Inibaru.id - Sekitar 28 kilometer dari arah Purwodadi, ibukota Grobogan, 87 kilometer dari Semarang, atau 45 kilometer dari Sragen, kamu bakal sampai di Desa Kuwu. Di sanalah Bledug Kuwu berada. Masyarakat setempat percaya, semburan lumpur abadi ini ada kaitannya dengan legenda Jaka Linglung.
Jaka Linglung diyakini hidup pada abad ke-7. Tokoh ini dikenal sakti. Ia bisa mengubah wujudnya menjadi seekor naga.
"Jaka mengaku menjadi anak Aji Saka alias Raja Medang Kamolan," kata Pujiyanto, salah seorang pegiat wisata di desa itu.
Ceritanya, sebelum Aji Saka memimpin Medang Kamolan, kerajaan ini dipimpin seorang raja yang sakti, tapi arogan lagi bengis. Namanya Dewata Cangkar. Konon, dia hobi memakan daging manusia.
Kelaliman raja itu membuat warga jengah. Mereka sudah melakukan berbagai cara untuk menumbangkan Dewata Cengkar, tapi gagal. Hingga, datanglah seorang pemuda suku Shaka dari Jambudwipa alias India bernama Aji Saka.
Mendapat aduan mengenai raja yang jahat, Aji Saka bertekad menghentikannya. Saka pun menantang Dewata untuk adu kesaktian. Ajakan itu diladeni Dewata Cengkar. Dia bahkan akan memberikan separuh wilayah kerajaan jika berhasil menang. Jika kalah, Saka harus menjadi makanan sang raja.
Saka kemudian berpesan, jika kalah, dia pengin tulang belulangnya dikubur di tanah seluas ikat kepalanya. Ikat kepala itu digelar di tanah dan ajaibnya melebar dan membentuk lubang. Dewata Cengkar tercebur dan berubah wujud menjadi bajul putih. Tubuhnya pun hanyut ke Pantai Selatan.
Kemenangan ini membuat Saka diangkat menjadi raja baru. Ketika pemuda ini menjadi raja, datanglah seekor naga bernama Jaka Linglung. Ia mengaku sebagai anak Saka.
Saka nggak langsung menerima naga itu sebagai anaknya. Ia lantas mengusirnya secara halus dengan memberikan tugas yang sulit. Ia diminta memburu dan membunuh jelmaan Dewata Cengkar.
Agar nggak mengganggu warga, Saka meminta Jaka untuk menelusuri Dewata melalui lubang tempat Dewata tercebur. Jaka menyanggupi syarat tersebut.
Nggak disangka, Jaka berhasil mengalahkan bajul putih. Sebagai bukti, ia membawa rumput griting wulung dan air laut untuk Saka. Tapi, rupanya Jaka lupa jalan pulang. Sesekali ia muncul untuk memastikan letak Kerajaan Medang Kamulan.
Awalanya Jaka muncul di Desa Ngembak (kini wilayah Kecamatan Kota Purwodadi), lalu di Jono (Kecamatan Tawangharjo), kemudian di Grabagan, Crewek, dan terakhir di Kuwu (ketiganya masuk Kecamatan Kradenan). Entah kebetulan atau apa, memang di desa-desa ini bisa ditemukan lubang yang konon diakibatkan kemunculan Jaka.
Legenda dan fenomena letupan itu menarik pengunjung. Pada 1983, Pemda menjadikannya tempat wisata.
Bukan Salah Jaka Linglung
Sains memiliki penjelasan mengenai lubang-lubang itu Millens. Kata geologiawan Angga Jati Widiatama, Bledug Kuwu ini adalah fenomena berkala. Hal ini akibat adanya gas alam dan lumpur panas yang dikeluarkan dari perut bumi.
Berbeda dengan Lumpur Lapindo Sidoarjo yang terbentuk akibat kecelakaan pengeboran minyak bumi, Bledug Kuwu muncul akibat adanya kubah garam (diapir) serta kondisi tekanan kapiler batuan. Tekanan ini melebihi kemampuan batuan sehingga nggak bisa ditahan.
Lebih lanjut, Angga menjelaskan bahwa Lumpur Bledug Kuwu berasal dari Formasi Kerek. Formasi ini dominan tersusun dari batu lempung yang terendapkan di lingkungan laut dalam dan juga. Batu lempeng ini berasal dari Formasi Kalibeng yang terendapkan pada lingkungan transisi. "Kedua formasi batuan ini berumur tidak lebih tua dari 20 juta tahun yang lalu," kata Angga.
Meski penjelasan ini sangat masuk akal, tampaknya asal usul Bledug Kuwu dengan versi Jaka Linglung lebih “menjual” ya, Millens! (Kum,Kat/IB21/E03)