BerandaTradisinesia
Selasa, 22 Agu 2022 18:43

Mencontoh Kegigihan Auw Tjoei Lan Melawan Bisnis Pelacuran di Nusantara

Auw Tjoei Lan, aktivis perempuan dan anak terlantar pada awal abad ke-20. (Dokumen Kompasiana)

Semenjak Indonesia merdeka, masalah bisnis pelacuran dan perdagangan perempuan masih belum bisa dituntaskan. Tapi, kamu tahu nggak kalau masalah ini bahkan sudah ada sejak 1900-an? Kala itu, ada satu aktivis yang getol melawan bisnis haram ini. Namanya adalah Auw Tjoei Lan.

Inibaru.id – Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat perdagangan manusia yang tinggi. Pada tahun 2020, data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) mengungkap bahwa kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) pada perempuan dan anak Indonesia meningkat sampai 62,5 persen. Korban biasanya berasal dari daerah pelosok atau desa yang dibawa ke kota besar atau luar negeri.

Tingginya angka pelacuran dan perdagangan manusia pada masa sekarang juga terjadi pada awal abad ke-20. Saat itu, juga ada aktivis yang berusaha memerangi hal tersebut. Namanya adalah Auw Tjoei Lan, perempuan keturunan Tionghoa yang lahir pada 17 Februari 1889 di Majalengka, Jawa Barat.

Organisasi Amal dan Perlawanan

Aktivitas kemanusiaan yang dilakukan oleh Auw Tjoei Lan nggak muncul secara tiba-tiba. Ayahnya, Auw Seng Hoe, pengusaha sekaligus Kapitan Tionghoa dikenal sering melakukan pelbagai kegiatan amal. Ayahnya berkali-kali menolong gelandangan, tunanetra, dan tunawisma dengan menyediakan makanan dan tempat tinggal.

Auw Tjoei Lan sepenuhnya menceburkan diri pada kegiatan perlawanan setelah menikah dengan Lie Tjian Tjoen, anak Mayor Tionghoa Lie Tjoe Hong. Awalnya, Auw Tjoei Lan yang baru saja pindah ke Batavia merasa nggak betah dengan tempat tinggal barunya. Untungnya, dia bertemu dengan dr Zigman, Guru yang pernah mengajarinya bahasa dan budaya Belanda.

Dari pertemuan itu, dr Zigman dan kawan-kawannya mengajak Auw Tjoei Lan ikut mengurus organisasi Ati Soetji. Organisasi tersebut menampung perempuan yang terpaksa melacurkan diri karena mengalami kesulitan ekonomi dan atau karena dijual paksa dari daratan asli Tiongkok. Kala itu, orang-orang Batavia bisa memesan Macaopo, wanita-wanita pekerja seks yang mangkal di kota.

<i>Yayasan Ati Soetji yang tepat berumur 100 tahun pada 2014 lalu. (Twitter @YayasanHatiSuci)</i>

Pelbagai Upaya Penyelamatan

Keberanian Auw Tjoei Lan dalam memberantas perdagangan perempuan memang pantas diacungi jempol. Cerita penyelamatannya dari skala lokal hingga internasional pun cukup menarik untuk dibahas.

Kisah pertama adalah ketika Auw Tjoei Lan menerima surat kaleng. Dia lantas berjalan menuju hotel tempat pengirim surat itu menginap. Di sana, dia menemukan satu tong yang bergoyang aneh. Begitu dibuka, ternyata tong tersebut berisi anak dengan usia di bawah umur. Anak tersebut bahkan mengaku datang dari Tiongkok dan akan dijadikan pelacur di Indonesia.

Ada lagi cerita ketika Auw Tjoei Lan akan dijegal saat membeantas perdagangan perempuan. Pernah suatu ketika ada batauw (mucikari) yang merasa bisnisnya terganggu. Sang Batauw memerintahkan anak buahnya untuk mencekik dan mengancam akan menghabisi Auw Tjoei Lan. Tapi, ancaman tersebut sama sekali nggak membuatnya goyah sedikit pun.

Kegigihan Auw Tjoei Lan mendapatkan pengakuan pemerintah Hindia Belanda. Dia pun didapuk sebagai wakil Nusantara dalam Konferensi Perdagangan Perempuan yang digelar pada Februari 1973 di Banung. Auw Tjoei Lan juga mendapatkan anugerah Bintang Ridder de Orde van Oranje Nassau oleh Kerajaan Belanda.

Kalau menurutmu, apakah di zaman sekarang ada aktivis perempuan yang perjuangannya segigih Auw Tjoei Lan ya, Millens? (His, Kom/IB31/E07)

Tags:

ARTIKEL TERKAIT

Ikuti Tren Nasional, Angka Pernikahan di Kota Semarang Juga Turun

9 Nov 2024

Belajar dari Yoka: Meski Masih Muda, Ingat Kematian dari Sekarang!

9 Nov 2024

Sedih dan Bahagia Disajikan dengan Hangat di '18x2 Beyond Youthful Days'

9 Nov 2024

2024 akan Jadi Tahun Terpanas, Benarkah Pemanasan Global Nggak Bisa Dicegah?

9 Nov 2024

Pemprov Jateng Dorong Dibukanya Kembali Rute Penerbangan Semarang-Karimunjawa

9 Nov 2024

Cara Bijak Orangtua Menyikapi Ketertarikan Anak Laki-laki pada Makeup dan Fashion

9 Nov 2024

Alasan Brebes, Kebumen, dan Wonosobo jadi Lokasi Uji Coba Program Makan Bergizi di Jateng

9 Nov 2024

Lebih Dekat dengan Pabrik Rokok Legendaris di Semarang: Praoe Lajar

10 Nov 2024

Kearifan Lokal di Balik Tradisi Momongi Tampah di Wonosobo

10 Nov 2024

Serunya Wisata Gratis di Pantai Kamulyan Cilacap

10 Nov 2024

Kelezatan Legendaris Martabak Telur Puyuh di Pasar Pathuk Yogyakarta, 3 Jam Ludes

10 Nov 2024

Warga AS Mulai Hindari Peralatan Masak Berbahan Plastik Hitam

10 Nov 2024

Sejarah Pose Salam Dua Jari saat Berfoto, Eksis Sejak Masa Perang Dunia!

10 Nov 2024

Memilih Bahan Talenan Terbaik, Kayu atau Plastik, Ya?

10 Nov 2024

Demo Buang Susu; Peternak Sapi di Boyolali Desak Solusi dari Pemerintah

11 Nov 2024

Mengenang Gunungkidul saat Masih Menjadi Dasar Lautan

11 Nov 2024

Segera Sah, Remaja Australia Kurang dari 16 Tahun Dilarang Punya Media Sosial

11 Nov 2024

Berkunjung ke Museum Jenang Gusjigang Kudus, Mengamati Al-Qur'an Mini

11 Nov 2024

Tsubasa Asli di Dunia Nyata: Musashi Mizushima

11 Nov 2024

Menimbang Keputusan Melepaskan Karier Demi Keluarga

11 Nov 2024