BerandaTradisinesia
Kamis, 16 Nov 2022 16:14

Mengenang Kejayaan Toko-Toko Jepang di Hindia-Belanda

Toko Jepang serba ada yang terkenal di Semarang. (Kompas)

Cukup banyak bisnis dan toko-toko Tionghoa yang sukses di Indonesia. Namun, kamu tahu nggak kalau sebelumnya, toko-toko Jepang juga sempat menguasai Hindia Belanda. Seperti apa ya ceritanya?

Inibaru.id – Sampai sekarang, kamu pasti bisa dengan mudah menemui toko-toko atau bisnis sukses yang dimiliki orang Tionghoa di berbagai kota di Indonesia. Bahkan, banyak yang menyebut keberadaan mereka sebagai tanda bahwa ekonomi sebuah daerah hidup. Tapi, kamu pernah terpikir nggak pada zaman dahulu, keberadaan toko-toko Tionghoa ini mendapatkan saingan berat dari toko-toko Jepang?

Jauh sebelum Indonesia merdeka, tepatnya sebelum krisis ekonomi dunia 1929, orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda sudah memiliki peran besar dalam perekonomian Tanah Air. Tatkala krisis tersebut muncul, para pedagang dari Jepang pun mulai memainkan perannya dalam dunia perdagangan.

Meski begitu, sejarah mencatat jika toko-toko Jepang sudah muncul pada 1902, tepatnya saat Toko Choya mulai beroperasi di Surabaya. Pada akhir 1920 sampai 1940-an, keberadaan toko-toko Jepang pun terus meningkat.

Dilansir dari jurnal berjudul Strategi Dagang dan Permasalahan Toko Jepang di Hindia Belanda Sebelum Perang Dunia II, Minggu (13/11/2022), toko Jepang bersaing ketat dengan toko-toko Tionghoa. Banyak warga pribumi yang menyukai keberadaannya karena pemilik atau pelayan toko ini cenderung sopan, baik, serta menyediakan produk berkualitas dengan harga terjangkau.

Toko Fuji, salah satu toko yang menjual barang barang Jepang. (Pinterest/Familiekleist)

Apalagi, strategi bisnis toko-toko Jepang juga cukup menarik. Mereka mampu mengendalikan jaringan impor dan distribusi dengan maksimal.

Menurut Bob Hering dalam biografi Mohammad Hoesni Thamrin, saat krisis ekonomi melanda dunia, banyak pengusaha Hindia Belanda berusaha melindungi kehidupan ekonomi mereka dengan cara mempertahankan hubungan dengan para pemasok dan pedagang Jepang untuk mendapatkan tekstil yang lebih murah, peralatan sehari-hari, dan barang impor lainnya.

Toko-toko Jepang yang berkembang di Hindia Belanda semakin eksis dan mendapat kepercayaan dari masyarakat pribumi. Sebab, toko-toko Jepang mempekerjakan penduduk bumiputera dan menjual barang-barang dengan harga pas, bahkan obral.

Mereka juga gigih dalam merengkuh hati pembeli baru potensial. Para agen penjualan aktif menanyakan apa yang pembeli inginkan. Selain itu, toko-toko Jepang ini menggantungkan sebagian barang dagangannya di depan toko sehingga bisa terlihat oleh orang-orang yang lalu lalang dan mengundang mereka untuk datang melihatnya.

Sayangnya, memasuki Perang Dunia II, banyak pemilik toko Jepang yang dipanggil pulang pemerintah Jepang demi membela negaranya. Toko-toko mereka kemudian terbengkalai atau dibeli pemilik bisnis Tionghoa.

"Toko Jepang pada prinsipnya terbengkalai atau dibeli pedagang Tionghoa," ujar sejarawan Meta Sekar Puji Astuti sebagaimana dilansir dari Historia, (11/6/2018).

Ditambah dengan kondisi perekonomian yang nggak karuan pada masa perang, keberadaan toko-toko Jepang ini pun semakin terlupakan. Setelah Indonesia merdeka, hegemoni toko-toko Jepang pun bisa dikatakan sudah runtuh di Tanah Air. (Fatkha Karinda Putri/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024