BerandaTradisinesia
Kamis, 22 Mar 2023 09:46

Peneliti Musik Tanggapi Isu Larangan Angklung di Malioboro; Nggak Tepat

Larangan angklung di Malioboro bikin heboh warga Jogja. (Simplyhomy-guesthouse)

Salah satu daya tarik Jogja bagi para wisatawan adalah pementasan angklung di Malioboro. Tapi, belakangan alat musik ini dilarang tampil di sana. Alasannya adalah karena angklung bukan alat musik khas Jogja.

Inibaru.id – Belakangan ini warga Yogyakarta dihebohkan dengan larangan tampilnya grup musik angklung di Malioboro. Kabarnya, alasan pelarangan ini karena angklung dianggap bukan alat musik khas Jogja.

Menurut keterangan Kepala UPT Kawasan Cagar Budaya Malioboro Ekwanto, keputusan untuk melarang angklung pentas di jalan paling populer di Kota Gudeg nggak sembarangan diambil. Apalagi, sebelumnya banyak warganet yang memprotesnya.

“Sudah berapa kali kami di-bully warganet karena angklung kan bukan khas Jogja” ucapnya sebagaimana dikutip dari Mojok, Selasa (21/3/2023).

Hal ini langsung mendapatkan tanggapan dari etnomusikolog alias peneliti musik dari Institut Seni Yogyakarta Aris Setyawan. Dia mengakui jika banyak kelompok musik angklung berasal dari luar Yogyakarta.

“Angklung dan calung banyak berkembang di wilayah Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap,” ungkapnya sebagaimana dilansir dari Kumparan, Selasa (21/3).

Dulu, daerah-daerah tersebut masuk dalam wilayah kekuasaan Mataram. Yang berkembang di sana adalah angklung karena pada zaman dahulu, warga luar keraton kesulitan untuk mengakses gamelan.

Nggak hanya harga gamelan yang mahal, mempelajari ilmu karawitan untuk memainkan alat musik tersebut juga susah. Oleh karena itu, kemudian warga dari wilayah tersebut memainkan angklung dan calung yang lebih mudah dibuat dan dimainkan.

Penataan Malioboro berimbas pada dilarangnya angklung tampil di sana. (Kangpoer.staff.ugm)

Nah, karena adanya irisan sejarah yang kuat antara daerah-daerah Banyumasan dengan Mataram, Aris pun tetap menyebut angklung dan calung sebagai alat musik tradisional Jawa, meskipun nggak khas Jogja. Apalagi, laras musik yang dipakai angklung dan gamelan sama, yaitu laras pelog dan tangga nada pentatonis. Dia pun menyebut larangan angklung di Malioboro karena nggak khas Jawa sebagai hal yang kurang tepat.

“Mungkin maksudnya Pemkot Jogja pengin Malioboro itu Jogja banget. Tapi kan kalau yang dipentaskan gamelan cukup berat ya, malah susah dibawa ke mana-mana,” sarannya sebagaimana dikutip dari Harian Jogja, Selasa (21/3).

Untungnya, Pemkot Jogja ternyata nggak saklek terkait dengan isu ini. Kabarnya, para pemusik angklung Malioboro bakal dipindah ke Teras Malioboro 1 dan 2, bukannya benar-benar dilarang tampil.

Pemindahan ini pun sebenarnya bukan semata-mata karena angklung dianggap bukan sebagai alat musik khas Jogja, melainkan lebih karena faktor penataan Malioboro. FYI, Malioboro sedang diajukan menjadi kawasan Sumbu Filosofi sebagai warisan budaya UNESCO.

Gara-gara hal ini, nggak hanya pemusik angklung yang dilarang tampil, penjual makanan, rokok, dan lain-lain juga nggak boleh beraktivitas di sana.

Tapi, jika pemusik angklung ini pengin tetap bisa pentas di Teras Malioboro, mereka harus mengombinasikan alat musik angklung ini dengan alat musik khas Jogja seperti gamelan.

“Kami minta kolaborasikan dengan alat musik Jawa seperti bonang, saron, apapun yang bernuansa Jogja. UPT masih mengurus kurasinya. Semoga Lebaran mereka sudah bisa tampil,” ucap Ekwanto.

Permintaan Pemkot Jogja pun mendapatkan sambutan dari Grup Angklung Carekhal Setiadi.

“Kalau maunya seperti itu, harus dikombinasikan, ya nggak apa-apa,” ucapnya.

Isu larangan angklung di Malioboro ternyata sudah ada solusi yang disepakati semua pihak. Semoga saja kemeriahan yang biasanya disajikan saat musik ini dipentaskan bisa kembali terdengar. Setuju, Millens? (Arie Widodo/E10)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Sajian Khas Imlek, Berapa Lama Kue Keranjang Bisa Awet?

19 Jan 2025

Membesuk Penjara Mlaten Semarang, si Tua Renta yang Sekarang Malih Rupa

19 Jan 2025

Mengapa Saat Hujan Kita Pengin Makan Mi Kuah?

19 Jan 2025

Healing Seru dengan Main ke Green Kayen Yogyakarta

19 Jan 2025

Tangan Istimewa Rory Delap dan Pratama Arhan di Dunia Sepak Bola

19 Jan 2025

Menilik Tradisi Nyadran Rejeban Plabengan di Lereng Gunung Sumbing

19 Jan 2025

Jika Sering Dikonsumsi, 5 Makanan Ini Bisa Memperpendek Umurmu

19 Jan 2025

Gencatan Senjata di Jalur Gaza, Apa yang akan Dilakukan Hamas dan Israel?

20 Jan 2025

Tolak Bala, Ritual Pao Oen Digelar Warga Konghucu di Surakarta

20 Jan 2025

'Look Back', Film Animasi yang Cantik tentang Kreator Manga

20 Jan 2025

Pemicu Demo ASN Kemendikti Saintek Atas Kinerja Menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro

20 Jan 2025

Gapeka 2025 Mulai 1 Februari, Daop 4 Semarang Tambah 2 KA Baru dan 4 Perjalanan Reguler

20 Jan 2025

Kepo Masa Lalu Asmara Pasangan, Memang Boleh?

20 Jan 2025

Brongkos di Warung Makan Sumowono, Melegenda Sejak Enam Dekade Silam

21 Jan 2025

Upaya Evakuasi Kapal Tugboat yang Kandas di Perairan Tanjung Emas Semarang

21 Jan 2025

Macam Tradisi Imlek: Dari Kimsin hingga Cheng Beng, Semua Penuh Filosofi

21 Jan 2025

'Teasing Master Takagi-San' Mengisahkan Kejahilan Guru yang Lucu dan Hangat

21 Jan 2025

Heboh Isu Plengkung Gading Akan Ditutup, Benarkah Sultan Nggak Pernah Melaluinya?

21 Jan 2025

Semuanya Seru, 73 Acara Siap Meriahkan 'Calendar of Event 2025' Wonosobo

21 Jan 2025

Dampak Banjir di Jalur Rel Kabupaten Grobogan, Dua Kereta Batal Berangkat

21 Jan 2025