BerandaTradisinesia
Minggu, 21 Mei 2022 12:02

Menguak Sesi 'Piring Terbang' pada Resepsi Pernikahan di Solo

Tradisi piring terbang di pernikahan di Solo Raya dan daerah lain di Jawa Tengah. (Hipwee/dna-photovideo.com)

Kalau kamu hadir di sebuah pernikahan di Solo Raya atau di area Jawa Tengah lainnya, bisa menemukan tradisi 'piring terbang'. Hm, kok namanya mirip dengan UFO atau makhluk asing begini, ya?

Inibaru.id – Kalau kamu hadir di acara pernikahan yang ada di Jawa Tengah, terkadang bakal mendengar istilah piring terbang.

Istilahnya terkesan merujuk ke benda asing, alien, atau UFO. Tapi piring terbang di sini sebenarnya adalah tradisi memberikan jamuan terhadap para tamu yang hadir. Biasanya sih, tradisi ini cukup sering ditemukan di acara pernikahan di Solo Raya.

‘Piring terbang’ sebenarnya hanya versi lain dari cara menjamu tamu di acara pernikahan. Kalau di tempat-tempat lain, prasmanan lebih populer karena menyediakan variasi makanan lebih banyak. Selain itu, tamu juga bisa mengonsumsi makanan, jajanan, atau minuman yang bervariasi.

Nah, untuk tradisi ‘piring terbang’, tamu tinggal duduk manis dan tinggal menunggu sepiring makanan dihidangkan di depannya. Memang, pilihan makanannya jadi lebih terbatas. Tapi, hal ini membuat tamu diperlakukan seperti raja karena mereka hanya tinggal duduk dan dilayani.

Sejarah Tradisi ‘Piring Terbang’

Sejarawan KRMT L Nuky Mahendranata Nagoro punya cerita terkait dengan tradisi ‘piring terbang’ ini. Menurutnya, tradisi ini mulai populer di kawasan Solo dan sekitarnya pada pertengahan dekade 1980-an. Kala itu, penyedia jasa katering juga mulai berkembang di sana.

“Di Mataram dulu dikenal sebagai upaya untuk menghormati tamu supaya tidak berdiri. Jadi tamu-tamu tinggal duduk, nanti hidangan diantarkan. Jadi tamu diperlakukan seperti seorang raja,” jelas Nuky, Jumat (20/5/2022).

Piring-piring berisi hidangan yang siap disajikan ke tamu. (rubikomugglo.blogspot)

Menariknya, tradisi ini muncul dari kawasan pinggiran, bukannya di tengah keramaian atau dekat dengan pusat pemerintahan Mataram.

“Memang di Ibu Kota Nagari sendiri tidak berkembang. Jadi malah berkembang di daerah desa seperti Wonosari, Klaten, Wonogiri,” lanjut Nuky.

Timing Adalah Kunci

Yang menarik, meski kesannya hanya seserahan memberikan sajian ke tamu, tradisi ini sebenarnya cukup rumit karena mengedepankan timing alias pengaturan waktu yang tepat. Jadi, nggak semua hidangan, camilan, atau minuman langsung dihidangkan di waktu yang sama. Penyajiannya bertahap agar tamu juga bisa menikmati semuanya. Padahal, penentuan waktu kepada para tamu yang bisa saja datang dalam jumlah ratusan dan belum tentu datang di waktu yang bebarengan tentu cukup sulit.

Untungnya, sudah ada panduan untuk hal ini. Singkatannya USDEK, Millens. U untuk ‘unjukan’ alias minuman dan biasanya juga diberi tambahan camilan. Jadi, tamu yang datang pasti bakal diberi minuman terlebih dahulu. Setelahnya, S alias ‘sup’ pun disajikan. Supnya biasanya berupa kuah kaldu ayam yang diberi wortel, buncis, atau bahkan jamur kuping.

