Inibaru.id – Istilah “tiji tibeh” pasti sudah nggak asing di telinga masyarakat yang tinggal di Karesidenan Surakarta. Itu adalah prinsip hidup yang dipegang kuat oleh Pangeran Sambernyowo atau penguasa pertama Mangkunegaran.
Baru-baru ini, dengan maksud mengusung kearifan lokal, Kapolres Wonogiri AKBP Andi Muhammad Indra Waspada Amirullah merumuskan konsep kerja bernama Wonogiri SUPER yang merupakan kepanjangan dari Santun, Unggul, Prediktif, Empati, dan Religius. Wonogiri SUPER itu dijalankan dengan landasan filosofi tiji tibeh.
Tiji Tibeh adalah ajaran Pangeran Sambernyawa yang berarti 'Mati Siji Mati Kabeh, Mukti Siji Mukti Kabeh'. Prinsip tersebut mengajarkan semangat kebersamaan antara pemimpin dan bawahannya.
“Wonogiri SUPER dirumuskan untuk penguatan internal, agar Polres Wonogiri memiliki fondasi yang kuat. Sehingga, pelaksanaan kegiatan tugas Polri dalam melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat serta penegakan hukum bisa dilaksanakan secara maksimal," kata Indra di Mapolres Wonogiri, Senin (30/1/2023).
Siapakah Pangeran Sambernyowo?
Pangeran Sambernyowo atau RM Said adalah sosok pemberontak yang ditakuti di era kepemimpinan Paku Buwono (PB) II di Kerajaan Mataram Islam. Bersama pasukannya, Pangeran Sambernyowo bertahun-tahun memerangi Belanda dan Mataram.
Pemberontakan itu berakhir pada 17 Maret 1757 dengan Perjanjian Salatiga antara RM Said dengan PB III yang membagi wilayah Kerajaan Mataram untuk kali kedua setelah Perjanjian Giyanti dua tahun sebelumnya. RM Said mendapat wilayah kemudian diberi nama Kadipaten Mangkunegaran dan menjadi Mangkunagoro I.
Makna Tiji Tibeh
Filosofi hidup tiji tibeh melekat kuat dan selalu diterapkan oleh Pangeran Sambernyowo dalam berhubungan dengan para prajuritnya. Salah satu buktinya adalah pada saat peperangan di hutan Sitakrepyak tahun 1756.
Peperangan itu berjalan timpang karena jumlah pasukan RM Said lebih sedikit ketimbang Belanda. Tapi, saat itu Sang Pangeran menggelorakan semangat kepada seluruh pasukannya. Akhirnya, Sambernyowo berhasil memenggal kepala pemimpin pasukan Belanda, Kapten Van Der Pol.
Konsep tiji tibeh juga tampak dari sikapnya saat membagi rampasan perang. Sosok yang pada 1983 ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan mendapat penghargaan Bintang Mahaputra itu membagi rata harta pampasan perang dengan seluruh pasukan. Nggak jarang dia meminta giliran paling akhir ketika memilih barang rampasan perang.
Itulah sekilas tentang makna dari semboyan tiji tibeh milik Pangeran Sambernyowo. Maknanya yang bagus itu membuat kita nggak heran kenapa Kapolsek Wongiri menjadikan itu sebagai prinsip dalam menjalankan programnya ya, Millens? (Siti Khatijah/E07)