jawa. Oleh masyarakat Lasem, patung tersebut dikenal dengan nama Raden Mas Panji Margono. Kok bisa ya, seorang pribumi memiliki altar khusus di sebuah klenteng? Yuk simak kisahnya.

Nama Raden Panji Margono cukup harum di Lasem karena dianggap sebagai pahlawan. Dialah pemimpin pemberontakan masyarakat lokal melawan VOC yang kemudian dicatat dalam sejarah sebagai Perang Kuning.

Raden Mas Panji Margono merupakan seorang keturunan trah Panji Lasem. Ia adalah putra dari seorang Adipati Lasem bernama Tejakusuma V (Raden Panji Sasongko).

Dalam jurnal Sejarah Perkembangan Klenteng Gie Yong Bio di Lasem dan Pengaruhnya Masyarakat 1967-1998, di jelaskan bahwa meski punya hak, Raden Panji Margono nggak berkeinginan menjadi Adipati Lasem saat ayahnya pensiun. Dia justru memilih menjadi rakyat biasa yang berprofesi sebagai petani dan berdagang dengan orang-orang Tionghoa di Lasem dan sekitarnya. Hal ini membuat kepemimpinan Lasem diserahkan kepada Oei Ing Kiat, rekan Raden Mas Panji Margono pada 1727.

Monumen perjuangan Laskar Tionghoa-Jawa melawan VOC. (Google Maps/Taufan Efendi)

Memimpin Pemberontakan Melawan VOC

Meskipun enggan menjadi seorang Adipati, namun Raden Mas Panji Margono tetap punya pengaruh di Lasem. Dia ikut membantu masyarakat Tionghoa yang selamat dari pembantaian di Batavia dan melarikan diri ke Lasem pada 1741.

Bersama dengan Tumenggung Widyaningrat, nama resmi dari Oei Ing Kiat usai menjadi adipati, Raden Mas Panji Margono mengakomodir kebutuhan para pengungsi. Mereka bahkan diberi lahan di tepi sungai Kemandung Karangturi untuk membangun desa baru.

Saat kekuatan VOC semakin membahayakan Lasem, Raden Mas Panji Margono bersama dengan Oei Ing Kiat dan pendekar kung fu Tan Kee Wie pun menghimpun kekuatan. Mereka nggak pengin Lasem dikuasai penjajah. Tanpa ragu, pada 1750, mereka menyerang tangsi militer VOC di Rembang dan Juwana dari laut dan daratan.

Tewas dalam Peperangan

Menurut sesepuh masyarakat Lasem Sigit Witjaksono sebagaimana dilansir dari Merdeka (13/3) setelah menyerang Semarang, pasukan gabungan Jawa-Tionghoa dari Lasem dipukul mundur oleh VOC. Sayangnya, pada Perang Kuning itulah, Raden Mas Panji Margono meregang nyawa.

Meski gagal mengusir penjajah, jasa Raden Mas Panji Margono dan pemimpin Perang Kuning lain seperti Oei Ing Kiat dan Kiai Ali Badawi tetap diingat masyarakat Lasem. Oleh karena itulah, jangan heran kalau kamu menemukan mereka dijadikan 'Khongco' atau orang-orang yang dimuliakan. Kiem sin atau patung dari pemimpin Perang Kuning tersebut pun ditempatkan di dalam altar klenteng yang ada di Lasem. (Fatkha Karinda Putri/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Cantiknya Deburan Ombak Berpadu Sunset di Pantai Midodaren Gunungkidul

8 Nov 2024

Mengapa Nggak Ada Bagian Bendera Wales di Bendera Union Jack Inggris Raya?

8 Nov 2024

Jadi Kabupaten dengan Angka Kemiskinan Terendah, Berapa Jumlah Orang Miskin di Jepara?

8 Nov 2024

Banyak Pasangan Sulit Mengakhiri Hubungan yang Nggak Sehat, Mengapa?

8 Nov 2024

Tanpa Gajih, Kesegaran Luar Biasa di Setiap Suapan Sop Sapi Bu Murah Kudus Hanya Rp10 Ribu!

8 Nov 2024

Kenakan Toga, Puluhan Lansia di Jepara Diwisuda

8 Nov 2024

Keseruan Pati Playon Ikuti 'The Big Tour'; Pemanasan sebelum Borobudur Marathon 2024

8 Nov 2024

Sarapan Lima Ribu, Cara Unik Warga Bulustalan Semarang Berbagi dengan Sesama

8 Nov 2024

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024