Setelah itu, D adalah ‘dhaharan’ alias makanan utama disajikan. Barulah kemudian E yang artinya adalah ‘es krim’ disajikan sebagai makanan penutup. Nah, untuk K itu berarti ‘kondur’ yang berarti tamu mulau beranjak pulang.

“Jadi kalau sudah sampai es, biasanya kalau orang-orang yang sepuh langsung pergi, pulang. Jadi itu semacam diaturi kondur (diminta untuk pulang secara halus),” terang Nuky.

Meski begitu, bukan berarti setelah diberi makanan utama, tamu langsung diberi es krim. Sebagai penghargaan atas kedatangannya, biasanya sih usai makan, tamu nggak langsung diberi es krim. Biar menikmati hiburan atau setidaknya ngobrol dulu.

Kalau di tempatmu, jika ada acara pernikahan, masih ada yang memakai tradisi ‘piring terbang’ atau malah sudah prasmanan semua, Millens? (Tri/IB09/E05)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Bakmi Palbapang Pak Uun Bantul, Hidden Gem Kuliner yang Bikin Kangen Suasana Jogja

2 Des 2025

Bahaya Nggak Sih Terus Menancapkan Kepala Charger di Soket Meski Sudah Nggak DIpakai?

2 Des 2025

Lebih Mudah Bikin Paspor; Imigrasi Semarang Resmikan 'Campus Immigration' di Undip

2 Des 2025

Sumbang Penyandang Kanker dan Beri Asa Warga Lapas dengan Tas Rajut Bekelas

2 Des 2025

Mengapa Kebun Sawit Nggak Akan Pernah Bisa Menggantikan Fungsi Hutan?

2 Des 2025

Longsor Berulang, Sumanto Desak Mitigasi Wilayah Rawan Dipercepat

2 Des 2025

Setujui APBD 2026, DPRD Jateng Tetap Pasang Target Besar Sebagai Lumbung Pangan Nasional

28 Nov 2025

Bukan Hanya Padi, Sumanto Ajak Petani Beralih ke Sayuran Cepat Panen

30 Nov 2025

Pelajaran Berharga dari Bencana Longsor dan Banjir di Sumatra; Persiapkan Tas Mitigasi!

3 Des 2025

Cara Naik Autograph Tower, Gedung Tertinggi di Indonesia

3 Des 2025

Refleksi Akhir Tahun Deep Intelligence Research: Negara Harus Adaptif di Era Kuantum!

3 Des 2025

Pelandaian Tanjakan Silayur Semarang; Solusi atau Masalah Baru?

3 Des 2025

Spunbond, Gelas Kertas, dan Kepalsuan Produk Ramah Lingkungan

3 Des 2025

Regenerasi Dalang Mendesak, Sumanto Ingatkan Wayang Kulit Terancam Sepi Penerus

3 Des 2025

Ajak Petani Jateng Berinovasi, Sumanto: Bertani Bukan Lagi Pekerjaan Sebelah Mata

23 Nov 2025

Sumanto: Peternakan Jadi Andalan, Tapi Permasalahannya Harus Diselesaikan

22 Nov 2025

Versi Live Action Film 'Look Back' Garapan Koreeda Hirokazu Dijadwalkan Rilis 2026

4 Des 2025

Kala Warganet Serukan Patungan Membeli Hutan Demi Mencegah Deforestasi

4 Des 2025

Mahal di Awal, tapi Industri di Jateng Harus Segera Beralih ke Energi Terbarukan

4 Des 2025

Tentang Keluarga Kita dan Bagaimana Kegiatan 'Main Sama Bapak' Tercipta

4 Des 2025

Inibaru Media adalah perusahaan digital yang fokus memopulerkan potensi kekayaan lokal dan pop culture di Indonesia, khususnya Jawa Tengah. Menyajikan warna-warni Indonesia baru untuk generasi millenial.

A Group Member of

Ikuti kamu di: